brin ungkap potensi besar minyak jelantah untuk masa depan energi bersih - News | Good News From Indonesia 2025

BRIN Ungkap Potensi Besar Minyak Jelantah untuk Masa Depan Energi Bersih

BRIN Ungkap Potensi Besar Minyak Jelantah untuk Masa Depan Energi Bersih
images info

Minyak jelantah, yang sering dianggap sebagai limbah dapur tak berguna, ternyata menyimpan potensi besar sebagai bahan baku energi hijau.

Jika dikelola dengan tepat, minyak goreng bekas ini bisa menjadi kunci dalam transisi menuju penerbangan berkelanjutan melalui Sustainable Aviation Fuel (SAF).

Tak hanya mengurangi emisi karbon, pemanfaatan minyak jelantah juga membuka peluang ekonomi baru, baik di tingkat lokal maupun global.

Mengungkap potensi minyak jelantah

Pada Rabu (16/4), para ahli dari berbagai latar belakang berkumpul dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Sustainable Used Cooking Oil Supply Chain for SAF: Technological Innovation, Social Synergy, and LCA Analysis".

Acara yang diselenggarakan secara hybrid ini menghadirkan pembicara dari Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup (PRSPBPDH) BRIN, industri, serta asosiasi pengumpul minyak jelantah.

Arif Rahman, peneliti postdoctoral di BRIN, menekankan bahwa SAF bukan sekadar alternatif bahan bakar, melainkan solusi jangka panjang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, memangkas ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan mendorong ekonomi sirkular.

"Industri penerbangan global menargetkan net-zero carbon pada 2050. SAF adalah salah satu strategi utama untuk mencapainya," ujarnya. 

Menurut Arif, kajian Life Cycle Assessment (LCA) menjadi fondasi ilmiah untuk memastikan bahwa setiap langkah produksi SAF benar-benar berkelanjutan—mulai dari pengumpulan minyak jelantah hingga konversinya menjadi bahan bakar ramah lingkungan.

Upaya melibatkan masyarakat

Philippe Micone dari PT Noovoleum Indonesia Investama membagikan kisah sukses kolaborasi dengan Pertamina dalam mengumpulkan minyak jelantah melalui kotak khusus bermerek Pertamina. Inisiatif yang dimulai Desember lalu ini sudah beroperasi di sembilan lokasi, dengan target 300 titik pada akhir tahun.

"Keberhasilan ini tak lepas dari kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina. Dengan aplikasi MyPertamina, proses penyetoran jadi lebih mudah dan transparan," jelas Philippe.

Setiap kotak mampu menampung lebih dari satu ton minyak jelantah per bulan, terutama dari produsen kecil seperti rumah makan dan penjual gorengan.

Kedepannya, Noovoleum akan bekerja sama dengan BRIN untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekaligus menghitung dampak pengurangan emisi CO₂ dari program ini.

Baca juga Sustainable Aviation Fuel, Solusi Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Penerbangan

Indonesia: Raja Sawit, Raja Minyak Jelantah?

Oki Muraza dari PT Pertamina (Persero) menyoroti potensi besar Indonesia sebagai penghasil minyak jelantah terbesar, berkat populasi 276 juta orang dan budaya kuliner yang kaya akan gorengan.

"Kita punya peluang besar membangun ekosistem SAF terintegrasi, mulai dari pengumpulan bahan baku hingga produksi di kilang terbaru," ujarnya.

Pertamina bahkan berencana membangun New Energy Integrated Terminal (NIT) untuk SAF, dengan target awal menyuplai bandara Denpasar dan Cengkareng.

"Kami berharap bisa berkolaborasi dengan Garuda, Pelita Air, dan maskapai lain untuk menciptakan ekosistem SAF di Indonesia," tambah Oki.

Tantangan Regulasi dan Sertifikasi

Sigit Setiawan dari PT Pertamina Patra Niaga menekankan pentingnya sertifikasi International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) di setiap tahap rantai pasok SAF—mulai dari pengumpulan, pengolahan, hingga distribusi.

"Ini bukan hanya soal kredibilitas, tapi juga tanggung jawab lingkungan," tegasnya.

Di sisi lain, Matias Tumanggor dari Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah (APJETI) mengeluhkan belum adanya regulasi harga yang jelas.

"Pengumpul sering dianggap melakukan penyalahgunaan karena ketiadaan payung hukum," ujarnya.

Sementara itu, Setiady Goenawan dari Asosiasi Eksportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI) membagikan pengalaman 17 tahun mengekspor minyak jelantah ke Eropa, AS, dan Asia.

"Kami bekerja sama dengan Veriflux untuk memastikan ketertelusuran data yang diakui EPA Uni Eropa," jelasnya.

Masa depan hijau dimulai dari dapur

Dari diskusi ini, terlihat jelas bahwa minyak jelantah bukan lagi sekadar limbah, melainkan aset berharga untuk masa depan energi bersih. Namun, diperlukan sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat agar potensi ini bisa dimaksimalkan.

Jika semua pihak bergerak bersama, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pemain utama dalam industri SAF global—mengubah jelantah dari dapur menjadi tenaga untuk terbang lebih hijau.

Baca juga Indonesia-Korsel Mantapkan Kolaborasi untuk Energi Bersih dan Kendaraan Listrik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Firdarainy Nuril Izzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Firdarainy Nuril Izzah.

FN
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.