Pelaporan keuangan daerah seharusnya menjadi tulang punggung akuntabilitas dan transparansi publik. Namun, di beberapa wilayah seperti Bangka Belitung, realitas di lapangan belum sejalan dengan kerangka regulasi yang sudah mapan di tingkat nasional.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dan aturan penyusunan APBD dari Kementerian Dalam Negeri seolah hanya menjadi dokumen formal ketika sumber daya profesional di daerah sangat terbatas. Kesenjangan ini bukan sekadar tantangan administratif, tetapi menyangkut kepercayaan publik dan efektivitas pembangunan daerah.
Akuntansi Hijau: Langkah Strategis Bangka Belitung Menuju Ekonomi Berkelanjutan
Kerangka Sudah Tegas, Realisasi Masih Tertatih
Pemerintah pusat sebenarnya telah memberikan panduan teknis yang cukup lengkap. Melalui Peraturan BPK No. 64 Tahun 2013, setiap pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari LRA, Neraca, LO, LPE, CALK, LAK, dan LPSAL secara terintegrasi menggunakan SIMDA.
Selain itu, Permendagri No. 84 Tahun 2022 memperkuat aspek transparansi dalam penyusunan APBD, termasuk indikator kinerja yang harus dilaporkan.
Namun, keberhasilan regulasi bukan hanya soal aturan di atas kertas, melainkan kesiapan sumber daya yang menjalankan. Di sinilah persoalan utama muncul: Bangka Belitung, salah satu provinsi dengan risiko sektor rendah, justru mengalami kekurangan signifikan dalam hal akuntan publik dan Kantor Jasa Akuntansi (KJA).
Bahkan, hingga kini provinsi ini belum memiliki satu pun KJA yang beroperasi secara mandiri.
Fakta di Lapangan: Keterlambatan dan Keterbatasan
Kondisi ini berdampak nyata. LKPD Tahun Anggaran 2024 di provinsi ini baru diserahkan pada 14 April 2025—melewati tenggat waktu ideal. Kota Pangkalpinang bahkan baru menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) TA 2023 pada Mei 2024, lima bulan setelah tutup tahun anggaran.
Meski BPK RI sering tetap memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), kelambatan ini menghambat proses pengambilan keputusan anggaran dan menciptakan persepsi negatif tentang manajemen keuangan daerah. Lebih jauh, laporan yang lambat atau belum diaudit memudarkan kepercayaan masyarakat dan stakeholder terhadap transparansi pemerintah daerah.
Postulat Akuntansi, Fondasi Laporan Keuangan yang Kredibel
Efek Domino Kesenjangan Profesional
Minimnya keterlibatan akuntan profesional bukan hanya soal pelaporan, tetapi menyentuh aspek strategis lain seperti efisiensi penggunaan APBD dan dukungan terhadap sektor riil. Tanpa analisis keuangan yang memadai, perencanaan anggaran bisa melenceng dari kebutuhan nyata masyarakat.
Kondisi ini juga terasa dalam ekosistem usaha kecil dan menengah (UMKM). Di beberapa wilayah yang memiliki akses terhadap kantor akuntan, pelaku UMKM mampu berkembang dengan pencatatan keuangan yang rapi dan transparan.
Sayangnya, sebagian besar pelaku usaha di pelosok Bangka Belitung masih bergantung pada pencatatan manual yang menyulitkan mereka dalam mengakses pembiayaan atau mengembangkan bisnis secara berkelanjutan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Menyelesaikan persoalan ini membutuhkan keterlibatan kolektif:
- Pemerintah Pusat dan Kementerian Dalam Negeri perlu menyalurkan insentif fiskal atau dana insentif khusus kepada daerah yang menjalin kemitraan dengan Kantor Akuntan Publik.
- Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dapat memprakarsai program magang bagi akuntan muda di pemerintah daerah, disertai pelatihan sistem pelaporan keuangan berbasis SIMDA.
- BPK dan BPKP harus lebih aktif dalam menyosialisasikan standar akuntansi serta mempertegas tenggat waktu review melalui inspektorat daerah.
- Pemerintah Daerah Bangka Belitung sendiri perlu menyusun roadmap penguatan SDM keuangan, menyederhanakan perizinan KJA, dan mendorong adopsi platform digital dalam pengelolaan keuangan.
Gagas Perekonomian Bangka Belitung Sehat Lewat Praktik Akuntansi yang Bersih dan Berintegritas
Langkah Strategis yang Dapat Diambil
Beberapa rekomendasi konkret meliputi:
- Subsidi jasa akuntansi bagi KJA baru selama tiga tahun awal untuk menstimulasi operasional di daerah.
- Standarisasi pelatihan SPKN dan Permendagri bagi bendahara dan inspektorat di lingkungan pemda.
- Kolaborasi dengan perguruan tinggi lokal, seperti Universitas Bangka Belitung, untuk membentuk pusat pelatihan dan sertifikasi akuntan daerah.
- Dashboard publik berbasis digital yang menampilkan status pelaporan dan opini audit secara real-time, guna meningkatkan tekanan sosial untuk ketepatan waktu dan kualitas pelaporan.
Saatnya Semua Pihak Peduli
Kesenjangan antara keberadaan akuntan publik dan realitas daerah seperti di Bangka Belitung tidak boleh dibiarkan berlarut. Ini bukan sekadar urusan teknis pelaporan, tapi menyangkut akuntabilitas, kepercayaan publik, dan kualitas pembangunan.
Semua pemangku kepentingan—dari pusat hingga tingkat desa—perlu bersinergi untuk menjadikan laporan keuangan daerah bukan beban administratif, melainkan aset strategis dalam menciptakan tata kelola yang transparan dan berkelanjutan.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News