Rumah Joglo merupakan salah satu arsitektur tradisional khas Jawa yang dibangun dengan prinsip keseimbangan yang selaras dengan alam dan spiritualitas. Uniknya, filosofi tersebut sekilas memiliki persamaan dengan konsep Feng Shui, ilmu kuno Tiongkok yang mengatur tata ruang untuk keseimbangan energi.
Metode Feng Shui menerapkan falsafah kosmologi tradisional pada berbagai bangunan, termasuk rumah. Lantaran demikian, konsep tersebut tak asing dalam kebudayaan Nusantara. Hal tersebut tercerminkan dalam Rumah Joglo yang memiliki makna filosofisnya sendiri terkait arsitekturnya, dari arah hadap, aturan tata letak, bentuk bangunan, hingga pemilihan material alami.
Lewat artikel ini, Kawan GNFI akan menelusuri bagaimana penerapan konsep keseimbangan energi khas 'FengShui' ala Jawa yang terefleksikan dalam rumah Joglo.
Arah Hadap Rumah
Jika Feng Shui punya perhitungan arah untuk aliran energi positif (Qi), rumah Joglo juga memiliki aturannya sendiri, lho, Kawan GNFI. Ronald (2005) menjelaskan adanya ukuran status sosial pada arah hadap rumah Joglo, yaitu utara-selatan (masyarakat) atau timur-barat (bangsawan).
Ada juga aturan lain di mana arah hadap rumah dianjurkan menghadap sumber air dengan latar belakang dataran tinggi. Arah hadap selatan juga dipercaya memiliki kaitan spiritual dengan Nyai Roro Kidul, penguasa Laut Selatan. Dapat ditarik sebuah kesimpulan aturan arah hadap rumah Joglo mencerminkan keseimbangan antara alam dan manusia.
Baca juga: Benarkah Bangsawan dan Priyayi Menggunakan Rumah Joglo sebagai Simbol Status Sosial?
Tata Ruang Filosofis
Serupa dengan Feng Shui yang membagi ruangan dengan energi berbeda untuk fungsi yang berbeda, rumah Joglo memiliki aturannya sendiri. Ambarwati (2009) menjelaskan rumah Joglo yang ideal terdiri dari 2 bangunan atau 3 jika memungkinkan. Pedoman tata ruang rumah Joglo juga turut mencerminkan aspek kehidupan masyarakat Jawa.
Rumah Joglo mencangkup pendopo (bangunan luas terbuka tanpa sekat), pringgitan (ruangan antara pendopo dan bagian utama rumah, tempat pertunjukan seni), dalem ageng (ruang utama tempat keluarga tinggal), senthong (tempat istirahat atau kamar pribadi). Bangunan pelengkap ialah gandhok (teras depan), gadri (tempat penyimpanan), dapur, pekiwan (kamar mandi), lumbung, dan kandang hewan.
Atap Tinggi dan Ventilasi
Rumah Joglo berdiri khas dengan atap tinggi berbentuk kerucut dengan empat tiang tinggi sebagai penopang atap. Arsitektur tersebut dibuat untuk mengatur perputaran udara sehingga rumah nyaman dan sejuk untuk ditinggali.
Prinsip ini senada dengan Feng Shui, di mana plafon rendah menghangatkan udara, sementara plafon tinggi menyejukkannya. Feng Shui menekankan keseimbangan antara elemen udara dan ruang terbuka dalam rumah supaya energi baik terus mengalir.
Material Kayu, Simbol Keseimbangan
Serupa dengan konsep kayu dalam Feng Shui yang melambangkan elemen pertumbuhan dan stabilitas, penggunaan kayu jati sebagai material utama arsitektur rumah Joglo jadi simbolisasi keseimbangan alam dan manusia.
Penggunaan material kayu mencerminkan filosofi Jawa mengenai kehidupan yang selaras dengan alam sekitar (Fikri, 2024). Penggunaan material ini juga dilengkapi dengan ijuk dan alang-alang untuk bahan atap, dan tanah liat atau batu untuk bahan dasar lantai.
Baca juga: Bukan Hanya Joglo, Ini Ragam Bentuk Rumah Tradisional Jawa
Keberadaan Sumur atau Kolam
Rumah Joglo pada zaman dahulu memiliki sumur atau kolam, sebagaimana rumah tradisional lain pada umumnya. Selain melambangkan kedekatan manusia dengan alam, hal ini dapat direfleksikan dalam makna elemen air pada konsep Feng Shui.
Kustedja et al. (2012) menjelaskan dalam Feng Shui, unsur air yang mencangkup titik aliran dan titik keluar air merupakan hal penting penentu keadaan. Air juga kerap diasosiasikan dengan naga yang menyimbolkan pembawa kebaikan.
Dengan demikian, rumah Joglo membuktikan bahwa keseimbangan energi bukan hanya konsep, tetapi juga bagian dari kearifan lokal yang tetap relevan hingga kini. Bagaimana menurutmu, Kawan GNFI?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News