nyadran sebelum ramadan apakah hanya ziarah kubur - News | Good News From Indonesia 2025

Nyadran Sebelum Ramadan, Apakah Hanya Ziarah Kubur?

Nyadran Sebelum Ramadan, Apakah Hanya Ziarah Kubur?
images info

Sebelum Ramadan tiba, masyarakat Indonesia memiliki beberapa kebiasaan untuk mempersiapkan diri menyambut hari yang suci. Beberapa budaya masyarakat Indonesia yang umum dilakukan adalah membersihkan rumah, membuat jajanan, menghias rumah, hingga menyiapkan stok makanan sahur.

Namun, terdapat pula tradisi yang cukup sakral dan sudah dilakukan turun-temurun di berbagai daerah. Di Aceh, terdapat tradisi Meugang yang dilakukan dengan menyembelih kambing, sapi, ataupun kerbau, sedangkan di Sumatera Barat, terdapat tradisi Malamang atau tradisi membuat lemang dengan bahan-bahan seperti ketan dan santan.

Untuk wilayah Jawa sendiri, terdapat beberapa tradisi yang masih dilakukan, di antaranya adalah Mandi atau Padusan, berbagi makanan atau Megengan, dan terdapat pula tradisi yang paling umum dilakukan, yakni ziarah kubur atau Nyadran.

Pernah Mendengar Nyadran Sebelumnya?

Istilah Nyadran memang umumnya digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah hingga Yogyakarta. Tentunya, kegiatan ini memiliki penyebutan yang berbeda di daerah lain. Prosesi ziarah kubur juga kerap dikenal dengan sebutan Nyekar, Ruwahan, Munggahan, Kosar, ataupun Arwahan. Pada dasarnya, kegiatan ini dilakukan pada bulan Ruwah (menurut kalender Jawa) atau bulan Sya’ban (kalender Hijriah).

Nyadran sendiri bukan hanya berartikan sebagai ziarah, melainkan sebuah rangkaian upacara menyambut Ramadan yang juga diikuti dengan prosesi bertukar makanan. Pada daerah Jawa Tengah, masyarakat terbiasa berziarah beramai-ramai dengan membawa makanan, sedangkan di Jawa Timur, ziarah tidak dilakukan dengan membawa makanan, tetapi setelahnya akan tetap melakukan tasyakuran yang biasanya disebut dengan Megengan.

Walaupun istilah prosesi ini berbeda-beda (bahkan di daerah Jawa sekalipun), tetapi yang dilakukan saat berziarah ke makam leluhur/orang tua/kerabat umunya sama, yaitu membersihkan makam, menabur bunga, dan berdoa.

Nyadran sendiri memiliki padanan Bahasa Indonesia, yaitu sandran-menyandran yang berarti mengunjungi, sedangkan dalam Bahasa Arab, terdapat kata yang dipercaya berhubungan dengan tradisi ini, yaitu shadrun yang berarti dada.

Maknanya, menjelang bulan Ramadan, masyarakat diminta untuk ndada atau instrospeksi diri dengan mengunjungi makam para leluhur dan mendoakan mereka sebagai bentuk penghormatan atas apa yang telah mereka lakukan.

Sejarah Nyadran

Mengutip Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Nyadran juga berakarkan Bahasa Sansekerta, yakni sraddha yang berarti keyakinan. Tradisi ini sudah ada sejak dahulu sebelum Islam berkembang di Indonesia. Namun, Wali Songo menggabungkan tradisi shraddha dengan ajaran Islam. Untuk itu, sebutan untuk tradisi ini berubah menjadi Nyadran atau Sadranan.

Pada wilayah DIY sendiri, susunan kegiatan Nyadran meliputi Besik (bersih-bersih makam), Kirab (arak-arakan peserta Nyadran), Ujub (penyampaian tujuan upacara oleh pemimpin adat), Doa, serta Kembul Bujono dan Tasyakuran (makan bersama).

Tentunya tradisi ini memiliki nilai-nilai sosial budaya seperti silaturahmi, gotong-royong, menghargai pengorbanan seseorang, dan lain-lain.

Lebihnya, prosesi bertukar makanan atau makan bersama merupakan bentuk rasa syukur pada Allah SWT yang telah memberikan rezeki dan nikmat-Nya dan dengan hal itu, sudah sepantasnya sesama umat manusia memperkuat hubungan mereka dengan saling berbagi.

Oleh karena itu, tradisi ini turut menjadi bukti bahwa keragaman budaya yang dimiliki Indonesia tidak mengurangi ketaatan masyarakatnya kepada Allah SWT karena kearifan lokal yang diadaptasi senang tiasa berdasar dari nilai-nilai religiositas dan sufisme. 

Sebagai masyarakat Indonesia kita tidak boleh melupakan budaya, sebagai masyarakat Jawa hendaknya juga tidak melupakan tradisi warisan leluhur. Namun lebihnya, sebagai umat Islam kita juga harus bisa memahami subtansi dari suatu tradisi yang sesuai dengan ajaran dan tidak menyalahi aturan-Nya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TS
IJ
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.