Meuseukat merupakan salah satu kuliner yang patut Kawan coba ketika berkunjung ke daerah Aceh. Tahukah Kawan bahwa makanan yang satu ini sering kali disebut sebagai kue tradisional dengan kasta tertinggi di daerah yang dikenal sebagai Serambi Mekah tersebut?
Julukan ini diberikan kepada kue meuseukat dengan alasan yang jelas. Kekayaan nilai dan filosofi yang terkandung dalam makanan yang satu ini membuat kuliner tersebut sering kali disebut sebagai kasta tertinggi kue tradisional yang ada di Aceh.
Lantas apa saja nilai filosofis yang terkandung di dalam kue meuseukat beserta penjelasan lainnya? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Mengenal Kue Tradisional Meuseukat
Meuseukat merupakan makanan sejenis dodol yang berasal dari daerah Aceh. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang bisa Kawan temukan dari makanan tradisional yang satu ini jika dibandingkan dengan dodol yang ada di daerah lain Indonesia.
Misalnya warna makanan yang satu ini berbeda dengan dodol pada umumnya. Biasanya dodol memiliki warna cokelat gelap.
Hal ini berbeda dengan meuseukat yang memiliki warna putih kekuning-kuningan. Warna ini berasal dari tepung terigu dan nanas yang menjadi bahan utama dalam pembuatan makanan tersebut.
Selain itu, bentuk dari meuseukat juga berbeda dengan dodol pada umumnya. Meuseukat memiliki ukiran bunga dalam setiap kuenya.
Hal ini tentu berbeda dengan dodol lain yang biasanya hanya dipotong dalam bentuk kotak-kotak saja. Bentuk ini pula yang menjadi keunikan tersendiri dari kuliner khas Aceh tersebut.
Meskipun demikian, cita rasa meuseukat tetap didominasi rasa manis sama seperti dodol pada umumnya. Cita rasa manis ini berasal dari nanas yang digunakan dalam proses pembuatannya.
Penggunaan buah yang satu ini juga membuat meuseukat dikenal sebagai dodol nanas oleh masyarakat.
Kue Tradisional dengan Kasta Tertinggi
Dalam praktiknya, meuseukat ternyata tidak terbatas pada makanan atau panganan saja. Kue tradisional yang satu ini ternyata memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Aceh.
Dikutip dari laman RRI, terdapat nilai budaya dan filosofis yang bisa Kawan temukan dari kue tradisional tersebut. Kue meuseukat dikenal sebagai simbol sosial serta keharmonisan dalam masyarakat.
Ketika seseorang menyajikan meuseukat kepada tamu yang berkunjung, hal ini dianggap sebagai bentuk kesopanan tertinggi bagi masyarakat Aceh. Selain itu, warna putih yang ada di meuseukat juga sering dilambangkan sebagai kejernihan hati masyarakat Aceh dalam berinteraksi antara satu sama lain.
Tidak hanya itu, kue tradisional ini juga dianggap sebagai simbol keramahan bagi masyarakat. Proses penyajian makanan yang satu ini juga menjadi bentuk kebersamaan serta saling menghormati dari setiap masyarakat Aceh.
Berkat kekayaan nilai dan filosofis yang terkandung di dalamnya, meuseukat ditempatkan sebagai kue tradisional dengan kasta tertinggi di Aceh. Hal ini pula yang membuat kue tradisional yang satu ini lebih dari sekadar makanan saja.
Disajikan dalam Momen-Momen Tertentu
Bagi masyarakat Aceh, kue meuseukat biasanya disajikan dalam momen-momen tertentu. Misalnya kue tradisional ini sering dihidangkan perayaan hari raya Idulfitri dan Iduladha.
Sama seperti penjelasan sebelumnya, makanan ini disajikan untuk menyambut tamu yang berkunjung ke rumah. Momen lebaran yang identik dengan silaturahmi membuat kue tradisional tersebut cocok disajikan saat momentum ini.
Selain itu, meuseukat juga sering digunakan dalam salah satu prosesi pernikahan di Aceh. Makanan ini menjadi hantaran dalam rangkaian tueng dara baro atau menjemput pengantin wanita setelah prosesi pernikahan dilakukan di rumah pengantin pria.
Meskipun demikian, kue meuseukat sudah menjadi salah satu oleh-oleh bagi setiap pelancong yang berlibur ke Aceh. Jadi Kawan tidak perlu lagi menunggu momen-momen tersebut untuk menikmati kue tradisional yang satu ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News