Di tengah upaya global untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Indonesia terus melakukan reformasi pendidikan yang signifikan. Salah satu langkah besar yang diambil adalah menyediakan pendidikan gratis di setiap jenjang, mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas.
Kebijakan ini menjadi salah satu fokus utama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDG), khususnya pada Quality of Education (Pendidikan Berkualitas). Poin tersebut menekankan bahwa pada tahun 2030, semua anak-anak di seluruh dunia dapat menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya.
Pendidikan Dasar dan Menengah Gratis di Bawah SDG Point 4
Sebagai bagian dari komitmen untuk SDG Point 4, pemerintah Indonesia menargetkan pendidikan dasar dan menengah akan sepenuhnya gratis dan dapat diakses oleh seluruh anak Indonesia.
SDG Quality of Education Point 4 menekankan jika setiap anak, harus menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya, dengan kualitas yang setara dan menghasilkan capaian pembelajaran yang relevan dan efektif.
Di Indonesia, kebijakan pendidikan gratis ini telah diimplementasikan dengan tujuan untuk menjembatani kesenjangan pendidikan antara daerah pedesaan dan perkotaan, serta meningkatkan capaian pendidikan bagi semua anak.
Upaya Mewujudkan SDG Desa Sehat dan Sejahtera Melalui Revitalisasi Taman Desa Mlorah
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat penyelesaian pendidikan dasar (SD/sederajat) telah mencapai 97,83%.
Namun, meski tingkat penyelesaian di jenjang pendidikan menengah pertama (SMP/sederajat) mencapai 90,44%, angka tersebut turun drastis di jenjang pendidikan menengah atas (SMA/sederajat), di mana hanya 66,79% siswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan.
Tantangan Baru di Dunia Pendidikan, Calon Guru Harus Melek Teknologi
Namun, menyediakan pendidikan gratis bukanlah satu-satunya tantangan. Tantangan besar lainnya yang harus dihadapi adalah memastikan bahwa para pendidik atau calon guru mampu memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran.
Di abad ke-21, guru tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan mengajar konvensional, tetapi juga harus mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Hal ini sejalan dengan peningkatan penggunaan teknologi dalam sistem pendidikan, terutama setelah pandemi COVID-19 yang memaksa sekolah dan universitas untuk beralih ke pembelajaran daring.
Pendidikan berbasis teknologi semakin relevan, terutama dalam mengurangi kesenjangan akses terhadap sumber belajar berkualitas. Namun, menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020, masih terdapat 8.522 sekolah di Indonesia yang belum teraliri listrik dan 42.159 sekolah yang belum terakses internet.
Sebagian besar sekolah tersebut berada di jenjang SD dengan jumlah mencapai 32.914 sekolah.
Respon Tantangan Pendidikan, UNISMA Gelar Gallery Walk untuk Pendidikan Berkualitas
Sebagai respon terhadap tantangan ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan berbagai program pelatihan untuk calon guru, khususnya dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) juga menjadi sasaran utama program ini.
Salah satu contoh nyata adalah yang dilakukan oleh mahasiswa PPG Prajabatan UNISMA Gelombang 2 Tahun 2024 Bidang Studi Bahasa Inggris Kelas B.
Capai Tujuan SDG dan Visi Indonesia 2030 Melalui Kawasan Konservasi Baru di Maluku
Pada Kamis, 26 September 2024, para mahasiswa ini menggelar Gallery Walk dengan tema Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dalam Pendidikan Berkualitas.
Kegiatan ini merupakan upaya para calon guru untuk mengintegrasikan teknologi dan SDG dalam praktik pendidikan mereka, sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang lebih menarik dan relevan di era digital ini.
PISA dan Literasi di Indonesia, Realitas yang Harus Dibenahi
Meski begitu, meskipun upaya meningkatkan akses pendidikan dan keterampilan guru terus digalakkan, hasilnya belum sepenuhnya optimal dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa di Indonesia.
