Stella Christie adalah ilmuwan kognitif kelahiran Medan, Sumatra Utara, yang sudah menempatkan namanya di dunia akademis nasional maupun internasional. Jejak pendidikannya mentereng di mana ia tercatat sebagai lulusan Universitas Harvard dan Universitas Northwestern.
Selepas mengenyam pendidikan, Stella menjabat sebagai guru besar di Universitas Tsinghua, Beijing, Tiongkok, dengan memegang posisi sebagai Research Chair serta direktur Child Cognition Center. Ia turut aktif di berbagai organisasi ilmiah, di antaranya Cognitive Science Society, perkumpulan untuk peneliti ilmu kognitif yang berdiri sejak 1979.
Kini Stella mengabdi di pemerintah Republik Indonesia. Ia ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Wakil Menteri (Wamen) Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dalam Kabinet Merah Putih periode 2024-2029.
Sebagai akademisi, Stella mengerti akan sistem pendidikan tanah air. Salah satu yang ia kritisi ialah mengenai penelitian skripsi beratus-ratus halaman yang menjadi syarat lulus dari perguruan tinggi di Indonesia.
Skripsi Banyak Halaman Itu Prosedural
Quantity over quality, itulah kasus yang dilihat Stella saat membicarakan penelitian skripsi yang dilakukan mahasiswa dan mahasiswi Indonesia. Ia menilai skripsi seringnya ditulis berhalaman-halaman dan itu terlalu prosedural.
“Sebagai kita enggak lupa aja, paper-nya (Albert) Einstein, The General Theory of Relativity, itu cuman 9 halaman mengubah dunia. Coba bayangin kalau waktu itu Einstein belajarnya di Indonesia dan diharuskan menulis skripsi 100 halaman, enggak akan ada yang baca,” ucap Stella kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Menurut Stella alangkah baiknya perguruan tinggi Indonesia terlalu berpatokan dengan cara prosedural saat meminta para peserta didiknya menggelar penelitian demi meraih status lulus. Sebab cara seperti itu nantinya akan mengorbankan kualitas dan akan mengurangi dampak setelah penelitian ke kehidupan.
“100 halaman buat apa? Di jurnal-jurnal yang paling top, nature, science, cuman boleh satu halaman kalau publikasi. Itulah yang harus kita pikirkan. Kita harus menjauh dari atau bergeser dari yang namanya syarat prosedural,” ujarnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News