Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa mulai 1 Juni 2025, Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia akan diakui secara resmi di seluruh negara anggota ASEAN. Kabar yang menggemberikan bagi warga negara Indonesia karena langkah ini dilihat sebagai terobosan besar.
Seperti yang diuangkap oleh akun X TMC Polda Metro Jaya bahwa SIM Indonesia kini sudah dipercaya di ngeara-negara Thailand, Laos, Vietnam, Myanmar, Filipina, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia.
Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan Mutual Recognition Agreement (MRA) ASEAN untuk memudahkan mobilitas warga di kawasan negara ASEAN. Implementasi kebijakan ini tidak hanya memperkuat integrasi ekonomi ASEAN tetapi juga mendorong pertukaran pengetahuan, meningkatkan daya saing regional, dan membuka lebih banyak peluang kerja bagi tenaga profesional.
Dengan demikian, MRA ASEAN menjadi langkah strategis dalam mewujudkan visi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) yang terintegrasi dan inklusif.
Warga Indonesia bisa mengemudi di negara ASEAN lain tanpa perlu mengurus SIM internasional atau konversi. Keuntungan ini memberikan keluasan bagi Wisatawan Indonesia untuk menyewa kendaraan dengan lebih mudah saat liburan. Kemudian, untuk kalangan sektor pebisnis atau ekspatriat tidak lagi terkendala urusan perizinan mengemudi.
2 Potensi Tantangan Yang Perlu Diwaspadai
1. Sosialisasi secara intens
Perlu adanya sosialisasi secara kompleks agar masyarakat tidak salah paham terhadap pemahaman aturan dan syarat penggunaan SIM Indonesia di negara tujuan. Sosialisasi ini harus mencakup informasi detail seperti masa berlaku SIM, jenis kendaraan yang diperbolehkan, perbedaan aturan lalu lintas di setiap negara, serta konsekuensi hukum jika melanggar.
2. Risiko pelanggaran di negara lain
Risiko adanya pelanggaran lalu lintas yang dapat mengakibatkan peningkatan kasus pelanggaran apabila tidak memahami peraturan lalu lintas di setiap negara ASEAN.
Hal ini dapat berujung pada denda, sanksi hukum, bahkan kecelakaan lalu lintas. Di negara Thailand, berkendara di lajur kanan tanpa helm bisa langsung dikenakan denda. Akan tetapi berbeda dengan Singapura, pelanggaran kecepatan dihitung secara ketat melalui kamera otomatis.
Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, pihak kepolisian, dan komunitas pengemudi sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat benar-benar siap memanfaatkan kemudahan ini tanpa menimbulkan masalah hukum atau keselamatan.
Perlu diingat bagi Kawan GNFI bahwa kebijakan penggunaan SIM Indonesia di negara-negara ASEAN tanpa perlu konversi atau SIM internasional dapar dipandang sebagai langkah progresif yang memperkuat integrasi regional dan memudahkan mobilitas warga ASEAN.
Dengan kebijakan ini, masyarakat Indonesia dapat lebih leluasa bepergian untuk keperluan wisata, bisnis, atau pekerjaan tanpa terkendala proses birokrasi yang rumit.
Selain mendukung pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi, kebijakan ini juga sejalan dengan visi Asean Economic Community (AEC) dalam menciptakan pasar tunggal yang terintegrasi. Namun, manfaat optimal hanya dapat tercapai jika diimbangi dengan pemahaman yang baik terhadap aturan lalu lintas di masing-masing negara tujuan.
Meski memberikan kemudahan, kebijakan ini juga mengharuskan pengendara untuk secara mandiri mempelajari peraturan lalu lintas negara yang akan dikunjungi, seperti batas kecepatan, penggunaan helm, atau ketentuan parkir, yang mungkin berbeda dengan aturan di Indonesia.
Ketidaktahuan terhadap peraturan setempat berisiko menyebabkan pelanggaran, denda, hingga kecelakaan. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk melakukan sosialisasi intensif melalui berbagai kanal, seperti website resmi, media sosial, dan kerja sama dengan komunitas otomotif.
Kawan GNFI juga diharapkan proaktif mencari informasi sebelum berkendara di luar negeri agar dapat memanfaatkan kebijakan ini dengan bijak dan aman.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News