berusia 540 tahun masjid peninggalan cicit raja majapahit ini masih berdiri kokoh di bantul - News | Good News From Indonesia 2025

Berusia 540 Tahun, Masjid Peninggalan Cicit Raja Majapahit Ini Masih Berdiri Kokoh di Bantul

Berusia 540 Tahun, Masjid Peninggalan Cicit Raja Majapahit Ini Masih Berdiri Kokoh di Bantul
images info

Sejumlah masjid wilayah Bantul, Yogyakarta mempunyai sejarah yang menarik untuk dikulik, salah satunya adalah Masjid Sabilurrosya'ad di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul. Selain dibangun oleh cicit dari Raja Majapahit, usia dari masjid ini sudah 540 tahun.

Dimuat dari Detik, masjid ini dibangun oleh Panembahan Bodho atau Raden Trenggono yang merupakan keturunan darah biru di Kerajaan Demak. Setelah mendapat bimbingan agama dari Sunan Kalijaga, dia membangun masjid ini pada tahun 1485 Masehi.

Ibadah Didalam Kapal, Kenapa Tidak?

"Ini satu-satunya Masjid peninggalan Raden Trenggono atau Panembahan Bodho. Beliau itu keturunan darah biru di (Kerajaan) Demak tapi dia memilih untuk datang ke sini (Kauman) dan menyebarkan islam, tepatnya pasca bertemu Sunan Kalijaga," ujar Takmir Masjid Sabilurrosya'ad, Nur Jauzak (52).

Raden Trenggono mendapatkan julukan Panembahan Bodho dari Sunan Kalijaga. Karena saat itu, Raden Trenggono mengira suara gemuruh di Pantai selatan sebagai tanda serangan Portugis, padahal suara tersebut berasal dari deburan ombak di Pantai Selatan.

"Selain itu saat disuruh Sunan Kalijaga bertapa, Raden Trenggono masih membawa bekal makanan. Karena dinilai kurang pengalaman maka Sunan Kalijaga memberi sebutan Raden Trenggono dengan Ki Bodho," katanya.

"Kalau gelar Panembahan itu didapat Ki Bodho saat wilayah terung dikuasai Mataram. Karena rasa hormat beliau kepada pewaris dan keturunan Adipati Terung, Panembahan Senopati memberi penghargaan yang lebih tinggi kepada Ki Bodho dengan tanah perdikan di sebelah timur Sungai Progo ke utara sampai Gunung Merapi, dan karena sebagai tanah perdikan maka Ki Bodho diberi gelar Panembahan," imbuh Nur.

Lebih dikenal dengan nama Masjid Kauman

Dinukil dari Tempo, masjid ini lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama Masjid Kauman. Hal ini karena letak masjid ini yang berada di Kampung Kauman.

Tetapi petugas dari kantor agama melakukan pendataan masjid, nama Masjid Kauman sudah banyak digunakan. Karena itu masjid ini diberi nama Syabiilurrosya’ad yang dalam bahasa Arab berarti penunjuk jalan.

Karangan, Kue Rumput Laut Khas Bantul yang Mulai Langka, Sudah Pernah Coba?

"Harus ada identitas nama masjid, bukan nama kampungnya," ucap Nur. 

Arsitektur masjid Sabilurrosyad khas Jawa, dengan nuansa Arab Islami. Arsitektur masjid Sabilurrosyad juga dipengaruhi oleh alkuturisasi dari budaya lokal dan Hindu-Budha.

Hal ini terlihat dari keberadaan watu gilang yang merupakan peninggalan umat Hindu. Di mana Yoni berfungsi sebagai penanda tempat atau sarana persembahan untuk ibadah umat Hindu.

Selain itu, tepat di samping watu gilang terdapat pula sebuah jam matahari atau dalam bahasa Jawa disebut jam Bancet. Nur menjelaskan bahwa jam yang dalam bahasa Arab disebut jam istiwak ini bukan peninggalan Panembahan Bodho.

“Ini (jam Bancet) termasuk baru, buatan tahun 1950 dari pabrik di Magelang ini. Fungsi jam ini dulu untuk memudahkan masyarakat mengetahui waktu salat, karena dulu masyarakat sempat kesulitan menentukan waktu salat," ucapnya.

Direnovasi

Nur mengungkapkan sudah dilakukan beberapa kali renovasi di masjid tersebut. Pemugaran itu terpaksa dilakukan karena kapasitas Masjid tak mampu lagi menampung jemaah.

"Sudah beberapa kali dipugar, terakhir itu tahun 1982 saat memperbaiki serambi Masjid. Kalau satu-satunya peninggalan yang masih utuh hanya bedug dan watu gilang di samping jam matahari itu," ucap Nur.

Tetapi masih ada tradisi dari Raden Trenggono yang bertahan yaitu takjil bubur sayur lodeh ketika bulan Ramadan di Masjid Sabilurrosyad.

Pesona Hutan Pinus Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul

" Warisan panembahan Bodho adalah Takjil Bubur Sayur lodeh. Dulu takjil bubur menjadi menu utama di Masjid Kauman Wijirejo yang kini bernama Masjid Sabilurroasyad." jelasnya.

"Sebab bubur memiliki makna yang luas dan salam. Salah satunya bubur yang lembut sangat cocok untuk makanan setelah puasa karena teksturnya lembut. Makna lain dalam menyebarkan agama Islam Panembahan Bodho dengan penuh kelembutan tanpa kekerasan," pungkasnya.

Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.