arah baru imunisasi hingga digitalisasi kesehatan di pelosok luwuk banggai - News | Good News From Indonesia 2025

Arah Baru Imunisasi hingga Digitalisasi Kesehatan di Pelosok Luwuk Banggai

Arah Baru Imunisasi hingga Digitalisasi Kesehatan di Pelosok Luwuk Banggai
images info

Pagi itu, di tengah kokok ayam kampung dan celoteh ibu-ibu di balai desa, tunas perubahan sistem kesehatan Indonesia tumbuh bukan lewat robot atau gedung mewah. Namun, lewat meja lipat, buku posyandu, dan termos vaksin yang dibawa dengan semangat juang.

Saya, Adipatra Kenaro, menyaksikan sendiri semangat pelayanan ini hidup di pelosok Luwuk Banggai, dari Saluan sampai Karang Anyar.

Pada tempat-tempat yang bahkan Google Maps perlu berpikir dua kali untuk menampilkan jalurnya, para kader kesehatan tetap berdiri teguh. Mereka bukan hanya menjalankan prosedur, tapi juga jadi komunikator, pendidik, dan bahkan kadang pengantar jemput pasien.

Dari sinilah saya melihat bahwa imunisasi bukan sekadar urusan suntik-menyuntik, tapi soal menjaga harapan hidup generasi masa depan dengan segala cara yang mungkin.

Dan menariknya, negara pun mulai paham bahwa melayani kesehatan tak bisa lagi pakai cara lama. Maka masuklah strategi digital dengan sistem informasi imunisasi real-time, e-logistik vaksin, dan pencatatan gizi berbasis aplikasi.

Ya, digitalisasi mungkin terdengar seperti bahasa anak startup di ibu kota, tetapi ternyata pelan-pelan. Hal tersebut mulai dipeluk oleh para pejuang kesehatan di pelosok indonesia.

Posyandu sebagai Tulang Punggung Layanan Dasar

 Layananan Imunisasi Dikemas Dalam Kegiatan Posyandu di Luwuk Banggai. (Dokumentasi Pribadi)
info gambar

Kegiatan posyandu dengan imunisasinya masih menjadi tulang punggung layanan dasar, utamanya bagi ibu hamil, balita, remaja hingga lansia. Pada Desa Mulyoharjo misalnya, kegiatan posyandu imunisasi digelar rutin sebulan sekali, lengkap dengan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, pemberian makanan tambahan, vitamin, hingga penyuluhan.

Makanan tambahan juga diberikan kepada remaja dan lansia, yang juga rutin menerima vitamin, tablet tambah darah, hingga obat-obatan sesuai keluhan umum.

Masalah stunting juga masih menjadi perhatian utama, yang menurut kader lebih banyak disebabkan pola asuh yang kurang tepat daripada faktor ekonomi. Bahkan, pernah ada warga yang enggan ikut posyandu hingga perlu dijemput langsung oleh aparat desa untuk diberikan edukasi.

Kisah Misterius Makam Pendiri Surabaya, Ditemukan ketika Kebakaran Hebat Tahun 1980-an

Kerja sama antarunsur desa menjadi kunci kesuksesan seperti bidan desa, kader posyandu, aparat desa, dan puskesmas bersinergi aktif.

Puskesmas tak hanya memfasilitasi alat ukur, tetapi juga rutin melakukan sweeping dan monitoring teknis pelaksanaan di lapangan. Dari data, pengunjung rutin posyandu di Mulyoharjo ternyata bisa mencapai lebih dari 150 orang tiap bulan.

Desa Saluan pun mencatatkan kemajuan. Tahun 2023 ada enam kasus stunting. Namun, menurun jadi nol kasus per Februari 2024. Pemberian makanan tambahan ditargetkan langsung untuk bayi yang terdiagnosis stunting dengan menu kacang hijau, bubur ayam, telur, dan susu.

Desa ini juga telah mendeklarasikan status 100% ODF, didukung fasilitas air bersih dari sumur gali dan bor yang relatif stabil meski musim kemarau panjang.

Akan tetapi, hal ini masih ada catatan penting lain yakni dua bayi mengalami gizi kurang karena beban ekonomi keluarga dengan empat anak, dan satu kasus obesitas anak usia 11 tahun akibat konsumsi berlebihan susu formula sejak bayi.

Kader-kader daerah tersebut sudah memberi edukasi, meski keterbatasan intervensi langsung masih menjadi tantangan.

