Alun-alun Bandung merupakan tempat bersejarah bagi masyarakat di Kota Kembang. Tempat ini dibangun oleh Bupati Rd. Wiranatakusumah II (1794-1829) yang disebut perintis pembangunan di Kota Bandung.
Alun-alun Bandung yang berada di Jalan Asia Afrika ini sejak zaman kolonial kerap digunakan untuk aktivitas masyarakat. sewaktu-waktu ada pertunjukan olahraga dan hiburan. Mulai dari olahraga, pasar malam hingga menghukum terpidana mati.
Dimuat dari Bale Bandung, di pojok tenggara Alun-alun Bandung terdapat Bale Bandung, gedung tempat para patih dan jaksa mengadakan rapat. Di depan Bale Bandung ada panggung kayu dan tiang gantungan, untuk menghukum mati para penjahat.
Pada zaman Herman Willem Daendels (1808-1811) diadakan kerja rodi untuk membangun Jalan Raya Pos (Postweg) antara Anyer – Panarukan. Ketika itu banyak orang pribumi yang membelot dan melawan.
Hal inilah yang membuat dibangunnya sebuah tiang mirip gawang sepak bola. Di mistar gawang itu tergantung beberapa tambang yang banyaknya disesuaikan dengan jumlah terdakwa yang akan dieksekusi hari itu.
“Mereka itulah yang akan diadili dan dieksekusi di tiang gantungan Alun-alun Bandung atau di Lapangan Tegallega,” tulis laman tersebut.
Sosok Mas Alimu
Salah seorang pribumi yang mengalami hukuman gantung di Bale Bandung bernama Mas Alimu. Dia adalah seorang jurutulis di koffiepakhuis yang membelot dan berkomplot dengan Mandor Padati dalam perbuatannya.
Dirinya menggelapkan kiriman kopi dari gudang kopi (koffiepakhuis) milik Andries de Wilde, yang seharusnya dikirimkan ke Cikao di Purwakarta, malah dilarikannya dan kemudian dijual ke orang Inggris di Cirebon.
Hal ini dilakukan oleh Mas Alimu karena kekesalan atas keserakahan monopoli kebijakan pemerintah Belanda melalui Cultuurstelsel. Tetapi Mas Alimu berhasil ditangkap oleh Juragan Skaut (Schout) saat berada di daerah Cadas Pangeran.
“Mas Alimu digiring kembali ke Bandung, lalu diadili dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung,” tulis laman Komunitas Aleut.
Jadi tontonan
Dalam pelaksanaan hukuman gantung itu, daftar kejahatan atau daftar dosa terhukum akan dituliskan pada selembar kertas yang kemudian dikalungkan di leher sang terhukum. Nantinya para terpidana akan digiring ke atas tiang gantungan.
Bangunan Bale Bandung serupa bangsal dengan tiang-tiang besar yang menyangga atap bersusun, lantainya ditinggikan dua atau tiga kaki dari atas tanah. Hukuman gantung ini dilakukan di depan Bale Bandung dengan disaksikan oleh orang banyak.
“Hukuman mati dilaksanakan di Alun-alun agar disaksikan oleh orang banyak, sehingga menimbulkan efek jera dan agar tidak ada yang berani berbuat hal yang sama,” jelasnya.
Sumber:
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News