Kampung Matfa (Majelis Ta'lim Fardhu Ain) mendapat julukan yang unik yaitu Kampung Kasih Sayang. Kampung yang berlokasi di di Langkat, Sumatra Utara ini dinamakan seperti itu karena menjalankan kebersamaan dan kesamarataan.
Dimuat dari INews, kampung ini bermula dari sosok ulama bernama KH Ali Mas’ud bin Abdullah atau dikenal dengan nama Yang Mulia Tuan Guru. Pada tahun 1970-an silam, ulama ini datang ke kampung ini yang dulunya hutan untuk membuka lahan agar ditinggali keluarganya.
Selang beberapa tahun, ulama ini membangun masjid bertingkat dua dengan bercorak kuning-hijau. Para muridnya sering datang untuk mengikuti pengajian ataupun sekadar silaturahmi.
Yang Mulia Tuan Guru memimpin kampung ini agar bisa mandiri mulai dari sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan bahkan eksplorasi minyak mentah. Para perempuan di kampung ini juga ditugaskan untuk menyiapkan makanan bagi seluruh warga.
Setiap harinya mulai dari pagi, siang, dan sore hari, warga akan dibagikan makanan secara gratis. Sayur dan lauk-pauk berasal dari hasil pertanian yang dikelola oleh masyarakat di Kampung Matfa.
Kampung kasih sayang
Dimuat dari BBC Indonesia, juru bicara kampung Kholiq (43) mengutarakan julukan Kampung Kasih sayang ini berasal dari sistem sosial yang diterapkan. Dikatakan olehnya, sistem sosial di kampung ini dilandasi oleh kasih dan sayang.
Khalil menjelaskan semuanya dilakukan secara bersama-sama dan diputuskan melalui musyawarah. Bahkan cerminan kebersamaan ini bisa dilihat dari rumah yang ada di kampung ini.
Warga yang menetap di kampung ini memiliki rumah dengan bahan dan ukuran sama. Mereka menyebutkan sebagai barak yang masing-masing berukuran 4x10 meter.
Selain itu, di kampung ini warga juga tak perlu memusingkan kebutuhan rumah tangga. Karena Kampung Matfa mengupayakan kemandirian. Kebutuhan rumah tangga dicukupi dari hasil produksi berbagai sektor yang dikelola mandiri.
Misalnya Mulyanto yang menjadi seorang petani di Kampung Matfa. Pria yang dulunya bekerja sebagai pegawai honorer di instansi pemerintah ini mengelola lahan pertanian seluas 7 hektare.
Ada juga Siti Syarah yang bergabung dalam kelompok usaha mikro untuk memproduksi berbagai macam jajanan tradisional. Dari hasil itu, mereka akan menjualnya ke pasar.
"Jadi kami ibu-ibu di sini membuat jajanan tradisional dan kemudian dijual ke pasar. Hasilnya nanti akan dimasukkan ke Baitul Mal," katanya.
Diserahkan kepada Baitul Mal
Kholiq mengungkapkan setiap harinya masyarakat akan menjual komoditas ke pasar. Tetapi hasil penjualan ini langsung disetor ke badan pengelolaan keuangan yang disebut Baitul Mal.
Baitul Mal ini menjadi sumber biaya kebutuhan warga berasal mulai dari makan minum hingga sakit gigi hingga pesta pernikahan. Kampung ini juga mempunyai layanan kesehatan yang dinamakan Rumah Sehat serta sekolah sendiri.
Masyarakat juga tidak dibebankan biaya untuk pelayanan kesehatan hingga sekolah karena berasal dari dana Baitul Mal. Kampung Matfa ini juga menerapkan manajemen kebersamaan berdasarkan kesepakatan antara warga yang tinggal di sana.
"Di sini kita tidak hanya bicara dunia, tapi juga sosial," kata Kholiq.
sumber:
Kampung di Langkat yang menghidupi warga secara mandiri lewat baitulmal
keunikan kampung mafta di sumut warga wajib menerapkan kasih sayang
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News