Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keragaman suku, ras, bahasa, agama, dan kebudayaannya. Masing-masing yang menjadikannya sebuah aset kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Berdasarkan data sensus dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2010, setidaknya sudah tercatat sebanyak 1.340 jumlah suku di Indonesia, di antaranya terdapat suku-suku mayoritas seperti suku Jawa, Sunda, Madura, Batak, Papua, Dayak, dan Bugis.
Maka, tak heran jika di Indonesia terdapat banyak sekali jenis upacara adat yang sering dilakukan, baik itu dalam kegiatan kebudayaan hingga acara-acara formal seperti pernikahan.
Salah satu prosesi adat yang cukup unik untuk dibahas adalah ritual Hel Keta yang berasal dari masyarakat suku Dawan, sebuah etnis mayoritas dari pulau Timor bagian tengah.
Apa sih yang dimaksud upacara hel keta? Apa yang melatarbelakangi adanya upacara adat tersebut? Lalu apa makna filosofis yang terkandung di dalamnya? Mari, kita simak bersama-sama.
Apa itu Upacara Hel Keta?
Upacara adat Hel Keta merupakan sebuah awal dari prosesi pernikahan adat masyarakatDawan, yang dilatarbelakangi oleh pertikaian besar yang dilakukan oleh dua belah suku, yaitu Suku Son Besa dan Suku Lake.
Permusuhan antara kedua suku tersebut meninggalkan sejarah kelam bagi masyarakat Dawanseperti peperangan, perkelahian, perbedaan pendapat, yang pada saat ini disebut dengan Lasi Bata.
Lasi Bata sendiri memiliki makna bahwa manusia di zaman sekarang harus dapat meninggalkan segala macam keburukan, perseteruan, dan permusuhan di masa lalu yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Proses penghilangan Lasi Bata inilah yang disebut dengan upacara Hel Keta yang bertujuan untuk memperbaiki permusuhan dan perpecahan yang dulu pernah terjadi di antara suku-suku di masa lampau.
Baca juga: Kisah Kampung Kasih Sayang di Langkat, Susah Senang Ditanggung Warga Bersama
Hingga saat ini, prosesi upacara adat Hel Keta masih sering dilakukan, terutama bagi pasangan-pasangan dari suku Dawan yang ingin menikah. Tujuannya agar kedua belah pihak dari mempelai wanita dan laki-laki dapat terbebas dari permusuhan yang dimulai oleh para leluhur mereka di masa lalu.
Hal tersebut menjadi sebuah prosesi adat yang sangat penting dan tabu untuk dilanggar oleh masyarakat Dawan. Sebab, mereka percaya bahwa pelanggaran dan kelalaian dalam melaksanakan Hel Keta dapat mengakibatkan pasangan tersebut menjadi tidak harmonis, tidak dapat memperoleh keturunan, hingga kecelakaan.
Prosesi Upacara Hel Keta
Ritual upacara Hel Keta biasanya dilaksanakan oleh para tetua adat atau yang biasa disebut Atoin Ahinat Sin, yang pada umumnya dilakukan di sebuah sungai atau kali yang airnya mengalir.
Prosesi upacara yang dilakukan diatas sungai yang mengalir ini merupakan simbol pelepasan Lasi Bata yang ditinggalkan oleh para leluhur. Dengan demikian, kedua belah pihak, baik itu dari keluarga calon mempelai laki-laki dan perempuan, dapat memulai kembali hubungan baik dan persahabatan mereka tanpa ada lagi permusuhan.
Biasanya, sebelum berlangsungnya upacara Hel Keta, kedua belah pihak sudah menyepakati beberapa hal seperti kapan dan di mana upacaranya akan digelar, jenis hewan apa yang akan dikorbankan, sirih pinang, serta uang yang akan dibawa.
Setelah kedua pihak sudah menyepakati waktu dan tempat yang akan digunakan untuk upacara Hel Keta, maka mereka akan bertemu di sungai dengan posisi yang saling berseberangan yang melambangkan perbatasan wilayah antara dua suku.
