Kawan GNFI, Indonesia mencatat peningkatan signifikan dalam produksi padi pada Januari 2025. Berdasarkan hasil pengamatan Kerangka Sampel Area (KSA), luas panen padi pada bulan ini mencapai 0,42 juta hektare, meningkat 41,84% dibandingkan Januari 2024 yang hanya sebesar 0,29 juta hektare.
Seiring dengan peningkatan luas panen, produksi padi juga mengalami kenaikan sebesar 42,32%, dari 1,52 juta ton gabah kering giling (GKG) di Januari 2024 menjadi 2,16 juta ton GKG di Januari 2025.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada Januari 2025 diperkirakan mencapai 1,24 juta ton, mengalami peningkatan 42,21% dibandingkan produksi Januari 2024 yang sebesar 0,87 juta ton.
Kenaikan produksi ini tentunya merupakan kabar baik bagi ketahanan pangan nasional, mengingat pada tahun sebelumnya Indonesia menghadapi tantangan besar akibat fenomena El Niño. Cuaca ekstrem yang melanda pada 2024 menyebabkan musim kemarau panjang, yang berdampak pada menurunnya produksi padi hingga 2,43% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menelusuri Jejak Pabrik Gula di Ketintang Surabaya, Berubah dari Pabrik Beras ke Perumahan
Untuk memastikan ketersediaan pangan di dalam negeri, pemerintah melalui Perum Bulog menargetkan pengadaan 3 juta ton beras dari produksi dalam negeri pada 2025, meningkat dari hanya 1,27 juta ton pada tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor beras, yang pada 2024 mencapai 3,7 juta ton.
Lebih lanjut, potensi luas panen pada Februari–April 2025 diperkirakan mencapai 4,14 juta hektare, meningkat 0,87 juta hektare dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, potensi produksi padi pada periode tersebut diprediksi mencapai 22,06 juta ton GKG, yang jika dikonversikan menjadi beras akan menjadi tambahan stok yang sangat besar bagi kebutuhan pangan nasional.
Tantangan Besar: Regenerasi Petani di Indonesia
Meskipun peningkatan produksi padi menjadi angin segar bagi sektor pertanian, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam hal regenerasi petani.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), hanya sekitar 10% dari total petani di Indonesia yang berusia di bawah 35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit generasi muda yang tertarik untuk terjun ke sektor pertanian.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan rendahnya minat anak muda terhadap profesi petani antara lain:
1. Stigma Profesi Petani yang Kurang Menarik
Profesi petani sering kali dianggap sebagai pekerjaan berisiko tinggi dengan pendapatan yang tidak stabil. Berdasarkan data BPS, rata-rata pendapatan petani pada 2020 hanya sekitar Rp1,5 juta per bulan, jauh lebih rendah dibandingkan standar upah minimum di banyak daerah.
Selain itu, banyak orang tua yang justru menyarankan anak-anak mereka untuk meninggalkan dunia pertanian dan mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti di sektor industri atau perkantoran.
2. Minimnya Akses ke Teknologi Pertanian Modern
Sebagian besar petani di Indonesia masih menggunakan metode pertanian tradisional, dengan alat-alat yang kurang efisien. Teknologi seperti drone untuk pemantauan lahan, sistem irigasi otomatis, dan aplikasi manajemen pertanian masih jarang digunakan.
Indonesia Ucapkan Selamat Tinggal pada Impor Gula dan Beras, Swasembada Pangan di Depan Mata
Padahal, di negara-negara maju, pertanian sudah semakin berkembang dengan memanfaatkan Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan teknologi sensor tanah untuk meningkatkan produktivitas.
3. Sulitnya Akses Permodalan bagi Petani Muda
Kendala utama lainnya adalah akses modal yang terbatas. Banyak petani muda kesulitan mendapatkan kredit pertanian, karena prosedurnya yang rumit dan membutuhkan jaminan yang tidak mereka miliki.
Akibatnya, mereka kesulitan untuk membeli alat pertanian modern, pupuk berkualitas, atau menyewa lahan yang lebih luas untuk meningkatkan hasil panen.
4. Infrastruktur Pertanian yang Masih Kurang Memadai
Masalah lain yang dihadapi oleh petani di Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur, seperti jalan akses ke lahan pertanian, sistem irigasi, dan fasilitas penyimpanan hasil panen.
Banyak petani yang mengalami kerugian pascapanen karena kurangnya fasilitas penyimpanan yang baik, sehingga hasil panen cepat mengalami penurunan kualitas sebelum sampai ke pasar.
Langkah Nyata untuk Menarik Generasi Muda ke Dunia Pertanian
Agar regenerasi petani dapat berjalan dengan baik dan memastikan keberlanjutan produksi pangan nasional, diperlukan langkah-langkah konkret, seperti:
- Modernisasi Pertanian:
Pemerintah perlu mempercepat adopsi teknologi digital dalam sektor pertanian, seperti penggunaan drone, sistem irigasi otomatis, dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. - Penyediaan Insentif bagi Petani Muda:
Pemberian kredit berbunga rendah dan program hibah khusus untuk petani muda dapat membantu mereka memulai usaha pertanian tanpa beban finansial yang berat. - Edukasi dan Perubahan Citra Profesi Petani:
Program edukasi dan kampanye positif perlu dilakukan untuk mengubah stigma profesi petani. Sekolah-sekolah dapat memasukkan kurikulum agribisnis modern, sementara media sosial dapat digunakan untuk menampilkan kisah sukses petani muda yang inovatif. - Peningkatan Infrastruktur dan Akses Pasar:
Pemerintah harus membangun infrastruktur yang lebih baik, termasuk jalan desa, sistem irigasi yang efisien, dan fasilitas penyimpanan hasil pertanian agar petani tidak mengalami kerugian pascapanen. - Program Inkubasi dan Pelatihan Kewirausahaan Pertanian:
Kolaborasi antara pemerintah, universitas, dan sektor swasta dapat menciptakan program pelatihan pertanian berbasis teknologi dan bisnis, sehingga generasi muda dapat melihat pertanian sebagai peluang usaha yang menjanjikan.
Menjaga Masa Depan Ketahanan Pangan Indonesia
Peningkatan produksi padi di Indonesia pada Januari 2025 adalah sebuah pencapaian besar bagi sektor pertanian nasional. Namun, jika tidak diimbangi dengan regenerasi petani yang memadai, ketahanan pangan di masa depan bisa berada dalam risiko.
Diperlukan sinergi antara pemerintah, petani, akademisi, dan sektor swasta untuk menciptakan lingkungan pertanian yang lebih menarik bagi generasi muda. Dengan inovasi dan modernisasi yang tepat, Indonesia dapat memastikan keberlanjutan sektor pertanian dan kedaulatan pangan dalam jangka panjang.
Kawan GNFI, bagaimana menurut kalian? Apa langkah terbaik untuk menarik minat anak muda menjadi petani? Mari berdiskusi di kolom komentar!
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News