Jika bicara soal karate, persepsi awal yang biasanya langsung muncul di masyarakat adalah hal-hal "seram" seperti kekuatan atau adegan baku hantam, seperti yang biasa kita lihat di film-film.
Persepsi ini biasanya terbentuk dari apa yang dilihat pertama kali. Bisa juga ini terbentuk dari apa yang sering dilihat secara konsisten, misalnya film laga.
Meski begitu, jika kita mau menggunakan perspektif lebih luas, ternyata olahraga full-contact satu ini juga punya nilai-nilai sikap positif, seperti keselamatan, sportivitas, dan respek.
Bisa dibilang, selain memiliki kekuatan sebagai aspek fisikal secara kasat mata, karate juga memiliki aspek pembentukan karakter, lewat nilai-nilai sikap positif yang dibudayakan.
Sebagai contoh, baik dalam latihan tanding biasa maupun turnamen karate, terdapat sejumlah larangan terkait keamanan dan respek, yang selalu ditekankan sejak awal.
Mulai dari larangan memukul bagian vital atau memakai teknik berbahaya, seperti tendangan menyamping ke bagian lutut, penggunaan pengaman (termasuk lantai matras untuk mengurangi efek benturan) saat melakukan kumite (latihan tanding/sparring), dan kata (peragaan jurus secara individu) sampai larangan memukul dari belakang dan membanting lawan.
Mengulik Sisi Unik Penamaan Menu Kuliner dan Interpretasi Bahasa
Pada tingkat lanjut, karate menjadi satu contoh aplikatif idiom bahasa Indonesia "pakailah ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk".
Dalam artian, mereka yang sudah ahli tidak hanya unggul dalam kemampuan bertarung secara fisik, tapi juga unggul dalam pengendalian diri. Semakin kuat seseorang, ia akan semakin terukur dan efektif.
Gambaran sifat ini sekilas terasa mencengangkan di awal, tapi faktual. Jika benar-benar dihidupi, terutama oleh mereka yang serius menekuninya, karate memang bisa menjadi satu sarana pengembangan diri, yang sangat berguna.
Bagi kalangan awam yang tidak belajar karate pun, kedalaman perspektif yang dimiliki olahraga ini tetap bisa memberi penyegaran perspektif. Paling tidak, kita bisa melihat, karate sebenarnya bukan sesuatu yang sangat "jauh" atau "asing".
Momen "penyegaran perspektif" ini kebetulan penulis jumpai dalam turnamen So Kyokushin Karate National Open Tournament 2025. Bertempat di Lippo Plaza, Yogyakarta, turnamen yang berlangsung pada tanggal 10 dan 11 Mei 2025 menampilkan kategori pertandingan kumite dan kata dari berbagai kelompok umur.
Sebagai informasi, Kyokushin adalah salah satu aliran karate yang berasal dari Jepang. Ligo (1994) menyebut, aliran ini berakar pada filosofi pengembangan diri, disiplin, dan latihan keras.
Deskripsi ini sesuai dengan makna kosakata bahasa Jepang Kyokushin, yang dalam bahasa Indonesia berarti "kebenaran tertinggi" atau "kesempurnaan mutlak".
Sejak dirintis Sosai (Great Master) Masutatsu "Mas" Oyama pada dekade 1950-an di Jepang, Kyokushin telah berkembang di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Olahraga beladiri ini diminati beragam kelompok umur.
Dalam budaya populer, kisah hidup Mas Oyama pernah diangkat ke dalam film Korea Selatan produksi tahun 2004 berjudul Fighter In the Wind. Film yang diadaptasi dari manga Jepang era 1970-an karya Ikki Kajiwara berjudul Karate Baka Ichidai (Bahasa Inggris: A Karate-Crazy Life / Karate Master) ini dibintangi oleh Yang Dong-geun.
Di era kekinian, sang aktor turut bermain dalam drama seri populer Korea Selatan "Squid Game Season 2" (2024).
Suatu Sore Bersama Komunitas Gusdurian
Uniknya, Mas Oyama sendiri ternyata berasal dari Kintei, sebuah kota di wilayah Jeolla, Korea Selatan. Di era modern, kota ini dikenal dengan nama Gimje. Mas Oyama lahir pada tahun 1923, dengan nama lahir Choi Yeong-eui.
Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari Thomas Suryaputra (selaku Ketua Panitia Acara) So Kyokushin Karate National Open Tournament 2025 diselenggarakan oleh dua perguruan Kyokushin, yaitu Dai Kyokushin Karate Indonesia dan So Kyokushin Karate Indonesia, dengan diikuti total 157 atlet peserta dan tujuh perguruan Kyokushin Karate dari berbagai daerah di Indonesia.
Hadir juga Shihan (sebutan untuk Guru Besar dalam Kyokushin) Oei Kim Leong (Branch Chief So Kyokushin Karate Indonesia), Shihan Machmoed (Ketua Dewan Guru Dai Kyokushin Karate Indonesia), dan Shihan Gunawan (Ketua So Kyokushin Karate Indonesia).
Meski bertajuk turnamen dan menjadi momen pencarian karateka berbakat, event ini juga merupakan ajang silaturahmi antarperguruan Kyokushin Karate di Indonesia.
Menariknya, gambaran ini sekaligus membuktikan, adagium bahasa latin Mens sana in corpore sano (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat) benar adanya, karena pembelajaran tentang kemampuan karate secara fisik, dan keunggulan karakter, terbukti dapat seiring sejalan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News