kuping saya juga sudah lama panas - News | Good News From Indonesia 2025

Kuping Saya Juga Sudah Lama Panas

Kuping Saya Juga Sudah Lama Panas
images info

Saya tertarik dengan tulisan Akhyari Hananto, founder dari GNFI, pada tanggal 23 April 2025 berjudul Malaysia yang Dihina, Kok Kuping Saya yang Panas. Itu adalah keprihatinan Akhyari setelah membaca komentar Bill O'Reilly, komentator konservatif Amerika yang tampaknya punya pandangan dunia yang unik. Saat membahas kunjungan Presiden China, Xi Jinping, ke Asia Tenggara (Vietnam, Malaysia, dan Kamboja) beberapa waktu lalu, O'Reilly dengan pede-nya nyeletuk: "The Malays aren’t going to buy your stuff. They don’t have any money." Terjemahan kasarnya: "Orang Melayu tak akan beli barangmu (produk China). Mereka tak punya uang."

Selanjutnya, Akhyari mengatakan bahwa komentar itu memang ditujukan untuk mencemooh kunjungan Xi Jinping, terutama ke Malaysia, yang dipandang tak akan membantu China keluar dari kesulitan akibat tarif tinggi yang dikenakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap produk-produk China untuk masuk pasar AS.

Bagi saya, “Melayu” yang dikomentari Bill O’Reilly itu sebenarnya tidak hanya Melayu dalam konteks Malaysia (atau Melayu yang ada di Indonesia), namun Melayu itu juga mencerminkan salah satu bangsa yang berada di kelompok The Global South yang dulunya kebanyakan korban dari penjajahan Barat selama ratusan tahun, yang selama itu dipandang sebelah mata oleh orang Barat sebagai bangsa yang primitif, tradisional, uncivilized, dan sebagainya. Cara berpikir orang Barat seperti itu tidak hanya terjadi ratusan tahun lalu ketika mereka menjajah dengan brutal, namun masih muncul pada zaman modern ini.

Cara pandang orang Barat itu juga tidak hanya terjadi pada orang kebanyakan, namun juga pada pejabat tingginya yang menafikan berbagai kemajuan negara-negara lain, terutama negara berkembang, sehingga mereka ignorant, tidak mengetahui perkembangan terbaru di negara lain. Coba bayangkan, Pete Hegseth, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, tampaknya tidak mengetahui apa itu Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Video tentang hal ini pernah viral di X dan sudah ditonton lebih dari 2,8 juta orang. Waktu itu, ia masih menjadi calon Menteri Pertahanan di kabinet Presiden terpilih Donald Trump. Ia menyatakan bahwa ia tidak tahu jumlah negara ASEAN dan kemudian malah menyebut nama-nama negara yang bukan anggota. Demikianlah yang terjadi saat Komite Angkatan Bersenjata Senat menanyai Hegseth di Capitol, Washington. Senator Demokrat, Tammy Duckworth, menyebut bahwa Hegseth "tidak memenuhi syarat" untuk posisi Menteri Pertahanan, yang akan bertugas memimpin negosiasi internasional.

Memang sangat memalukan, calon Menteri Pertahanan negara adikuasa yang membawahi sekitar 750 pangkalan militer di seluruh dunia tidak mengenal negara-negara ASEAN, yang memiliki posisi penting di dunia ini, dengan jumlah penduduk lebih dari 600 juta dan potensi ekonomi yang mengagumkan.

Warga negara-negara Barat pun, ketika berkunjung ke negara-negara ASEAN, terkejut melihat kenyataan kemajuan ASEAN yang cepat. Beberapa wisatawan Amerika Serikat, misalnya, kaget ketika menyusuri sudut-sudut ibu kota Jakarta karena di mindset-nya membayangkan Jakarta itu sebagai the big village atau kampung besar. Mereka terkejut ketika menyaksikan bahwa kebersihan stasiun kereta api di Jakarta lebih baik daripada stasiun di kota New York (kebetulan saya pribadi pernah menyaksikan kondisi kotor stasiun KA New York ini). Mereka juga terpana melihat kebersihan dan keindahan Jalan Thamrin, Bundaran HI, Jalan Sudirman, dan sebagainya.

Warga dan pejabat tinggi negara-negara bekas penjajah itu sangat isolationist — tidak pernah melihat kemajuan negara-negara lain dan memiliki cara pandang seperti pada zaman tahun 1800-an, di mana negara-negara jajahannya masih sangat terbelakang. Mereka tentu sangat terkejut bila melihat kenyataan perkembangan yang baru di negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Komentar Bill O'Reilly yang dikutip Akhyari tentang “orang-orang Melayu yang tidak mempunyai uang untuk membeli produk-produk Cina” memang mencerminkan sifat ignorant, tidak ada keinginan tahu, tidak membuka mata tentang kemajuan negara-negara lain, dan hanya menganggap negaranya lah yang paling maju.

Ya, kuping saya sudah lama panas bila membaca dan mendengar pernyataan para pejabat tinggi negara-negara maju yang underestimate terhadap kemajuan negara-negara The Global South.

 

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AC
AA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.