Halo Kawan GNFI! Siapa nih, yang merasa hidup lagi berat-beratnya, tetapi tidak ada tempat untuk bercerita? Akhirnya menyimpan keluh kesah sendiri dan meratapi betapa kesepian telah menjadi bagian dari hidup yang tidak terelakkan.
Kawan mungkin berpikir jika rasa sepi adalah sesuatu yang negatif dan menganggapnya sebagai sebuah masalah. Padahal, kesepian telah dialami oleh sebagian besar manusia saat ini.
Penyebabnya adalah perkembangan teknologi yang memperbesar jarak antar individu dan memutus koneksi dengan diri sendiri. Jika demikian, apa yang sebaiknya Kawan lakukan untuk mengatasi rasa kesepian, atau apakah kesepian memang telah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern yang tidak dapat dihindari?
Fenomena Kesepian
Kesepian bukanlah hal yang tabu. Sejak pandemi melanda pada tahun 2020, kesepian telah berubah menjadi masalah kesehatan global. Dilansir dari World Health Organization (WHO) dalam laporannya yang berjudul “Advocacy Brief: Social Isolation and Loneliness Among Older People”, mengungkapkan bahwa kesepian dan isolasi sosial memengaruhi kesehatan dan meningkatkan risiko kematian. Hal ini menandakan bahwa kesepian menjadi salah satu penyebab penyakit bersama dengan obesitas, kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
Bahkan, kesepian tidak hanya mengancam kesehatan individu, melainkan juga menjadi masalah baru bagi sistem sosial dan ekonomi. Kesepian yang menjadi salah satu aspek yang memengaruhi kepuasan hidup seseorang berdampak terhadap produktivitas. Jika kesepian dialami oleh banyak orang, tentunya akan memengaruhi jalannya roda ekonomi karena menurunnya produktivitas masyarakat.
Gen Z sebagai Generasi Paling Kesepian
Gen Z dinobatkan sebagai generasi yang paling kesepian di antara generasi lainnya. Dilansir dari survei kesehatan mental yang dilakukan oleh RedBox Rx pada tahun 2023, Gen Z menganggap kesepian sebagai penyebab masalah mental terbesar (53%), dibandingkan dengan masalah kegagalan dalam hidup (52%). Bahkan, angka persepsi tersebut lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya, yaitu Milenial, Gen X, Boomers, dan Pre-Boomers.
Hal ini terjadi akibat dari ragam masalah yang dihadapi Gen Z saat usia dewasa, mulai dari pandemi Covid-19, krisis iklim, dan ketidakpastian ekonomi. Belum lagi pengaruh sosial media yang membuat Gen Z lebih mudah untuk membandingkan diri dengan orang lain.
Pengaruhnya dapat memicu rasa cemas, stres, ketidakpuasan hidup dan depresi, sehingga mengisolasi diri seolah menjadi pilihan yang paling tepat bagi Gen Z. Dengan demikian, dibutuhkan cara-cara sederhana untuk membuat Gen Z mampu mengatasi kesepian yang dialami.
Cara untuk Mengatasi Kesepian
1. Memaknai Kembali Arti Kesepian
Manusia membutuhkan rasa sepi. Bukan dalam hal mengisolasi diri dalam jangka waktu yang lama, melainkan sebuah momen untuk merefleksikan apa saja yang telah dilalui dalam kehidupan. Apalagi, di tengah hiruk pikuk sosial media yang selalu membanjiri pikiran dengan beragam informasi, sepi rasanya menjadi suatu hal yang membosankan bahkan cenderung dihindari.
Maka dari itu, Kawan perlu memikirkan kembali apa makna sepi di dalam diri. Bergerak tanpa jeda hanya akan membuat Kawan tidak mengenal diri, tetapi kesepian dalam jangka waktu yang lama hanya akan membuat Kawan terlalu banyak meratapi diri sendiri.
