mengenal padusan tradisi di jawa tengah untuk menyambut ramadan - News | Good News From Indonesia 2025

Mengenal Padusan: Tradisi di Jawa Tengah untuk Menyambut Ramadan

Mengenal Padusan: Tradisi di Jawa Tengah untuk Menyambut Ramadan
images info

Ramadan tahun 2025 segera tiba! Ternyata ada banyak tradisi khas yang dilakukan masyarakat Indonesia sebelum atau bahkan setelah Ramadan, salah satunya adalah Padusan. Kearifan lokal yang erat hubungannya dengan budaya tradisional ini sudah dilakukan secara turun-temurun setiap tahunnya, terutama di wilayah Jawa Tengah. 

Apa yang Dimaksud dengan Padusan?

Dalam sebuah publikasi ilmiah yang berjudul Kearifan Lokal Konservasi Mata Air Gending di Dusun Ganjuran, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, dijelaskan jika padusan berasal dari kata “adus” yang berarti mandi dalam bahasa Jawa.

Kegiatan ini dilakukan dengan prosesi mandi atau berendam di dalam air pada 2 hari terakhir sebelum Ramadan tiba. Tradisi ini merupakan bentuk akulturasi dari budaya Hindu, Buddha, dan Animisme yang dipadukan dengan tradisi Jawa yang bernafaskan ajaran Islam.

Makna dari prosesi mandi yang dilakukan merupakan simbol pembersihan diri sebelum masuk pada bulan yang suci. Dalam melaksanakan padusan, setiap individu juga melakukan introspeksi diri atau merenungkan apa saja yang pernah ia perbuat.

Tradisi Jawa yang masih kerap dilakukan masyarakat ini mengisyaratkan hubungan masyarakat Jawa dengan sesamanya, leluhur, dan dengan Tuhan yang Maha Esa.

Hal menarik dari tradisi padusan adalah prosesi mandi dilakukan di kolam, mata air, atau sumber air (mengalir) yang juga dianggap sakral dan suci. Oleh karena itu, dengan melestarikan budaya ini, maka timbul juga kesadaran untuk tetap menjaga kebersihan lokasi tersebut.

Dengan kata lain, tidak ada yang dirugikan dalam melakukan tradisi padusan. Kegiatan ini justru menunjukkan bahwa kearifan lokal tidak hanya terfokus pada nilai budaya, tetapi juga memiliki nilai ekologis yang penting untuk terus dilestarikan.

Pada beberapa daerah, terdapat tradisi “mandi” yang memiliki kesamaan makna dengan padusan. Salah duanya adalah tradisi Marpangir di Sumatera Utara dan Belangiran di Lampung.

Tertarik Mengikuti Padusan?

Tradisi ini sudah menjadi hal lumrah yang dilakukan masyarakat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sekitarnya. Namun kini, padusan yang awalnya memiliki nilai “sakral” dan dilakukan seorang diri mulai menjadi rutinitas khalayak ramai, sehingga tempat melaksanakan tradisi ini kian penuh dikunjungi masyarakat.

Untuk itu, kearifan lokal ini akhirnya juga menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan. Pemerintah perlu memberikan imbauan terkait padusan setiap menjelang Ramadan, tanpa mengurangi esensi dari prosesi tersebut.

Dilansir dari website resmi BPBD Jogja, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan tradisi Padusan, antara lain:

1. Memilih Lokasi Mandi yang Aman

Masyarakat terkadang melakukan padusan di wilayah pantai. Namun, seperti yang diketahui, daerah perairan ini terkadang memiliki potensi arus yang tinggi.

2. Pengawasan Ekstra pada Anggota Keluarga

Hal ini penting dilakukan terutama pada anak-anak dan masyarakat yang berusia renta, sebab tradisi ini kerap dilaksanakan secara bersamaan di pagi hari, sehingga lokasi Padusan cukup ramai.

3. Tetap Patuh pada Peraturan dan Imbauan Petugas

Petugas umumnya akan memberikan informasi mengenai cuaca, keamanan, dan kondisi air.

4. Mengecek Informasi Cuaca

Dikarenakan Tradisi Padusan yang dilakukan di wilayah perairan, penting pagi masyarakat untuk memerikasa cuaca terlabih dahulu, terutama jika mendekati musim hujan karena cuaca tersebut berpotensi buruk seperti hujan lebat atau banjir.

5. Melaksanakan Prosesi Padusan Sewajarnya

Imbauan ini juga berkaitan dengan durasi yang umumnya diterapkan dalam tradisi Padusan, beberapa sumber bahkan menuliskan bahwa tradisi ini dilakukan selama satu jam.

Tidak dapat dipungkiri, lokasi tempat pelaksanaan Padusan mulai berubah menjadi lokasi pariwisata. Hal yang perlu terus diawasi dalam melestarikan budaya ini tentunya perihal kebersihan dan keamanan lokasi tersebut. Jangan sampai lokasi yang semestinya dirawat, kehilangan keasriannya karena pengunjung yang tidak bertanggung jawab.

 

Referensi:

Afrilda, N. H., Hamka, A., Hana, D., Syaharani, A., Amanda, P., Heriyanti, A. P., & Fariz, T. R. (2024, Agustus 7). Kearifan lokal konservasi mata air gending di dusun ganjuran, kecamatan mertoyudan, kabupaten magelang. Transformasi Pendidikan IPA Masa Depan melalui Pembentukan Guru rofesional yang Berwawasan Lingkungan untuk Mendukung Pencapaian SGDs, pp. 321-331.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TS
FA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.