Cerita dari Lapangan, Kader Posyandu dalam Melayani Imunisasi

 Bersama Dengan Jajarang Kader Kesehatan, Bidan Puskesmas Hingga Staff Bagian Gizi Puskesmas. (Dokumentasi Pribadi)
info gambar

Cerita paling menyentuh justru datang dari para kader posyandu. Para perempuan tangguh ini adalah ujung tombak dari sistem layanan imunisasi. Pada balik senyum ramah mereka, tersembunyi kelelahan dari rumah ke rumah, mengajak warga untuk datang ke posyandu, menjelaskan pentingnya vaksin, bahkan menangkis mitos-mitos yang berkembang.

“Dulu banyak yang bilang imunisasi bikin anak sakit atau mandul, jadi kami harus sabar kasih tahu pelan-pelan,” ujar seorang kader di Karang Anyar.

Edukasi dari mulut ke mulut, lewat pengajian, arisan, hingga pertemuan RT menjadi sarana utama melawan hoaks. Bahkan, ketika posyandu berjalan tanpa program makanan tambahan, partisipasi masyarakat cenderung menurun.

Artinya, kehadiran kader dan program pendukung sangat vital dalam menjaga keberlanjutan imunisasi.

Serunya Liburan Sambil Belajar Budaya di Kampoeng Wisata Cinangneng Bogor

Meski diterpa dengan tantangan besar semangat mereka tak mudah surut. Banyak dari mereka tidak menerima upah tetap, hanya insentif kecil dari dana desa atau bantuan puskesmas. Namun, tanggung jawab sosial dan rasa cinta pada kampung halaman menjadikan mereka garda terdepan dalam perjuangan kesehatan masyarakat.

Digitalisasi Imunisasi, Teknologi yang Cocok untuk Daerah Pelosok

Namun, di balik cerita perjuangan itu, kita tidak boleh melupakan bahwa dunia terus berubah. Untuk mengimbangi tantangan zaman, Pemerintah Indonesia mulai mendorong arah baru dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya imunisasi. Salah satunya adalah melalui digitalisasi dan optimalisasi logistik kesehatan.

Melalui Sistem Informasi Imunisasi Terpadu (SIImun), kini data cakupan imunisasi bisa dimonitor secara real-time. Dalam pelaksanaan di tingkat desa, hal ini sangat membantu petugas puskesmas dalam menentukan lokasi dengan cakupan rendah, sekaligus mempercepat tindak lanjut.

Sistem ini terintegrasi dengan dashboard di Kementerian Kesehatan dan menjadi bagian dari inisiatif nasional untuk memperkuat ketahanan imunisasi pascapandemi.

Lebih lanjut, dukungan dari United Nations Development Programme (UNDP) juga mengalir lewat program digitalisasi logistik vaksin.

Salah satunya adalah penerapan e-logistik untuk memastikan vaksin tersimpan dan terdistribusi dengan baik, bahkan nantinya di wilayah terpencil seperti Luwuk Banggai.

Program ini juga beriringan dengan peningkatan kualitas data. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) mulai diperkenalkan kepada kader.

Mereka dilatih untuk mencatat pertumbuhan anak langsung ke aplikasi yang terintegrasi, menggantikan sistem manual yang rentan salah hitung.

Namun, tak semua berjalan mulus. Keterbatasan sinyal internet, kurangnya pelatihan, dan resistensi terhadap teknologi masih menjadi tantangan. Justru di sinilah letak perjuangan yang menarik.

Harapan dari Pelosok untuk Kesehatan di Masa Depan

 Beberpa Kegiatan Posyandu dan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Masyarakat. (Dokumentasi Pribadi)
info gambar

Dalam peliputan ini, saya melihat bahwa arah baru imunisasi dan layanan dasar kesehatan di Luwuk Banggai bukan hanya soal kebijakan dari atas, tapi juga soal keteguhan dari bawah.

Pemerintah pusat boleh meluncurkan sistem, tapi yang memastikan semua berjalan tetaplah para kader desa, bidan, dan perangkat lokal.

Mereka tak menunggu perintah untuk bergerak. Ketika anak-anak datang ke posyandu, mereka tak sekadar ditimbang, tapi dipeluk oleh sistem yang, meskipun sedang belajar digital, tetap berdetak dengan semangat gotong royong. Seperti kata seorang nenek di Saluan, “Posyandu itu tempat anak cucu kami jadi lebih sehat. Kami jaga, karena itu masa depan kami.”

Helmy Yahya Yakin Progam Makan Bergizi Gratis Bagus, Cuma...

Dan di balik setiap jarum vaksin yang menusuk lengan mungil anak-anak itu, tersimpan harapan: bahwa kesehatan adalah hak yang tidak boleh dikorbankan hanya karena seseorang lahir jauh dari pusat kota.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AK
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.