menyusuri wisata sungai musi dengan ketek - News | Good News From Indonesia 2025

Menyusuri Wisata Sungai Musi dengan Perahu Ketek

Menyusuri Wisata Sungai Musi dengan Perahu Ketek
images info

Apabila membahas kota Palembang, hal yang pertama muncul di benak kita adalah makanan khasnya, yaitu pempek. Walaupun terkenal dengan wisata kulinernya, Palembang juga menawarkan destinasi wisata yang tidak kalah menarik. Salah dua ikon yang menjadi daya tarik wisatawan adalah Jembatan Ampera dan Sungai Musi.

Namun, kurang lengkap rasanya jika Kawan GNFI tidak menyusuri Sungai Musi dengan menggunakan perahu ketek, transportasi tradisional khas Sumatera Selatan. Dengan perahu ini, Kawan dapat mengunjungi beberapa situs-situs sejarah yang ada di sekitar Sungai Musi.

Perahu ketek adalah jenis perahu besar yang dioperasikan menggunakan mesin. Dahulu, ketek menjadi alat transportasi utama bagi masyarakat di pesisir sungai. Namun, setelah dibangunnya Jembatan Ampera pada tahun 1965, ketek sudah jarang digunakan sebagai transportasi sungai dan lebih sering dijadikan sebagai wahana wisata di Sungai Musi.

Sejarah Sungai Musi, Saksi Peradaban Kota Palembang

Untuk menaiki perahu ketek wisata, Kawan GNFI harus memulai perjalanan dari Dermaga Point Benteng Kuto Besak. Tarifnya bervariasi, tergantung dari jenis dan jarak destinasi yang ingin dikunjungi: mulai dari Rp20.000 hingga Rp200.000-300.000 untuk satu kali perjalanan.

Berikut adalah beberapa destinasi wisata yang Kawan GNFI bisa kunjungi menggunakan perahu ketek ini, antara lain:

Jembatan Ampera
info gambar

Jembatan Ampera

Ini merupakan destinasi terdekat yang dapat Kawan GNFI kunjungi menggunakan ketek. Kawan dapat mengambil gambar dengan pemandangan megah Jembatan Ampera. Setelah itu, Kawan akan dibawa melintasi kolong Jembatan Ampera dan melihat-lihat di sekeliling pelataran dermaga dan kampung terapung di daerah Seberang Ulu. Apabila ingin sedikit lebih jauh, Kawan dapat mengunjungi Jembatan Musi IV dan Jembatan Musi VI yang tidak kalah cantik dari Jembatan Ampera.

Waktu terbaik untuk melihat keindahan ketiga jembatan besar ini adalah di malam hari, karena semua jembatan tersebut akan menyala terang dengan lampu-lampu hias berwarna-warni yang menjadikan pemandangan lebih memukau.

Pulau Kemaro

Tempat ini merupakan sebuah pulau yang terletak di tengah-tengah Sungai Musi, jaraknya sekitar lima kilometer dari Dermaga Point Benteng Kuto Besak dan membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 30 menit untuk sampai ke sana.

Pulau Kemaro menjadi saksi kisah legenda antara Pangeran Tiongkok Tan Bun An dan kekasihnya Siti Fatimah yang menghilang di Sungai Musi. Di pulau ini, Kawan dapat menjumpai berbagai situs sejarah seperti Pagoda Sembilan Lantai, Klenteng Hok Tjing Rio, Makam Putri Sriwijaya, dan Pohon Cinta.

Karena erat sekali dengan budaya Tionghoa, setiap tahunnya Pulau Kemaro biasa dijadikan sebagai tempat perayaan tahun baru Imlek. Banyak masyarakat Tionghoa dan lokal yang berbondong-bondong masuk ke pulau ini untuk melihat atraksi menarik, mulai dari penerbangan lampion, pertunjukan barongsai, hingga doa bersama kaum Tionghoa.

Mengintip Keindahan Pulau Kemaro: Kelenteng, Pagoda, dan Festival Budaya Tionghoa
Kampung Kapitan
info gambar

Kampung Kapitan

Kampung Kapitan merupakan sebuah kampung pecinan yang berlokasi di seberang Benteng Kuto Besak, di kelurahan 7 Ulu. Kampung ini menjadi bukti sejarah keberagaman suku di Palembang yang sudah lama terjalin antara masyarakat Tionghoa dan lokal. Kata ‘kapitan’ ini diambil dari gelar yang diberikan untuk seorang perwira Tiongkok yang bernama asli Tjoa Ham Hin di masa kolonialisasi Belanda pada tahun 1855.

Dahulu, Kampung Kapitan ini ditinggali oleh masyarakat keturunan Tionghoa, akan tetapi sekarang hanya menyisakan dua bangunan milik kapitan yang masih terjaga hingga saat ini, yaitu rumah kayu dan rumah batu. Selain itu, barang-barang peninggalan seperti meja abu, altar sembahyang, dan beberapa dokumentasi juga masih dapat ditemui di dalam bangunan tersebut.

Kampung Kapitan, Permukiman Tionghoa Kuno di Palembang

Kampung Arab Al-Munawar

Selain kampung pecinan, kota Palembang juga diisi oleh pendatang dari Timur Tengah yang sampai saat ini bermukim di Kampung Arab Al-Munawar. Lokasinya berada di Jalan K.H. Azhari, kelurahan 13 Ulu. Nama Al-Munawar sendiri berasal dari pendirinya, Habib Abdurrahman Al-Munawar, yang berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan.

Dikutip dari artikel Nilai-nilai Sejarah dan Budaya Kampung Arab Al-Munawar sebagai Kawasan Cagar Budaya Kota Palembang dalam jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS, kampung ini telah berdiri sejak abad ke-18, sehingga diyakini bangunan-bangunan yang ada di dalamnya sudah berusia sekitar 200 hingga 300 tahun. Bangunan di Kampung Arab Al-Munawar mencerminkan perpaduan antara budaya Arab dan budaya lokal. Bentuk arsitekturnya mengadopsi rumah limas dan rumah panggung khas budaya Palembang, tapi dengan ornamen khas serta penggunaan marmer pada lantainya yang bergaya Timur Tengah.

Kampung Arab Al-Munawar dibuka untuk pengunjung setiap hari (kecuali hari Jumat) mulai dari pukul 08.30 hingga 17.00 WIB dengan harga tiket masuk sebesar Rp2.000 per orang.

Apakah Kawan GNFI pernah mengunjungi salah satu wisata sungai Musi?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RF
AS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.