IPB University menggelar forum reflektif bertajuk “Revisit Pemikiran Agribisnis sebagai Dasar Strategi Reindustrialisasi” untuk memperingati 80 tahun Prof. Bungaran Saragih—sosok legendaris yang meletakkan fondasi agribisnis modern di Indonesia.
Acara tersebut sekaligus menjadi ajang strategis untuk meninjau kembali relevansi pemikiran agribisnis dalam menjawab tantangan ekonomi Indonesia ke depan.
Agribisnis sebagai Jalan Keluar dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah
Prof. Bungaran Saragih, dengan tegas menyatakan, “Jika Indonesia ingin tumbuh 8% per tahun dan menjadi negara maju pada 2045, maka pertanian harus menjadi fondasi utamanya. Kita harus berani beralih dari agrarian country menjadi agroindustrial country.”
Pernyataan ini bukan sekadar wacana, melainkan seruan aksi yang mendesak, mengingat hilirisasi pertanian selama ini masih berjalan setengah hati.
Dr. Irfan Syauqi Beik, Dekan FEM IPB University, menambahkan bahwa kontribusi Prof. Bungaran tidak hanya terbatas pada agribisnis konvensional, tetapi juga pada pengembangan ekonomi syariah dan rantai pasok halal—sektor yang masih memiliki ruang besar untuk dikembangkan, mengingat pangsa pasar Indonesia baru mencapai 7%.
Reindustrialisasi: Satu-Satunya Jalan untuk Lompatan Ekonom
Forum ini menghadirkan berbagai pakar kunci, termasuk Prof. Bayu Krisnamurthi, Guru Besar Kebijakan Agribisnis IPB, yang menegaskan bahwa reindustrialisasi berbasis pertanian adalah solusi utama untuk membebaskan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah.
“Hilirisasi pertanian bukan sekadar meningkatkan nilai tambah, tapi juga membuka pintu bagi industrialisasi yang inklusif,” ujarnya.
Prof. Harianto, dalam position paper-nya, memperkuat argumen ini dengan menekankan pentingnya penguatan tata kelola rantai nilai (value chain governance) dan agrifarm sebagai pilar utama.
Menurutnya, tanpa pendekatan holistik dari hulu ke hilir, Indonesia akan terus terjebak sebagai pemasok bahan mentah bagi industri global.
Baca juga Diundang di Forum G7, Menlu: Indonesia Akan Jadi Bridge Builder Antara Negara Maju dan Berkembang
Respons dari Pelaku Industri dan Pakar
Diskusi semakin hidup dengan kehadiran sejumlah tokoh nasional, seperti Muhammad Abdul Ghani (Dirut PTPN III) yang memaparkan langkah nyata revitalisasi industri gula nasional.
Sementara itu, Esther Sri Astuti (Direktur Eksekutif Indef) mengingatkan pentingnya ekosistem pendukung, mulai dari regulasi, pembiayaan, hingga pengembangan SDM.
Tak kalah menarik, Tungkot Sipayung, pakar agribisnis senior, menegaskan bahwa hilirisasi pertanian adalah lokomotif agribisnis nasional karena menyentuh langsung kehidupan mayoritas rakyat Indonesia.
“Ini bukan sekadar kebijakan ekonomi, tapi juga jalan untuk pemerataan kesejahteraan,” tegasnya.
Kampus sebagai Garda Depan Pemikiran Agribisnis Nasional
Perguruan tinggi, seperti IPB University berperan penting dalam memimpin diskursus strategis pembangunan Indonesia.
Dengan jejaring kuat antara akademisi, industri, dan pembuat kebijakan, IPB terus menjadi ruh inovasi agribisnis yang tidak hanya berbicara teori, tetapi juga solusi nyata.
Sebagai penutup, pesan Prof. Bungaran Saragih layak menjadi pegangan bersama: “Agribisnis bukan sekadar sektor ekonomi, tapi jalan untuk memakmurkan bangsa.”
Dan di usia ke-80-nya, semangat itu tetap menyala—menginspirasi generasi baru untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara agroindustri yang tangguh.
Baca juga Indonesia-Yordania Kolaborasi Sektor Pertanian, Dorong Ketahanan Pangan dan Diplomasi Ekonomi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News