Tahukah Kawan GNFI jika setiap menit ada satu truk sampah plastik yang dibuang ke laut? Bayangkan, dalam sehari ada ribuan truk sampah yang mencemari ekosistem laut dan membahayakan kehidupan di dalamnya. Laut yang dulu menjadi rumah biota laut, lama-kelamaan akan menjadi kuburan sampah plastik.
Namun, ancaman ini bukan tanpa harapan. Berbagai solusi terus dikembangkan untuk menyelamatkan ekosistem laut.
Mengenal Polusi Plastik di Laut
Plastik yang sehari-hari kita gunakan sebagian besar akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Hanya sekitar 10% yang berakhir di tempat daur ulang. Sisanya? Akan tersebar di lingkungan, dan dibuang ke lautan.
Berdasarkan artikel UNESCO berjudul “Ocean Plastic Pollution an Overview: Data and Statistic”, diperkirakan ada sekitar 50-75 triliun keping plastik dan mikroplastik yang mencemari lautan. Plastik ini bisa bertahan hingga 1000 tahun sebelum terurai dengan sempurna.
Bukan Sekedar Sampah, Kulit Buah Bisa Jadi Sumber Pektin Alami
Saat proses penguraian, plastik akan terpecah menjadi mikroplastik. Partikel-partikel inilah yang mencemari air laut dan bisa tertelan oleh hewan laut.
Dilansir dari Biological Diversity, hampir 700 spesies tercatat pernah menelan atau terperangkap oleh sampah plastik. Mulai dari ikan, penyu, anjing laut, paus, dan biota laut lainnya. Bahkan, embrio hewan laut pun sekarang berada dalam ancaman serius akibat polusi plastik.
Embrio Hewan Laut Kini Juga Terancam
Penelitian dari University of Exeter mengungkap bahwa pelet PVC baru (nurdles, bahan baku plastik) pada konsentrasi tinggi dapat menggagalkan perkembangan embrio dari tujuh spesies laut yang termasuk kelompok superfilum.
Beberapa gagal membentuk notochord, beberapa gagal dalam perkembangan simetri bilateral secara tepat, dan beberapa lainnya berhenti berkembang setelah beberapa kali pembelahan sel.
Tak hanya itu, penelitian ini juga menyertakan tiga spesies lautyang bereproduksi secara aseksual melalui regenerasi. Hasilnya serupa, regenerasi mereka terganggu oleh paparan pelet PVC baru.
Salah satu peneliti, Dr. Jimenez-Guri menyatakan bahwa jika terjadi polusi plastik ekstrem pada saat spesies bereproduksi, maka tidak akan ada generasi selanjutnya dari spesies tersebut.
Artinya, dampak polusi plastik tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga berpotensi mengancam keberlangsungan hidup spesies laut. Bila kehidupan laut musnah, maka keseimbangan rantai kehidupan bumi pun ikut terancam.
Ini peringatan besar, kita harus melakukan langkah nyata untuk mengurangi penggunaan plastik yang bisa mencemari lautan, sebelum dampaknya menjadi tidak bisa dikendalikan.
Ancaman Serupa di Laut Indonesia
Ancaman polusi plastik juga terjadi di Indonesia. Mikroplastik telah ditemukan di perairan di Indonesia bahkan ditemukan dalam tubuh ikan yang dijual di pasar. Ini membuktikan bahwa ancaman terhadap ekosistem laut Indonesia sudah ada di depan mata.
Namun, harapan terbit di saat ancaman datang. Banyak komunitas dan initiatif lokal yang bergerak aktif memerangi masalah ini.
- Trash2Move dari Makassar. Trash2Move merupakan UMKM yang digagas oleh anak muda untuk mengolah sampah plastik menjadi furnitur dan barang bernilai lainnya.
- Get Plastic dari Bandung. Komunitas ini mengembangkan teknologi konversi sampah plastik menjadi BBM altternatif.
Ini adalah bukti bahwa Indonesia mampu untuk memerangi isu sampah plastik dan menjadi bagian penting dari solusi global.
Solusi, dari Global hingga Skala Rumah Tangga
Berbagai kebijakan telah diterapkan guna mengatasi masalah ini, mulai dari pembatasan plastik sekali pakai, edukasi sejak dini, hingga mendorong program daur ulang.