Dengan demikian, diperlukan perubahan pola pikir akan makna kesepian, bahwa melepas ikatan sejenak dari dunia luar adalah keperluan untuk beristirahat dan bergerak setelahnya adalah keharusan untuk menghidupi kehidupan.
2. Belajar untuk Mencintai Diri Sendiri
Salah satu cara untuk mengatasi kesepian adalah mengenal dan mencintai diri sendiri. Lihatlah diri sebagai sebuah pelajaran yang perlu Kawan tuntaskan terlebih dahulu, sebelum berkelana dan mempelajari banyak hal di luar sana.
Kawan bisa membuat kegiatan atau rutinitas untuk mengenal diri, mulai dari journaling, belajar hal baru, hingga solo traveling. Ibarat sebuah perjalanan yang setiap langkahnya berisi pengenalan terhadap diri sendiri. Karena, sejatinya tanpa ada pengenalan maka takkan ada cinta yang terbentuk.
Di tengah-tengah proses ini mungkin Kawan akan menemukan apa saja yang membuat Kawan jadi senyum-senyum sendiri atau mungkin meneteskan air mata saking bahagianya. Yang terpenting, jangan pernah lupa untuk mengapresiasi setiap proses yang Kawan lalui.
3. Menjadi Diri yang Autentik dan Terbuka kepada Orang Lain
Setelah mengenal dan mencintai diri sendiri, biasanya Kawan akan lebih berani untuk menunjukkan diri yang autentik kepada dunia. Hal ini akan mendorong Kawan untuk terbuka kepada orang lain.
Keterbukaan menjadi suatu hal yang penting agar bisa mengatasi rasa sepi yang mungkin telah mengendap lama di dalam diri. Dan yang terpenting, keterbukaan membawa Kawan pada koneksi sosial yang lebih sehat dan melihat orang lain secara apa adanya. Jika keterbukaan telah tercapai, Kawan akan lebih mudah untuk terhubung dengan orang lain di sekitar.
4. Bergabung dengan Komunitas Tertentu
Di tengah sosial media yang berkembang pesat, rasanya tidak ada lagi hambatan untuk mengakses komunitas yang beragam. Kawan tinggal memilih komunitas apa saja yang diminati, apakah berdasarkan hobi, pekerjaan, atau topik diskusi favorit yang Kawan sukai.
Karena, berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama cenderung membuat seseorang untuk merasa diterima di kelompok tertentu. Dengan demikian, dengan bergabung dan berpartisipasi aktif dalam komunitas dapat membuat Kawan merasa diterima dan lebih mudah mencapai kepuasan hidup.
5. Mengabdikan Diri pada Hal-Hal yang Bermakna
Terkadang, yang membuat Kawan merasa bahagia bukanlah menerima sesuatu dari orang lain, melainkan memberi dari apa yang Kawan miliki. Kawan dapat mengabdikan diri pada hal-hal yang dirasa bermakna. Dengan mengabdi, Kawan akan merasa telah berkontribusi dan memberi sesuatu kepada dunia, dalam bentuk sekecil apa pun yang Kawan miliki.
Aktif menjadi relawan, berdonasi, atau kegiatan sosial lainnya tidak hanya memberikan rasa terkoneksi dengan orang lain, melainkan juga meningkatkan kepuasan hidup Kawan sendiri.
Dengan demikian, kesepian bukanlah sesuatu yang dapat dihindari sepenuhnya, melainkan kebutuhan diri untuk menepi sejenak dari dunia yang penuh distraksi. Yang perlu Kawan lakukan adalah terkoneksi dengan diri sendiri dan menanyakan seberapa jauh rasa sepi yang telah dirasakan. jika pada akhirnya, rasa sepi itu telah mengganggu dan membuat Kawan berjarak dengan orang-orang di sekitar, maka perlu cara-cara yang bermakna untuk membuat Kawan kembali terhubung dengan dunia.
Jadi, sudahkah Kawan menyapa dan berefleksi dengan rasa sepi hari ini?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News