Pemerintah Indonesia telah membentuk Danantara, sovereign wealth fund (SWF) yang akan mengelola aset negara dengan nilai lebih dari USD 900 miliar.
Dana investasi ini diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 8%, jauh melampaui proyeksi lembaga keuangan dunia seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB, yang memperkirakan pertumbuhan Indonesia di angka 5% hingga 5,1% pada 2025.
Namun, seberapa realistis target ini? Apakah Danantara benar-benar bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru bagi Indonesia?
Belajar dari Singapura dan Malaysia: Mengapa Danantara Bisa Menjadi Game-Changer bagi Indonesia?
Danantara: Peluang dan Potensi Bagi Ekonomi Indonesia
Sebagai SWF pertama di Indonesia, Danantara hadir dengan ambisi besar: mengoptimalkan investasi negara di sektor-sektor strategis seperti hilirisasi nikel, manufaktur, kecerdasan buatan, produksi pangan, hingga energi terbarukan.
Konsep ini meniru keberhasilan Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia, yang telah terbukti sukses dalam mengelola aset negara serta meningkatkan daya saing ekonomi mereka. Konsep serupa juga telah diterapkan di berbagai negara seperti Norwegia, Uni Emirat Arab, Cina, Kuwait, serta Arab Saudi.
Sebagai lembaga SWF, Danantara bertujuan untuk mengelola kekayaan negara secara lebih efisien dan berkelanjutan. Dana ini biasanya bersumber dari surplus perdagangan, pendapatan ekspor sumber daya alam, atau cadangan devisa.
Presiden Prabowo Subianto melihat Danantara sebagai superholding BUMN yang akan menjadi solusi strategis dalam mengoptimalkan aset negara. Ia menilai bahwa pengelolaan BUMN melalui investasi dividen ke industri berjangka panjang akan meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan pelat merah di level internasional.
"Kita ingin melihat lebih banyak BUMN Indonesia masuk dalam daftar Global Fortune 500, membuktikan bahwa Indonesia bukan sekadar pengikut, tetapi Indonesia juga dapat menjadi pelopor dan pemimpin dalam perekonomian dunia," kata Presiden Prabowo.
Prabowo Bentuk Badan Pengelola Investasi Danantara, Apa Fungsi dan Tugasnya?
Target Pertumbuhan Ekonomi 8%: Ambisius atau Realistis?
Salah satu tujuan utama Danantara adalah mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Beberapa sektor dinilai memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju target yang diharapkan.
Hilirisasi sumber daya alam, seperti nikel, bauksit, dan tembaga, menjadi salah satu strategi utama untuk meningkatkan nilai tambah industri dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Selain itu, sektor manufaktur dan teknologi, termasuk kecerdasan buatan serta pengembangan pusat data, juga dianggap sebagai pendorong utama transformasi ekonomi. Di sisi lain, energi baru dan terbarukan menjadi fokus penting seiring dengan tren global menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Tak kalah strategis, sektor produksi pangan dan akuakultur berperan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan.
Ahmad Cholis Hamzah, akademisi dan mantan staf khusus ekonomi kedutaan menilai Danantara sebenarnya bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi. Namun memang perlu mempertimbangkan banyak hal.
‘Memang agak sulit dicapai mengingat pertumbuhan sebesar 8% itu dengan syarat faktor-faktor lain tidak berubah (ceteris paribus),” ujarnya kepada GNFI.
Lebih lanjut, Cholis menegaskan bila ada faktor yang berubah misalnya masih maraknya praktek korupsi, rendahnya produktivitas, meningkatnya proteksionisme negara-negara lain, maraknya PHK dsb, maka ambisi target pertumbuhan 8% itu sulit dicapai.
Di tengah optimisme terhadap Danantara, kekhawatiran publik juga muncul. Banyak pihak membandingkan SWF ini dengan skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang berujung pada salah satu skandal korupsi terbesar di dunia.
Mengenal Rosan Roeslani, CEO Danantara yang Juga Menjabat sebagai Menteri Investasi
Pentingnya Audit, Pengawasan, dan Kepercayaan Publik
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan Danantara adalah sistem audit yang transparan dan independen.
Cholis menilai bahwa pemerintah harus memastikan audit Danantara dilakukan secara ketat, baik oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), KPK, maupun lembaga audit internasional.
“Audit harus dilakukan secara berkala dan hasilnya diumumkan ke publik. Jika tidak ada transparansi, maka wajar jika masyarakat curiga dan tidak percaya pada Danantara,” katanya.
Selain itu, ia menekankan bahwa pengelola Danantara harus benar-benar independen dan memiliki rekam jejak bersih di dunia investasi. “Jangan sampai ada kepentingan politik yang bermain di dalamnya. Itu hanya akan merusak kredibilitas Danantara di mata investor dan masyarakat,” tambahnya.
Belakangan, muncul narasi di media sosial yang mendorong masyarakat untuk menarik dana dari bank BUMN dan beralih ke bank swasta. Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran terhadap peran bank-bank BUMN dalam mendukung Danantara.
Cholis menilai bahwa fenomena ini harus diwaspadai, karena bisa berdampak pada stabilitas sistem keuangan nasional.
“Jika kepercayaan masyarakat terhadap bank BUMN turun, dampaknya bisa sistemik. Bank-bank kecil juga bisa terkena imbasnya, dan ini bisa memicu krisis kepercayaan di sektor perbankan,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah untuk mengembalikan kepercayaan publik, termasuk dengan memberikan informasi yang transparan dan kredibel mengenai Danantara serta memastikan bahwa bank BUMN tetap dalam kondisi sehat.
Siapa Itu Dony Oskaria yang Ditunjuk Jadi COO Danantara? Ini Kiprah dan Rekam Jejaknya!
Harapan untuk Danantara: Mampukah Menjadi Temasek Indonesia?
Di tengah ekspektasi besar terhadap Danantara, muncul pertanyaan mendasar:
Mampukah Indonesia menciptakan SWF yang sukses seperti Temasek Holdings di Singapura?
Temasek telah lama menjadi contoh ideal SWF yang mampu mengelola aset negara secara efisien, menghasilkan keuntungan berkelanjutan, dan menjaga independensinya dari intervensi politik. Model inilah yang diharapkan bisa diterapkan dalam pengelolaan Danantara.
"Namun Danantara itu bila ingin berhasil meniru lembaga yang sama milik Singapura yakni Temasek Holdings, maka Danantara harus dikelola secara profesional dan prudence, terbuka untuk diaudit oleh lembaga audit baik nasional maupun internasional serta jauh dari kepentingan politik dan segelintir oligarki," jelasnya.
Salah satu faktor kunci kesuksesan Temasek adalah independensi manajemennya. Pemerintah Singapura tidak mencampuri kebijakan investasi Temasek, sehingga perusahaan tersebut dapat membuat keputusan bisnis murni berdasarkan pertimbangan ekonomi.
Jika Danantara ingin meniru kesuksesan itu, maka intervensi politik harus dijauhkan dari pengelolaan dana ini.
"Sebab dengan informasi yang tidak transparan, maka muncul keraguan-keraguan di masyarakat," tambahnya.
Ketidakjelasan dalam pengelolaan aset negara bisa berujung pada krisis kepercayaan, yang pada akhirnya akan menghambat tujuan utama pendirian SWF ini.
Bila Indonesia benar-benar ingin menjadikan Danantara sebagai "Temasek versi Indonesia", maka good governance, transparansi, dan independensi mutlak harus ditegakkan.
Mengenal Pandu Patria Sjahrir, Keponakan Luhut yang Jadi CIO Danantara
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News