Bukan Sampah Biasa, Kulit Apel dan Jeruk Ternyata Sumber Pektin yang Kaya Manfaat
Metode Pengelolaan Sampah di Beberapa Negara
- Jerman
Pemerintah Jerman memiliki Undang-Undang Manajemen Siklus Tertutup. Dalam Undang-Undang ini, pemerintah memberikan tanggung jawab kepada produsen dan distributor untuk melakukan pengelolaan sampah.
Dampaknya, tumbuh kesadaran memilah sampah, penggunaan teknologi terbarukan, dan meningkatnya kapasitas daur ulang. Selain itu, Jerman berhasil menerapkan skema daur ulang yang mampu mengelola sampah nasional sebesar 1 juta ton tiap tahunnya.
- Swedia
Sampah di Swedia dikelola dengan cara Waste to Energy (WTE). Swedia memanfaatkan sampah untuk diubah menjadi energi yang bisa digunakan kembali. Dilansir dari Waste4change, Swedia bahkan mengimpor sampah dari beberapa negara dan mengolahnya menjadi energi.
Sejak awal abad ke-19, pemerintah Swedia juga mengenai pajak besar bagi industri yang masih menggunakan bahan bakar fosil dalam produksi.
- Jepang
Kebijakan pengelolaan sampah di Jepang telah diterapkan bersamaan dengan teknologi daur ulang. Melalui kebijakan ini, Jepang mampu mengurangi sampah secara bertahap sejak 2005.
Selain kebijakan itu, pemerintah Jepang juga mengeluarkan Undang-Undang Pembersihan Limbah. Kebijakan ini memiliki tiga tujuan, yaitu peningkatan kesehatan masyarakat, mengatasi masalah polusi dan perlindungan hidup, serta pembentukan masyarakat yang memahami siklus daur ulang yang sehat.
- Korea Selatan
Korea Selatan menerapkan metode Volume-base Waste Fee (VBWF) dalam pengelolaan sampah. Dengan kebijakan ini, warga yang ingin membuang sampah harus membayar. Selain itu, Korea Selatan juga memberlakukan pemilahan sampah yang ketat. Bagi warga yang tidak mematuhi aturan ini akan membayar denda dan hukuman.
- Indonesia
Di Indonesia masih menggunakan metode Open Dumping dan Landfill yang dinilai belum sepenuhnya berwawasan lingkungan. Akan tetapi, sudah ada beberapa inovasi pengelolaan sampah dengan teknologi yang berprinsip Zero Waste System yang memanfaatkan pengetahuan dan berwawasan lingkungan. Ini menjadi harapan untuk Indonesia bisa lebih baik mengelola sampah secara nasional.
Kita Semua Bisa Ikut Bertindak
Selain itu, kita semua juga memiliki peran besar untuk mengurangi penggunaan plastik. Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa kawan GNFI lakukan untuk andil dalam menjaga bumi dari ancaman plastik.
- Kurangi penggunaan plastik sekali pakai
Plastik sekali pakai sudah menjamur di kehidupan kita, seperti kantong belanja, bungkus plastik, peralatan makan sekali pakai, sedotan, dan masih banyak lagi. Gantilah dengan barang yang bisa digunakan kembali, seperti tas kain, wadah makan sendiri, dan sedotan stainless.
- Berhenti membeli air minum kemasan
Hampir 20 miliar botol plastik dihasilkan setiap tahunnya. Membawa botol minum sendiri yang kamu siapkan dari rumah tidak hanya berguna untuk mengurangi plastik, tapi juga membantu menyelamatkan isi dompetmu.
- Memasak makanan sendiri
Selain lebih sehat, memasak makanan sendiri tidak perlu menggunakan wadah makanan atau kantong plastik seperti saat kita membeli makanan dari luar. Jika membeli makan di luar, usahakan bawa wadah makan sendiri yang terbuat dari bahan ramah lingkungan.
Menjaga Laut Berarti Menjaga Rantai Kehidupan
Laut bukan hanya rumah bagi kehidupan di dalamnya, tapi juga sumber pangan, oksigen, dan keseimbang kehidupan. Menjaga laut dari polusi plastik berarti menjaga masa depan seluruh makhluk hidup, termasuk kita.
Tidak perlu menunggu perubahan besar. Perubahan bisa dimulai dari tindakan kecil yang konsisten. Mari kawan jadi bagian dari solusi.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News