Batak merupakan suku asli dari Sumatra Utara dan terkenal sebagai salah satu suku yang sangat menjaga nilai tradisinya secara turun-temurun. Bahkan di era modern ini, di saat mungkin beberapa suku sudah tidak lagi melestarikan adat dan budayanya, Batak termasuk suku yang sangat peduli akan hal itu.
Di samping itu, perlu kawan ketahui bahwa suku Batak terbagi lagi ke dalam beberapa sub, yaitu Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Meski tidak signifikan, akan tetapi masing-masingnya tetap memiliki perbedaan tersendiri. Sama halnya dengan apa yang diatur untuk pernikahan. Misalnya saja Pariban pada suku Batak Toba.
Perkawinan Bagi Masyarakat Batak Toba
Bagi masyarakat Batak Toba, terjadinya pernikahan bukan hanya sebatas penyatuan kedua insan manusia, tapi juga penataan kembali struktur sosial kekeluargaan. Bukan hanya tentang kedua mempelai, melainkan juga sebagai suatu peristiwa yang nantinya akan merekatkan hubungan kedua keluarga satu sama lain.
Jadi, bagi masyarakat Batak Toba pasangan yang menikah tidak hanya sebatas memasuki bahtera baru berdua, akan dihadapi pula perubahan kedudukan, peranan, hak, serta tanggung jawab dalam hubungan kelompok keluarganya.
Mengenal Pariban
Secara umum, pariban dapat dikatakan sebagai saudara sepupu. Pariban adalah penyebutan dari anak laki-laki untuk anak dari tulang (saudara laki-laki ibu). Sebaliknya, anak perempuan juga akan menyebut pariban kepada anak laki-laki dari namboru (saudara perempuan ayah).
Ada pula “marpariban kandung”, yaitu hubungan antara sepupu laki-laki dan perempuan dalam suku Batak Toba.
Apa itu Perkawinan Marpariban?
Meski tidak diwajibkan, marpariban merupakan perkawinan yang ideal bagi hukum Batak Toba. Bila perkawinan marpariban terjalin, maka hubungan kekerabatan juga akan semakin kental. Relasi antar keluarga juga akan semakin erat sehingga dipercaya hanya akan berkemungkinan kecil terjadi perpecahan.
Perkawinan marpariban juga bermaksud sebagai upaya dalam menjaga keharmonisan dan mencegah perceraian. Tidak hanya itu, adanya perkawinan marpariban dianggap sebagai penghargaan keluarga mempelai pria kepada keluarga mempelai Wanita.
Nilai Perkawinan Marpariban bagi Masyarakat Batak Toba
Pada zaman nenek moyang, ternyata perkawinan marpariban sudah dijalankan, tidak peduli bila secara eugenetik biologis tidak baik. Perkawinan marpariban juga diangap sebagai penyederhanaan hubungan kekerabatan. Sebab, bila dilakukan dengan “orang baru” maka akan dilakukan pembaruan penyusunan marga dan otomatis peraturan-peraturan yang ada juga harus diperbarui kembali.
Kemudian, dengan dilakukannya marpariban akan menghindari “panjambaron”, yaitu budaya pembagian daging yang bertujuan memberikan penghormatan pada marga tertentu. Lebih kompleks lagi, bila pernikahan dilakukan dengan “orang baru”, maka artinya akan ada penyesuaian panjang yang harus dilakukan pengantin. Karena sudah pasti aturan maupun tata cara tindakan yang diatur setiap keluarga pastinya berbeda.
Namun, di samping itu alasan lainnya juga agar harta benada/kekayaan keluarga “tidak ke mana-mana”.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News