Menurut Poerbatjaraka, seorang pakar dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, asal-usul nama Bekasi berasal dari kata Chandrabhaga, yang secara etimologis berarti "bagian dari bulan". Seiring waktu, istilah ini mengalami perubahan menjadi Bhagasasi, kemudian disingkat menjadi Bhagasi. Dalam pengucapan oleh orang Belanda, kata tersebut ditulis sebagai Bacassie, yang akhirnya berkembang menjadi Bekasi seperti yang dikenal saat ini.
Pada jaman kolonial Belanda, Bekasi secara administratif berada dalam wilayah Kawedanan Jatinegara, yang merupakan bagian dari Karesidenan Batavia. Wilayah ini kemudian menjadi bagian dari Kabupaten Meester Cornelis, yang akhirnya berganti nama menjadi Kabupaten Jatinegara.
Baca juga: Sejarah Kota Bekasi, dari Kerajaan Tarumanegara Menjadi Kota Modern
Dalam perjalanan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, Bekasi dikenal sebagai daerah yang banyak melahirkan para pejuang. Hal ini terbukti dari banyaknya pertempuran yang terjadi di Bekasi sebagai wujud perlawanan masyarakat terhadap penjajah dalam mempertahankan kemerdekaan. Semangat juang yang tak pernah padam inilah yang menjadi dasar pemberian julukan Kota Patriot bagi Bekasi.
Lambang Kota Bekasi yang berbentuk bambu runcing dengan lima ujung menjadi simbol dari keberanian rakyatnya. Bambu runcing mencerminkan alat perjuangan yang sederhana namun efektif dalam melawan penjajah. Sementara itu, lima ujung pada bambu runcing tersebut melambangkan dasar negara Indonesia yang menjadi ideologi perjuangan bangsa, yaitu Pancasila.
Di Bekasi, laskar-laskar rakyat bermunculan dengan pesat untuk turut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Beberapa di antaranya adalah BPRI, Hisbullah, dan Sabilillah. Anggota laskar ini berasal dari berbagai kalangan, mulai dari jawara, tokoh agama, rakyat biasa, hingga golongan berada.
Mereka bersatu sesuai dengan kemampuan dan peran masing-masing dalam perlawanan terhadap penjajah. Bahkan, banyak juga pejuang yang bertindak secara individu tanpa tergabung dalam organisasi laskar mana pun.
Bekasi memainkan peranan penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, terutama pada periode Revolusi 1945-1949. Kedatangan pasukan Inggris dan NICA ke Indonesia memicu perlawanan rakyat Bekasi. Sejarah mencatat berbagai pertempuran besar terjadi di Bekasi, antara lain di Sasak Kapuk, Rawa Pasung, Tambun Sungai Angke, Cibarusah, Bulak Cabe, Kranji, serta beberapa tempat lainnya.
Baca juga: Bekasi Lautan Api, Pertempuran Heroik para Pejuang dari Kota Patriot
Beberapa tokoh pejuang yang memiliki peran penting dalam berbagai peristiwa pertempuran di Bekasi, diantaranya adalah: KH. Noer Ali, M. Lubis, KH. Darip, Mayor (AL) Madnuin Hasibuan, Mayor Sambas Atmadinata, Mayor Sadikin, Mayor Katamsi, Letkol Moeffreni Moe’min, R. Mardzuki, Mualim, Arnaen, Nausan, H. Djole, Husein Kamaly serta masih banyak lagi yang lainnya.
Peristiwa-Peristiwa Bersejarah di Bekasi
Insiden Kali Bekasi
Pada 19 Agustus 1945, terjadi sebuah peristiwa besar di Kali Bekasi yang dipicu oleh kebencian rakyat terhadap tentara Jepang akibat penjajahan yang mereka lakukan. Saat itu, sebanyak 90 tentara Jepang yang sedang melintas menggunakan kereta api melalui Stasiun Bekasi disergap oleh pejuang dan masyarakat setempat.
Mereka kemudian tewas dalam serangan tersebut, dan jasadnya dibuang ke Kali Bekasi, membuat airnya berubah warna menjadi merah. Peristiwa ini diabadikan dalam Monumen Kali Bekasi, yang terletak di dekat jembatan rel Kali Bekasi di Jalan Ir. H. Juanda, Bekasi Selatan. Relief pada monumen tersebut menggambarkan keberanian rakyat Bekasi dalam menghadapi tentara Jepang.
Bekasi Lautan Api
Peristiwa Bekasi Lautan Api dipicu oleh jatuhnya pesawat Dakota yang membawa sekitar 25 tentara sekutu akibat kerusakan mesin. Pesawat ini mendarat darurat di Rawa Gatel, Cakung, dan tentara sekutu tersebut melakukan penembakan ke arah masyarakat, sehingga terjadilah pertempuran singkat yang membuat tentara sekutu menyerah dan disandera oleh para gerilyawan Bekasi.
Pihak sekutu mengirimkan pasukan dan menyisir rumah-rumah sekitar mencari temannya yang menjadi tawanan, sehingga terjadilah pertempuran dengan para gerilyawan yang menggunakan parang dan pedang. Panglima Tertinggi Sekutu di Indonesia, Jenderal Philip Christison, yang marah besar, menuntut agar para tawanan segera dibebaskan dan dikembalikan ke Jakarta.
Pada 29 November 1945, pasukan Sekutu mulai mengerahkan kekuatan besar dengan membawa senjata berat dan jeriken berisi minyak. Karena tidak berhasil menemukan para tawanan maupun gerilyawan, pada 13 Desember 1945, mereka melancarkan serangan membabi buta dengan membakar rumah-rumah warga.
Serangan udara juga dilakukan dengan menjatuhkan bom dari pesawat, menghancurkan berbagai wilayah, mulai dari alun-alun Bekasi, Kranji, Teluk Buyung, Teluk Pucung, Bulak Kapal, Lemah Abang, hingga Karawang. Akibatnya, Bekasi pun berubah menjadi lautan api.
Sejarah heroik Bekasi dalam perjuangan kemerdekaan juga diabadikan dalam berbagai karya sastra dan seni, seperti puisi “Krawang – Bekasi” karya Chairil Anwar, lagu “Melati di Tapal Batas” ciptaan Ismail Marzuki, serta novel “Di Tepi Kali Bekasi” karya Pramoedya Ananta Toer.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News