Kalimantan memiliki kekayaan tradisi adat istiadat yang luar biasa, terutama dari Suku Dayak. Suku ini merupakan suku dengan jumlah terbesar yang mendiami Pulau Kalimantan. Warisan tradisi yang dimiliki pulau ini diterapkan hampir di berbagai lini kehidupan, seperti upacara untuk meminta keselamatan sampai tradisi pernikahan. Salah satu Suku Dayak yang masih cukup kental dengan tradisi-tradisinya yaitu Suku Tidung yang mendiami provinsi Kalimantan Utara.
Persebaran Suku Tidung meliputi beberapa wilayah seperti Tana Tidung, Tarakan, Malinau, sampai Nunukan. Mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan karena posisi wilayahnya sebagian besar terletak di bagian pesisir. Suku Tidung memiliki kebudayaan yang berkembang hingga saat ini yaitu tradisi pernikahan. Bagi masyarakat setempat, pernikahan merupakan momen sakral dan luhur.
Tahapan Prosesi Pernikahan Suku Tidung
Berdasarkan penelitian Azriah et al. (2022), pelaksanaan ritual pernikahan Suku Tidung di wilayah ulun pagun (pesisir) sesuai dengan syariat agama Islam. Dimana syarat dan rukun nikah dalam Islam disesuaikan dengan adat istiadat yang dimiliki masyarakat setempat. Ritual ini memiliki tiga tahap yaitu prosesi sebelum, saat, dan setelah pernikahan yang terbagi seperti berikut:
- Prosesi sebelum pernikahan meliputi ginisginis (memilih jodoh), makau beseruan (melamar), ngatod de pulut (mengantarkan jujuran), dan bepupur atau pupuran.
- Prosesi yang dilakukan saat pernikahan terdiri dari menjemput calon pengantin pria dengan padaw (perahu), ngidaw de batu asa (menginjak batu asa), ngabud de lading (menggigit pisau), nginum timug saluy (minum air putih dingin), ngakok de bagas de dalom pengkarang (menggenggam beras di dalam karung beras), ngelagow (ijab kabul), dan bebantang (bersanding).
- Setelah pernikahan selesai, selanjutnya dilaksanakan prosesi berikut kiwon talu landom (malam tiga malam), bejiu pengantin (mandi pengantin), Khataman Al-Quran, dan nyembaloi (Silaturahmi ke rumah mertua).
Baca juga: Bepupur, Tradisi Unik Suku Tidung Dalam Menyambut Pernikahan
Benda-Benda yang Digunakan saat Prosesi Pernikahan
Saat pelaksanaan prosesi pernikahan, terdapat benda-benda khas Suku Tidung yang digunakan. Benda-benda tersebut antara lain:
Bagas Silow
Dalam Bahasa Tidung, bagas memiliki arti beras dan silow memiliki arti kuning, sehingga memiliki arti nasi kuning. Memiliki filosofi sebagai tanda penghormatan, kemakmuran, dan dipercaya sebagai tolak bala terhadap rumah tangga pengantin. Nantinya, nasi kuning ini akan dilemparkan ke arah pengantin yang digunakan sebagai sambutan dan pelepasan kedua mempelai.
Dian
Dian adalah benda berupa lilin berwarna kuning. Penggunaannya pada saat prosesi bepupur dan bebantang. Dian menyiratkan harapan kehidupan yang baik dapat dijalani oleh sang pengantin layaknya cahaya dari lilin tersebut.
Busak Dian
Busak dian memiliki arti bunga kuning yang berupa bunga dengan ujungnya terdapat lilin. Filosofi yang terkandung dari busak lilin yaitu hal-hal baik kehidupan dari bunga, sedangkan nyala api dari lilin yang nantinya dipadamkan oleh pengantin memiliki arti menghilangkan hal-hal yang tidak baik dari kehidupan.
Nasi Rasul
Nasi rasul atau nasi pengantin merupakan makanan yang dimasak dengan santan berasal dari ketan lalu diberi pewarna kuning. Dimana pada bagian atas nasi diberi intin-intin yang dapat dikreasikan dengan bebas. Selain itu, terdapat bunga dengan ujungnya berupa simbol burung. Intin-intin dan bunga mengisyaratkan tanggung jawab laki-laki dalam memberikan nafkah yang halal kepada wanita. Simbol burung memiliki arti usaha berkelana suami dalam mencari nafkah. Nantinya, nasi ini akan disuapkan bergantian dari pengantin laki-laki kepada pengantin wanita dan sebaliknya.
