sistem lareh mengenal bagaimana sistem pemerintahan masyarakat suku minang berjalan - News | Good News From Indonesia 2025

Sistem Lareh, Mengenal Bagaimana Sistem Pemerintahan Masyarakat Suku Minang Berjalan

Sistem Lareh, Mengenal Bagaimana Sistem Pemerintahan Masyarakat Suku Minang Berjalan
images info

Suku Minangkabau merupakan suku mayoritas yang mendiami Provinsi Sumatra Barat. Mereka ssangat erat kaitannya dengan adat yang masih dipertahankan hingga saat ini. Hal tersebut terkait dengan nilai, norma, dan aturan yang menguat tentang bagaimana kehidupan politik dan sosial yang diatur di dalamnya, atau yang biasa disebut dengan sistem lareh.

Lareh merupakan sebuah payung hukum dan sistem pemerintahan adat yang digunakan oleh setiap nagari (kelurahan). Dalam bahasa Indonesia, lareh didefinisikan sebagai selarasan atau kesesuaian.

Dengan kata lain, lareh adalah sebuah sistem pemerintahan yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau yang mengatur kehidupan politik sosialnya untuk menciptakan keselarasan yang bersumber dalam ajaran adat.

Terdapat 4 sistem keselarasan yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Minangkabau di antaranya adalah Lareh Koto Piliang, Lareh Bodi Caniago, Lareh Nan Panjang, serta Lareh Nan Bunta.

Air Terjun Angku Lareh Dibersihkan Kembali Setelah Lama Terbengkalai

Menurut Sejarah, sistem lareh lahir dari dua nenek moyang masyarakat suku Minangkabau, yaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang.

Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang merupakan kakak adik dari ibu yang sama, tetapi bapak yang berbeda. Sistem lareh tersebut lahir karena adanya perselisihan di antara keduanya terkait tata cara berlangsungnya pemerintahan.

Datuak Katamanggungan sebagai seorang anak raja berpendapat bahwa keputusan tertinggi berada di tangan satu orang dan harus mempunyai tingkatan dalam pelaksanaan adatnya. Beliau beranggapan “Bajanjang Naiak, Batanggo turun, Manitiak dari langik”, yang artinya berjenjang naik, bertangga turun, menetes dari langit. (Arifin & Asril, 2018).

Datuak Katumanggungan membentuk sistem Lareh Koto Piliang. Lareh Koto Piliang adalah sistem lareh dengan bercorak “aristikratis”. Corak tersebut merupakan kekuasaan yang tersusun pada strata bertingkat atas hasil musyawarah pada tingkat pemimpin tertinggi seperti penghulu, manti (pembantu tugas penghulu), mualim (ahli agama), dan dubalang (kepala keamanan) dan harus dilaksanakan oleh kalangan dibawahnya.

Wilayah yang menganut Lareh Koto Piliang juga dapat disebut dengan Langgam Nan Tujuah, di antaranya Sungai Tarab (Pamuncak Koto), Simawang (Perdamaian Koto), Lubuak Atan (Pasak Kungkuan Koto), Batipuah (Harimau Campo Koto), Singkarak (Camin Taruih Koto), Tanjung Balik (Cumati Koto), dan Silungkang (Gajah Tongga Koto), serta beberapa daerah lainnya.

Sebaliknya, Datuak Parpatiah Nan Sabatang berpendapat bahwa sistem pemerintahan seperti yang dikatakan Datuak Katumanggungan hanya akan memunculkan keegoisan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan.

Kemudian Datuak Parpatiah Nan Sabatang mengembangkan sistem Lareh yang bernama Lareh Bodi Caniago.

Lareh Bodi Caniago adalah sistem lareh yang mengusung konsep yang jauh lebih humanis di mana bersifat demokrasi yaitu dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Sifat tersebut mencerminkan keselarasan dalam kewenangan pada konsep duduak samo randah, tagak samo tinggi (duduk sama rendah, berdiri sama tinggi).

Melestarikan Kearifan Minangkabau: Baralek Datuak Lareh Bodi Caniago di Nagari Sariak

Daerah yang menjadi bagian Lareh Bodi Caniago disebut sebagai Tambo “Tanjuang Nan Tigo, Lubuak Nan Tigo”. Daerah Tanjuang Nan Tigo di antaranya Sungayang, Barulak, dan Tanjuang Alam, sedangkan daerah Lubuak Nan Tigo di antaranya Sikarah, Simauang, dan Sipunaidi.

Di samping itu, terdapat daerah lain yang disebut Limo Kaum XII dan Sembilan Anak Koto yang mencakup, Tabek, Labuah, Parambahan, Salaganda, Lantai Batu, Rajo Dani, dan masih banyak lagi.

Terdapat dua Lareh lain yang berkembang di tanah minang, yaitu Lareh Nan Panjang dan Lareh Nan Bunta. Lareh Nan Panjang adalah lareh yang diciptakan oleh Datuak Bandaro Kayo yang merupakan anak dari Maharajo Dirajo sebagai raja kerajaan Pasumayam Koto Batu masa itu.

Datuak Bandaro Kayo menanamkan sistem adat pada kerajaan yang berdasarkan undang-undang si mumbang jatuah yang terbagi atas Sigamak dan Silamo.

Sedangkan Lareh Nan Bunta adalah lareh yang dianggap sebagai persilangan antara Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago yang disebut Lareh Nan Bunta. Lareh Nan Bunta lahir tercipta dari Datuak Bandaro Kuniang.

Ada tiga konsep pemerintahan yang dipakai dalam sistem lareh ini, yaitu Bapucuak Bulet (Berpucuk bulat) yang berarti keputusan ditetapkan secara tegas oleh petinggi adat; Baurek Tunggang (Berurat tunggang) yang berarti pemikiran matang melalui musyawarah; dan Tan di Langik Rajo di Sandi (Jauh di langit raja yang menjadi sendi) yang berarti apapun keputusannya harus berlandaskan pada hukum tuhan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.