Saat bertemu pertama kali, kedua pihak belum boleh melintasi sungai yang menjadi simbol perbedaan wilayah suku tersebut. Sebab, jika demikian maka keluarga mereka dipercaya akan tertimpa musibah.
Oleh karena itu, biasanya upacara ini dimulai dari sapaan-sapaan yang merujuk pada penyebutan nama air pemali atau batu yang disakralkan oleh kedua belah pihak.
Setelah itu, pihak dari calon mempelai laki-laki akan memulai terlebih dahulu ungkapan tuturanya yang disusul oleh pihak dari calon mempelai perempuan yang diungkapkan oleh ketua adat dari kedua belah pihak.
Setelah keduanya telah selesai mengungkapkan tutur adat mereka, tahapan selanjutnya dari upacara Hel Keta adalah dengan menyembelih hewan sebagai simbol persahabatan dan perdamaian antara kedua belah pihak.
Hewan yang dapat disembelih pun bervariasi menurut konteks dari upacara Hel Keta itu sendiri, ada ayam, babi, dan juga kambing. Jika yang dilaksanakan hanya upacara Hel Keta biasa, maka hewan yang disembelih cukup dua ekor ayam.
Namun jika ketika upacara berlangsung kedua belah pihak masih memiliki perseteruan yang berakar dari para pendahulu, maka hewan yang harus disembelih adalah dua ekor babi atau kambing.
Hewan-hewan ini disembelih di atas aliran sungai yang mengalir sehingga darahnya dapat hanyut terbawa arus sungai. Darah dari hewan yang disembelih ini adalah simbol keburukan dan pertikaian masa lalu yang dihilangkan dengan menggunakan air.
Setelah prosesi penyembelihan hewan selesai, maka keluarga calon mempelai perempuan akan memasangkan sebuah selendang kepada calon mempelai laki-laki yang disusul oleh kedua belah pihak saling bertukar kabi atau sebuah tempat yang berisikan sirih, pinang, kapur, dan uang.
Hal ini dilakukan untuk menandakan bahwa kedua belah pihak sudah menjalin hubungan baik dan saling mempercayai satu sama lain.
Usai proses inilah, baru calon mempelai laki-laki diperbolehkan untuk menyeberangi sungai yang didampingi oleh calon mempelai perempuan yang diakhiri dengan acara makan bersama oleh kedua belah pilah di pinggir sungai.
Makna Filosofis yang Terkandung dari Upacara Hel Keta
Dilakukannya upacara Hel Keta ini dimaknai dengan hilangnya segala macam bentuk permusuhan dan perselisihan antara kedua belah pihak. Apapun yang terjadi di masa lalu akan tetap berada di masa lalu. Dengan demikian, tidak akan terbawa oleh anak cucu yang akan memulai keluarga baru di generasi masa sekarang ini.
Tiap bagian dari prosesi upacaranya saja memiliki maknanya masing-masing lho! Seperti sungai mengalir atau noe sai yang bermakna perbatasan antara kedua pihak yang dapat menghilangkan permusuhan, pertikaian, dan peperangan di masa lalu oleh para leluhur.
Penyembelihan binatang dimaknai dengan berakhirnya permusuhan serta menjadi simbol perdamaian antara kedua pihak keluarga. Lalu saling bertukar kabi atau tempat sirih memiliki makna persaudaraan dari kedua keluarga besar.
Penyembelihan binatang dimaknai dengan berakhirnya sudah segala macam bentuk permusuhan serta menjadi simbol perdamaian antara kedua pihak keluarga. Selain itu, pertukaran kabi atau tempat sirih juga menjadi simbol kekeluargaan dan rasa persaudaraan yang erat di antara kedua keluarga besar.
Upacara adat dari masyarakat Dawanini secara garis besar dimaknai dengan upaya masyarakat adat zaman sekarang yang ingin menghilangkan segala macam bentuk keburukan yang dulu pernah terjadi selama masa nenek moyang mereka yang saling berperang dan menguasai satu sama lain antarsuku.
Dengan dilakukanya upacara HelKeta ini harapannya adalah pasangan yang menikah ini tidak akan terbawa oleh keburukan-keburukan yang terjadi di masa lalu, serta terhindar dari kutukan dan marabahaya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News