“Siapa bilang menulis di media itu bebas?” Begitu kiranya celetuk orang yang baru memiliki kegemaran menulis. Apa yang mereka tulis biasanya didikte kata hati sebagai bentuk ekspresi, bukan didikte tim kurasi.
Cepat atau lambat mereka ingin menulis di media terkenal agar dapat dibaca banyak kalangan. Bagi penulis, ada rasa kepuasan tersendiri ketika tulisan mereka terbit, bahkan tanpa upah sekalipun.
Namun, tak jarang mereka yang baru memiliki hobi menulis patah semangat karena tulisan mereka di atur sedemikian rupa sampai memenuhi gaya selingkung atau pahamnya editor.
Kawan sendiri Bagaimana? Di titik itu pernahkah bertanya-tanya, apakah merdeka menulis di media itu mitos?
Editor Beda, Standar pun Tak Sama
Masalahnya, bukan di ketentuan atau karakter media itu sendiri. Wajar di era yang serba digital ini perlu adanya sistem seleksi tulisan agar media mampu bersaing dan bertahan.
Akarnya terletak pada proses seleksi yang tak selalu sama, mengingat person in charge (PIC) yang mengoreksi tulisan itu sendiri terdiri dari beberapa orang.
Meskipun media memiliki “aturan main” tersendiri, keputusan akhir biasanya bergantung pada subjektivitas editor. Bukan tak mungkin satu kurator memiliki pandangan berbeda.
Mulai dari tanda baca, gaya selingkung, relevansi atau ramah tidaknya tulisan bagi pembaca. Tulisan yang layak terbit oleh satu editor belum tentu dianggap layak editor lain.
Hal di atas bukan sekedar asumsi. Dikutip dari medium.com, Ivan Lanin, seorang editor Komunitas Blogger Medium (KBM) menekankan dalam artikelnya bahwa penulis harus memahami keputusan editor sangat dipengaruhi subjektivitas pribadi, tak hanya standar objektif.
Suka Nulis? Inilah Tips Mudah Menulis Artikel di GNFI
Taufik Al Mubarak, selaku penulis di medium.com juga menekankan bahwa penolakan untuk terbit itu tidak mutlak menentukan kualitas tulisan, tapi preferensi editor yang bersangkutan.
Menghadapi hal semacam ini Kawan tak perlu merasa terkungkung, justru seharusnya semakin adaptif dalam berkarya. Jadikan alasan penolakan itu sebagai pelajaran. Biasakan koreksi ulang sebelum mengirimkan naskah agar sesuai preferensi editor atau gaya selingkung media.
Kuantitas dan Kualitas Artikel yang Terbit
Penting juga untuk dipahami, banyak media yang memberi platform menulis artikel dan jasa pelatihan menulis secara bersamaan.
Tak sedikit dari mereka yang menetapkan standar koreksian lebih tinggi kepada peserta pelatihan untuk terbit, atau sebaliknya, bagi mereka yang tidak ikut pelatihan.
Pada akhirnya muncul kesan bahwa peluang terbit tak hanya ditentukan kualitas, tapi melalui jaminan terbit atau benefit sebagai peserta pelatihan. Media semacam ini biasanya memberi akses platform menulis secara sementara sesuai dengan paket pelatihan yang ditawarkan.
Ada juga media yang lebih menekankan target terbit artikel, format SEO dan pageviews daripada kualitas artikel yang isinya tak cuma basa-basi. Misalnya, jika telah terbit artikel SEO friendly lebih dari 1000 kali maka akan mendapat hadiah berupa poin yang bisa ditukar dengan uang atau sebagainya. Hasilnya, tulisan rapi secara algoritma, tapi defisit secara isi.
Lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas sudah jadi hal lumrah untuk menaikan traffic website. Karena logikanya, sebagus apapun artikel jika tidak muncul dalam laman pencarian maka tak ada gunanya. Hal inilah yang kerap jadi dilema seorang penulis di era ini.
Mengapa Banyak Alumni Pelatihan Menulis Akhirnya jadi Mentor?
Jangan hanya bergantung pada format SEO karena ingin cepat terbit. Memang bisa dilihat di laman pencarian, tapi kadang tak layak untuk dibaca. Kawan bisa saja menulis hal yang tidak ada kaitannya antara satu paragraf dengan paragraf lain, asal rapi dan kosakata nya sebagian sama maka dianggap SEO friendly.
Tak ada yang salah dengan menulis sesuai preferensi editor atau gaya bahasa media. Namun, jangan kehilangan ciri khas atau nyawa dari tulisan Kawan sendiri.
Media wajar dan punya hak menentukan kriteria terbit sendiri, penulis pun punya hak menentukan arah dan seperti apa tulisannya dibuat. Namun pada akhirnya, di tengah masifnya konten artikel, tulisan yang “bernyawa” akan selalu menemukan pembacanya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News