mengenal onomatope dalam bahasa indonesia - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Onomatope dalam Bahasa Indonesia

Mengenal Onomatope dalam Bahasa Indonesia
images info

Mengenal onomatope dalam bahasa Indonesia bisa jadi pengalaman seru buat kawan GNFI yang suka memperhatikan detail dalam bahasa. Bukan cuma sekadar "tik-tok" atau "meong", ternyata onomatope menyimpan cara unik dalam merekam bunyi dan menjadikannya bagian dari komunikasi.

Onomatope bukan cuma efek suara di komik atau film kartun. Dalam realitas sehari-hari, onomatope memperkaya bahasa lisan maupun tulisan—membuatnya lebih hidup dan ekspresif.

Saat bahasa lain punya "buzz", "woof", atau "ding-dong", bahasa Indonesia tidak kalah keren dengan "breng", "kukuruyuk", dan "cesss". Ini bukti bahwa budaya lokal juga punya cara khas dalam mengekspresikan suara.

Tapi, gimana sebenarnya cara kerja onomatope? Kenapa penting untuk dikenal, bahkan dalam dunia kreatif modern seperti penulisan konten, musik, hingga branding? Mari kupas bareng-bareng.

Apa Itu Onomatope?

Onomatope adalah kata yang meniru bunyi atau suara dari objek atau makhluk tertentu. Misalnya, suara ayam jantan di pagi hari yang jadi “kukuruyuk” atau suara ledakan kecil yang ditulis sebagai “duar”.

Dalam KBBI, istilah ini disebut juga “tiruan bunyi” dan termasuk dalam kategori leksem. Kata-kata ini sering muncul secara alami dalam percakapan atau narasi.

Contohnya bisa ditemui dalam puisi, cerita anak, bahkan iklan yang membutuhkan unsur bunyi untuk memperkuat emosi. Bahasa pun jadi terasa lebih hidup dan menggugah imajinasi pembaca.

Menariknya, setiap budaya punya versinya sendiri. Bunyi anjing menggonggong bisa jadi "guk-guk" di Indonesia, tapi "woof-woof" di Amerika.

Ragam Onomatope di Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia punya onomatope yang sangat beragam, tergantung konteks dan sumber suaranya. Umumnya terbagi dalam dua jenis: bunyi alam dan bunyi buatan.

Bunyi alam contohnya seperti “hujan deras: deres deras” atau “air mendidih: cesss”. Sementara bunyi buatan sering muncul dalam konteks buatan manusia, seperti “klakson: tin-tin” atau “pintu diketuk: tok-tok”.

Onomatope juga bisa ditemukan dalam ekspresi emosi seperti “uhuk” untuk batuk atau “ehem” untuk kode diam-diam. Ini menunjukkan bahwa suara juga bisa menyampaikan maksud tertentu.

Penggunaan onomatope dalam musik tradisional juga menarik untuk dicermati, seperti dalam alat musik gamelan yang menghasilkan “dang”, “ting”, dan “dung”.

Peran Onomatope dalam Budaya Pop

Onomatope bukan hanya hidup di buku pelajaran atau komik anak-anak. Banyak karya pop seperti lagu rap, film animasi, hingga konten TikTok yang memakai onomatope sebagai senjata gaya.

Misalnya, dalam lirik lagu-lagu viral, sering muncul bunyi “bam”, “tsah”, atau “tsk” yang memberi efek dramatis. Ini membantu audiens lebih larut dalam suasana lagu.

Dalam komik Indonesia seperti Si Juki, suara “plak”, “ngik”, dan “krusuk” jadi bagian penting dari storytelling visual. Begitu juga di dunia game lokal yang memakai onomatope untuk memperkuat efek aksi.

Tren ini menunjukkan kalau bahasa bunyi bukan cuma lucu-lucuan, tapi punya nilai estetika dan komunikasi yang kuat. Apalagi dalam era konten digital yang serba cepat dan butuh penekanan instan.

Onomatope dalam Dunia Kreatif

Di dunia penulisan, onomatope bisa menjadi alat yang powerful untuk membangun suasana. Penulis cerita horor misalnya sering menggunakan “krek”, “gubrakk”, atau “sssshh” untuk menggambarkan suasana tegang.

Dalam iklan, suara seperti “cesss” dari minuman dingin bisa memunculkan sensasi kesegaran secara instan. Tanpa harus dijelaskan panjang lebar, bunyi itu langsung menyentuh indera pembaca.

Branding produk juga bisa memakai onomatope untuk menciptakan nama yang mudah diingat, seperti snack dengan nama "Krak" atau "Kress". Efeknya instan dan catchy di telinga.

Tak sedikit pula campaign sosial yang memakai suara-suara khas untuk menciptakan efek kejut atau dramatisasi pesan. Ini jadi bukti bahwa onomatope punya fungsi yang fleksibel dan kontekstual.

Pentingnya Mengenalkan Onomatope ke Generasi Muda

Mengenalkan onomatope sejak dini bisa bantu memperkaya kosakata anak-anak dan membuat mereka lebih peka terhadap bunyi di sekitar. Ini juga meningkatkan kemampuan deskriptif mereka dalam bercerita.

Sayangnya, onomatope sering dianggap remeh karena terlihat seperti “bahasa main-main”. Padahal, dalam linguistik, onomatope adalah bukti bahwa bahasa bisa sangat intuitif dan kreatif.

Kawan GNFI juga bisa menjadikan onomatope sebagai cara mempererat hubungan lintas generasi. Lewat dongeng, cerita rakyat, atau permainan tradisional yang penuh suara-suara khas.

Kini saatnya memberi tempat istimewa untuk onomatope di panggung bahasa. Sebab suara bukan sekadar bunyi, tapi identitas, cerita, dan cara manusia menjembatani dunia sekitar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FM
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.