festival nyaneut ritual minum teh khas garut - News | Good News From Indonesia 2025

Festival Nyaneut, Ritual Minum Teh Khas Garut

Festival Nyaneut, Ritual Minum Teh Khas Garut
images info

Ketika mendengar tradisi minum teh, mungkin yang pertama terlintas adalah afternoon tea dari Eropa. Namun, tahukah Kawan GNFI bahwa Garut juga memiliki tradisi minum teh yang disebut Nyaneut? Nama ini berasal dari bahasa Sunda 'Nyandeutkeun' yang berarti mendekatkan, mempertemukan, atau menghubungkan.

Nyaneut adalah tradisi minum teh di pagi hari yang biasa dilakukan oleh masyarakat di kaki Gunung Cikuray. Mereka menggunakan Teh Kejek, teh khas Garut yang masih diolah secara tradisional, serta disajikan dalam teko dan gelas bambu. Tradisi ini dipercaya sudah ada sejak tahun 1500-an dan berasal dari kebiasaan Sunan Gunung Jati yang selalu mengajak masyarakat menikmati teh bersama sebelum atau sesudah berdakwah.

Jika dalam tradisi minum teh Eropa, teh diminum bersama makanan pendamping seperti biskuit, keju, dan buah, yang sering disebut cheese platter. Sedangkan, tradisi nyaneut juga dibarengi dengan makanan khas daerah sunda yang disebut 'beubeutian' artinya adalah umbi-umbian yang serba direbus.

Festival Nyaneut di Garut bukan sekadar minum teh, tapi juga warisan budaya dengan filosofi mendalam. Yuk simak sejarah dan ritual uniknya di sini!

Festival Nyaneut: Dari Tradisi ke Perayaan Tahunan

Festival Nyaneut Garut
info gambar

Meskipun tradisi ini sudah berlangsung berabad-abad, Festival Nyaneut di Kampung Situgede, Cigedug, baru mulai digelar pada 2014. Acara ini sempat terhenti pada 2020, tetapi kembali diadakan pada 2023 dan 2024 setelah masuk dalam 'Calendar of Event' Nasional melalui program Karisma Event Nusantara (KEN) 2023 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

Festival tersebut diinisiasi oleh budayawan Garut, Dasep Badru Salam. Menurutnya, tujuan acara ini bukan hanya mengenalkan ritual minum teh khas Garut, tetapi juga melestarikan budaya lokal di Cigedug.

Baca Juga: Kesenian Adu Tangkas Domba Garut: Perwujudan Indahnya Budaya dan Tradisi Indonesia

Lebih dari Sekadar Minum Teh: Filosofi Nyaneut

Sejak awal, Nyaneut bukan sekadar kebiasaan minum teh, tetapi juga media berkumpul dan bersilaturahmi, terutama bagi petani dan pekebun teh di Garut. Kabupaten ini sendiri memiliki lebih dari 6 ribu hektare perkebunan teh dengan produksi hampir 7 ton per tahun.

Lebih dari itu, Nyaneut juga memiliki ritual dan filosofi tersendiri:

Dalam minum teh pada festival nyaneut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Teh tidak langsung diminum begitu saja, tapi ada tahapan yang perlu dilakukan. Karena itu festival nyaneut sangat istimewa, karena tidak dilakukan setiap hari. Jika Kawan hadir pada festival ini, berikut informasi terkait bagaimana meminum teh saat nyaneut bersama.

1. Memutar Gelas – Sebelum diminum, gelas teh diputar dua kali searah jarum jam, melambangkan keseimbangan hidup: hidup dan mati, siang dan malam, laki-laki, dan perempuan.

2. Menghirup Aroma Teh – Sebanyak tiga kali sebagai penghormatan, melambangkan niat, ucapan, dan perbuatan.

3. Menyeruput Teh – Dilakukan empat kali: pertama di ujung lidah, kedua di tengah lidah, ketiga di pangkal lidah, lalu ditahan tiga detik sebelum ditelan. Tahap ini melambangkan empat elemen kehidupan: air, tanah, api, dan udara.

Ritual ini biasanya dilakukan dalam keheningan untuk menghargai kehangatan teh dan menikmati suasana sekitar.

Baca juga: Absolut Garut: Jelajah Sejarah, Alam, Tradisi, dan Kuliner Lokal

Perayaan di Kaki Gunung Cikuray

Festival Nyaneut diadakan setiap sekali dalam setahun, saat bulan purnama di kaki Gunung Cikuray sebagai upaya melestarikan tradisi. Selain ritual minum teh, acara ini juga menghadirkan pertunjukan tari dan musik daerah, memberikan ruang bagi masyarakat dan wisatawan untuk mengenal lebih dalam budaya masyarakat setempat.

Selain dampak sosial dan ekonomi, tradisi ini juga mempererat hubungan masyarakat dan mengapresiasi perkembangan industri teh di Indonesia.

Di balik secangkir teh nyaneut, tersimpan filosofi mendalam tentang kehidupan dan kebersamaan. Semoga tradisi ini terus lestari dan semakin dikenal luas, bukan hanya sebagai kebiasaan, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
AS
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.