Hal ini terlihat dari hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022 yang menempatkan Indonesia di peringkat 66 dari 81 negara, atau termasuk dalam 15 negara terbawah di dunia.
Pada kemampuan literasi, siswa Indonesia hanya mampu mencapai skor 359, jauh di bawah rata-rata dunia yang berada di angka 469.
Untuk kemampuan matematika, skor rata-rata siswa Indonesia adalah 366, sedikit lebih baik, tetapi masih berada di bawah rata-rata dunia yaitu 358.
Rendahnya peringkat PISA ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Meskipun banyak siswa yang mampu menyelesaikan jenjang pendidikan dasar hingga menengah, hasil pembelajaran mereka sering kali tidak sesuai dengan standar global.
Angka Melek Huruf, Kemajuan yang Signifikan, Tantangan Tetap Ada
Namun, di sisi lain, tingkat melek huruf di Indonesia menunjukkan kemajuan yang cukup baik. Berdasarkan laporan BPS tahun 2023, angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia mencapai 96,53%, yang berarti 96 dari 100 orang dewasa di Indonesia memiliki kemampuan membaca dan menulis.
Persentase ini meningkat 0,18% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 96,35%. Angka tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Namun, masih terdapat kesenjangan antara gender, di mana angka melek huruf penduduk laki-laki mencapai 97,77%, sedangkan perempuan 'hanya' 95,29%.
Pendidikan di Era Teknologi, Perlu Dukungan Infrastruktur
Selain tantangan di bidang literasi, infrastruktur pendidikan juga menjadi perhatian utama. Meskipun teknologi semakin menjadi komponen penting dalam pendidikan, masih ada sekolah-sekolah yang belum memiliki akses memadai terhadap listrik dan internet.
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa ribuan sekolah di Indonesia, terutama di daerah terpencil, masih belum terakses listrik dan internet. Dari 179.097 satuan pendidikan, hanya sebagian yang memiliki akses penuh ke infrastruktur ini.
10 Orang Dari Seluruh Dunia Terpilih Sebagai SDG Pioneers 2018, Salah Satunya Dari Indonesia
Ketiadaan akses teknologi di beberapa sekolah ini tentu menjadi hambatan besar dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yang setara bagi semua siswa.
Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah yang tertinggal agar tidak terjadi kesenjangan dalam kualitas pendidikan.
Rasio Guru dan Murid, Tantangan dalam Pembelajaran yang Personal
Selain infrastruktur, tantangan lain yang dihadapi adalah rasio guru dan murid. Menurut data BPS 2023, rasio guru dan murid di tingkat SD adalah 1:20, di tingkat SMP 1:15, dan di tingkat SMA 1:12.
Meski angka ini terbilang cukup ideal di beberapa daerah, realitasnya masih banyak daerah dengan rasio yang jauh lebih tinggi, terutama di daerah terpencil dan kurang berkembang.
Hal ini berdampak pada kualitas pembelajaran, di mana guru tidak mampu memberikan perhatian yang cukup pada setiap siswa.
Menuju Pendidikan Berkualitas dan Setara
Revolusi pendidikan abad ke-21 di Indonesia membawa banyak harapan dan tantangan. Di satu sisi, pemerintah telah berkomitmen untuk menyediakan pendidikan gratis di setiap jenjang, dengan tujuan meningkatkan literasi dan numerasi siswa.
Di sisi lain, tantangan infrastruktur, teknologi, dan kualitas pembelajaran masih harus diatasi. Upaya untuk mempersiapkan calon guru agar lebih melek teknologi, seperti yang dilakukan oleh mahasiswa PPG Prajabatan UNISMA, merupakan langkah penting dalam menghadapi tantangan pendidikan di era digital ini.
Semoga dengan kolaborasi antara pemerintah, pendidik, dan masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan pendidikan berkualitas yang setara untuk semua.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News