Care economy tidak boleh dipandang sebelah mata. Negara dan masyarakat perlu memberikan penghargaan yang layak dan sepadan.
Care economy adalah istilah lain dari kerja perawatan. Adapun artinya adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang untuk merawat atau mengasuh orang lain, misalnya anak-anak atau lansia, baik itu berbayar maupun tidak berbayar.
Kerja perawatan merupakan hal yang penting bagi manusia. Sayangnya masih banyak yang meremehkan dan tidak menghargai pekerjaan satu ini.
Menurut Rena Herdiyani dari Kalyanamitra, yayasan yang begerak di isu gender, kerja perawatan kerap diremehkan karena dianggap tidak punya nilai ekonomi. Terlebih apabila itu dilakukan oleh perempuan.
"Apalagi pekerjaan ibu rumah tangga, itu dianggap sebagai kodrat dan kewajiban perempuan sehingga (dianggap) wajar bagi perempuan. Jadinya tidak dihargai dan tidak berbayar." ujar Rena dalam diskusi yang digelar Oxfam di Indonesia bersama dengan
Yayasan Penabulu di Jakarta, Kamis (23/1/2025) lalu.
Rena menjelaskan bahwa pemikiran semacam itu tertanam dalam norma sosial budaya yang dianut banyak masyarakat Indonesia. Dari sana, masalah jadi semakin melebar, mulai dari adanya beban ganda yang diemban perempuan hingga keterpaksaan untuk mengorbankan karier yang berarti kesempatan untuk bekerja di luar rumah menjadi semakin minim.
"Akar masalahnya adalah norma sosial budaya kita yang masih menganggap kodrat perempuan itu adalah melalukan pekerjaan domestik, sehingga semua pekerjaan yang kaitannya dengan perawatan senuanya diserahkan menjadi tanggung jawab perempuan." lanjut Rena.
Masalah yang dialami perempuan ini tidak hanya berdampak negatif bagi individu, melainkan juga bisa sampai ke level negara. Saat perempuan tidak bisa bekerja misalnya, ia akan kehilangan kesempatan untuk berkembang sekaligus berkontribusi kepada perekonomian negara.
Mengenal Pariban dan Bagaimana Nilai Tradisinya pada Pernikahan Adat Suku Batak Toba
Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Menghargai Care Economy?
Di tengah situasi saat ini, masih terbuka jalan agar care economy bisa lebih dihargai di Indonesia. Rena mengatakan bahwa negara harus mengakui atas kerja perawatan, lalu disusul dengan dibuatnya kebijakan-kebijakan untuk melindungi dan perempuan, mengurangi beban kerja, berbagi peran rumah tangga, serta memberi penghargaan kepada orang yang melalukan kerja perawatan. Tak ketinggalan pula perlu adanya keterwakilan untuk bersuara. Ini sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO.
Saat ini, Indonesia sendiri sudah menaruh perhatian kepada care economy lewat Peta Jalan atau Roadmap Ekonomi Perawatan 2025-2045. Dokumen tersebut diluncurkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) dan ILO pada Maret 2024 lalu.
Menurut Rena, kini Indonesia memang membutuhkan kerangka hukum dan kebijakan yang dapat menempatkan kerja perawatalan sebagai kerja yang produktif. Langkah awal yang disarankan untuk ditempuh adalah merevisi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang di dalammya terdapat aturan mengenai pembagian peran gender yang tidak setara.
"Kebijakan ini tidak boleh stereotip gender. UU Perkawinan ini harus direvisi pasal-pasal yang melanggengkan pembagian peran gender yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki." tutur Rena.
Untuk memastikan kebijakan berjalan dengan baik, Rena mengingatkan satu hal lagi yang tak kalah penting, yakni ketersediaan anggaran yang memadai.
"Anggarannya juga harus ada supaya jalan kebijakannya." pungkasnya.
Membangun Kepercayaan Diri dengan 5 Langkah Sederhana
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News