Dari tepung mocaf berbasis singkong hingga jamur tiram dan tepung tulang ayam, sederet bahan baku lokal mulai menggantikan dominasi tepung terigu impor dalam produksi mi instan dan mi kering.
Namun, perjalanan menuju mi sehat tidak cukup hanya dengan mengganti bahan. Teknologi pengolahan, terutama metode pengeringan, menjadi kunci penting dalam menentukan mutu akhir produk.
Dalam dunia mi, proses pengeringan adalah langkah krusial. Tak sekadar mengurangi kadar air, pengeringan juga berperan dalam menjaga keamanan mikrobiologis, memperpanjang umur simpan, dan memengaruhi tekstur, rasa, hingga warna produk.
Dua metode yang paling populer adalah penggorengan cepat dalam minyak panas dan pengeringan dengan oven bersuhu terkendali. Keduanya membawa hasil yang sangat berbeda, baik dari segi nutrisi maupun sensori.
Pengeringan Menggunakan Minyak vs Oven: Mana yang Lebih Baik?
Metode penggorengan atau deep-fried selama ini mendominasi industri mi instan. Dengan suhu tinggi antara 140–160°C dan waktu hanya 1–3 menit, mi berubah dari basah menjadi kering seketika. Sayangnya, proses ini membuat mi menyerap banyak minyak, yang berdampak pada meningkatnya kadar lemak.
Sebaliknya, pengeringan dengan oven—yang disebut metode oven-baked—mengandalkan suhu lebih rendah (di bawah 100°C) dan waktu yang lebih panjang, mencapai 15 menit hingga beberapa jam.
Selain lebih higienis, proses oven memberikan kontrol suhu yang lebih stabil. Hasilnya? Mi dengan kadar lemak lebih rendah, warna lebih cerah, dan tekstur yang kenyal. Meski begitu, oven-baked bukan tanpa tantangan: waktu produksi lebih lama, alatnya lebih kompleks, dan risiko tekstur mi menjadi terlalu keras jika pengeringan berlebihan.
Inovasi Mi dari Jamur dan Tulang Ayam
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa substitusi bahan lokal seperti tepung jamur tiram dan tepung tulang ayam tidak hanya memperkaya kandungan gizi, tetapi juga menghadirkan keunikan sensori.
Tepung tulang ayam, misalnya, menambahkan kalsium dan protein ke dalam mi, meskipun membuat teksturnya lebih keras dan warna lebih terang. Di sisi lain, jamur tiram memperbaiki kadar protein dan karbohidrat, namun menurunkan skor aroma dan warna bila pengeringan dilakukan terlalu lama.
Menariknya, uji hedonik yang melibatkan 50 panelis menunjukkan bahwa mi oven-baked lebih disukai dibandingkan mi yang digoreng. Warna, rasa, aroma, hingga tekstur lebih unggul pada mi kering—tanpa efek browning atau flavor tidak diinginkan yang umum terjadi dalam proses penggorengan.
Namun, mi kering tetap punya titik lemah. Warna memudar dan aroma menurun jika pengeringan dilakukan terlalu lama. Hal ini disebabkan oleh reaksi non-enzimatis dan penguapan senyawa aromatik. Karena itu, penting menemukan keseimbangan antara durasi dan suhu pengeringan.
Kelebihan dan Kekurangan Teknologi Oven-Baked
Kelebihan:
- Lebih sehat: Kadar lemak lebih rendah, cocok untuk konsumen yang peduli gizi.
- Warna lebih menarik: Proses pemanggangan merata tanpa minyak berlebih.
- Tekstur kenyal dan kompak: Ideal untuk mi yang ingin mempertahankan sensasi ‘al dente’.
- Umur simpan lebih lama: Kadar air berkisar 9–12%, ideal untuk penyimpanan.
Kekurangan:
- Butuh waktu lebih lama: Tidak efisien untuk skala besar tanpa alat khusus.
- Risiko terlalu keras: Overbaked bisa membuat mi sulit dikunyah.
- Perlu oven bersuhu stabil: Tantangan bagi UMKM dengan alat sederhana.
Menuju Mi Lokal yang Lebih Cerdas dan Bergizi
Inovasi teknologi pengeringan dengan oven telah membuka jalan baru bagi mi sehat berbahan lokal. Kombinasi 20% tepung jamur tiram dan pengeringan selama 80 menit menghasilkan produk dengan karakteristik fisik, kimia, dan sensori terbaik.
Di tengah tren pangan sehat dan keberlanjutan, pendekatan ini tak hanya menjawab kebutuhan gizi, tapi juga memperkuat kemandirian pangan nasional.
Dengan teknologi tepat guna, bahan lokal bukan lagi pilihan kedua. Mereka adalah masa depan mi Indonesia—lezat, sehat, dan berdaya saing global.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News