Sirih Pinang
Sirih pinang sering disebut sebagai simbol dari beberapa bahan yang diletakkan di dalam baskom yang terdiri dari daun sirih, pinang, kapur, beras, kelapa, pisang, gula merah, dan amplop. Eksistensi sirih pinang ini dipercaya memberikan pengaruh terhadap kelancaran acara. Nantinya, sirih pinang akan disedekahkan sebagai ucapan syukur atas kelancaran acara.
Selapah
Selapah merupakan kotak kecil yang digunakan sebagai tempat peminangan berisi pinang, kapur sirih, gambir, dan daun sirih. Menjadi salah satu jamuan dari tuan rumah sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu yang hadir. Benda ini identik dengan kebiasaan orang zaman dahulu yaitu menyiri atau menyinang.
Pelujan
Pelujan merupakan tempat pembuangan air ludah setelah menyiri atau menyinang. Pelujan juga menjadi bentuk penghormatan kepada para tamu undangan.
Raja Besila
Raja besila merupakan tempat duduk bagi pengantin dan sebagai penanda status sosial yang dimiliki, berupa kain sarung yang dilipat membentuk persegi berlapis-lapis. Apabila berjumlah satu mengisyaratkan pengantin dari masyarakat biasa, jika jumlahnya tiga mengisyaratkan keturunan sarifah, dan jumlah tujuh atau sembilan berarti dari keturunan bangsawan. Digunakan saat prosesi ijab qabul dan khataman Al-Quran.
Lading
Lading memiliki makna pisau dalam Bahasa Tidung. Pisau ini nantinya digunakan saat prosesi ngabud de lading. Filosofi yang terkandung yaitu pengantin laki-laki harus mempunyai ketajaman hati, keberanian, dan ketegasan dalam memimpin rumah tangga.
Gandur
Gandur digunakan untuk menyimpan timug atau air yang berbentuk wadah bulat dengan tutup. Air tersebut akan diminum saat prosesi nginum timug saluy dan memiliki makna agar hati pengantin selalu diberikan ketenangan, sejuk, dan jernih.
Batu Asa
Batu asa merupakan batu yang akan diinjak mempelai laki-laki saat prosesi ngidaw de batu asa. Memberikan isyarat harapan terhadap rumah tangga pengantin agar kokoh selayaknya batu.
Padaw
Padaw memiliki arti perahu. Mengalami penyesuaian dimana dahulu menggunakan perahu untuk menjemput mempelai laki-laki dan saat ini menggunakan mobil yang dimodifikasi seperti perahu. Penjemputan ini menggambarkan penghormatan dan sebagai simbol tanggung jawab dari laki-laki sebagai nakhoda rumah tangganya.
Panggaw
Panggaw merupakan pelaminan yang digunakan untuk bebantang. Biasanya warna kuning, hijau, dan putih digunakan untuk tangga pelaminan. Filosofi dari warna kuning yaitu kehormatan, hijau memiliki arti kedamaian, dan putih bermakna kesucian. Dekorasi pelaminan juga mendapatkan sentuhan warna merah sebagai simbol keberanian.
Baca juga: Pakaian Adat Suku Tidung, Jembatan antara Tradisi dan Identitas Budaya
Tradisi pernikahan Suku Tidung merupakan gambaran kekayaan budaya tanah air. Dari serangkaian prosesi dan alat-alat yang digunakan, menunjukkan keunikan dan sarat akan makna. Selain menjadi bentuk pelestarian adat istiadat, tradisi-tradisi yang dilakukan memberikan nilai-nilai kebersamaan dan menguatkan ikatan antar individu.
Pelestarian tradisi yang ada menjadi tanggung jawab bersama, mengingat saat ini merupakan era modernisasi yang dapat menggerus eksistensi kebudayaan. Tradisi pernikahan Suku Tidung menjadi warisan yang menjembatani antara masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News