gssmu ngaglik ubah sampah jadi berkah - News | Good News From Indonesia 2025

GSSMu Ngaglik, Ubah Sampah Jadi Berkah

GSSMu Ngaglik, Ubah Sampah Jadi Berkah
images info

Resmi ditutup pada tahun 2024, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan di Bantul telah beroperasi selama 28 tahun. TPA ini diresmikan sejak 1996 dan diperkirakan hanya dapat menampung sampah hingga tahun 2010. Pada akhirnya, TPA tersebut dipaksakan beroperasi dengan menggunakan sistem landfill selama 3 dekade.

Lalu bagaimana dengan daerah yang bergantung pada TPA Piyungan? Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DLHK DIY) memberikan solusi kepada Pemkab Sleman, Pemkab Bantul, dan Pemkot Yogyakarta untuk mengoptimalkan pemilahan sampah secara ketat dari sumber rumah tangga.

Masalah tersebut yang melahirkan sebuah komunitas kecil di daerah Ngaglik, Sleman, bernama Gerakan Shodaqoh Sampah Muhammadiyah (GSSMu) Ngaglik. Berawal dari permasalahan sampah yang selalu berakhir di TPA, komunitas ini mencari celah lain agar sampah yang kita hasilkan dapat menjadi berkah bagi sekitar.

Dari Sampah jadi Manfaat

Setiap Ahad Pahing, komunitas ini berkumpul di Masjid Ahmad Dahlan (MAD) untuk melakukan aktivitas pemilahan sampah. Sampah ini diperoleh dari para jamaah yang datang pagi sekali untuk mengaji atau dijemput oleh tim kami. Sampah yang dikumpulkan merupakan sampah non organik yang terdiri dari plastik, kaca, logam, kertas, elektronik, dan minyak jelantah. 

Sebaran Bank Sampah dan Bulk Store di Yogyakarta, Bantu Gaya Hidup Zero Waste Makin Mudah

Setelah sampah terkumpul relawan akan memilah sampah berdasarkan jenisnya. Kemudian sampah yang terpilah itu akan dijual. Dalam satu hari GSSMu dapat menghimpun sampah sebanyak 900 kg dari keseluruhan sampah.

Hasilnya akan digunakan untuk memakmurkan masyarakat sekitar dan jamaah masjid tersebut. Pada Ahad Wage, relawan akan kembali berkumpul untuk membagikan bahan makanan yang didapatkan dari hasil penjualan sampah tersebut.

Membentuk Generasi Peduli Lingkungan

Hadirnya komunitas ini memberikan dampak positif terhadap kesadaran lingkungan masyarakat sekitar. Sebelum ada kegiatan ini, sebagian warga belum terbiasa memilah sampah berdasarkan jenisnya. Namun seiring berjalannya waktu, kegiatan ini menarik perhatian warga.

Semakin banyak masyarakat secara sukarela menyumbangkan sampah non organik mereka. Sedangkan sampah organik diolah menjadi pupuk. Perubahan kecil ini menunjukan bagaimana sebuah gerakan komunitas dapat memicu kesadaran lingkungan di tingkat akar rumput. 

Dalam upaya menanamkan kepedulian lingkungan sejak dini, GSS meluncurkan program GSS Mini School. Program ini bentuk fasilitas yang diberikan GSSMu agar anak-anak tetap mendapatkan hak bermainnya dan tidak ketergantungan pada gadget ketika mengikuti orang tua saat kegiatan pemilahan sampah. 

Aktivitas GSS Mini School
info gambar

Melalui GSS Mini School, anak-anak tidak hanya menonton orang tua mereka memilah sampah. Tetapi mendapatkan pembelajaran tentang lingkungan secara nyata dan menyenangkan. Mereka diajak mengenal berbagai jenis sampah, memilah sampah, dan menghasilkan produk kerajinan dari sampah.

Pembelajaran ini dirancang berdasarkan beberapa aspek berikut, ibadah, sosial, kepemimpinan, kreativitas, dan edukasi sampah.

Keindahan Tarian Peksimoi, Cara Kyai Sebarkan Dakwah di Kabupaten Sleman

Kegiatan pembelajaran ini dikemas dalam bentuk yang interaktif melalui berbagai macam permainan sehingga anak tidak jenuh. Dalam dua bulan terakhir kegiatan GSS Mini School berkembang menjadi tukar asuh. Program ini memungkinkan anak-anak bergantian menginap setiap bulannya dan dilanjutkan berbagai aktivitas edukatif di keesokan harinya.

Keberhasilan komunitas ini telah menginspirasi lahirnya GSS di lokasi-lokasi lain. Harapannya, dengan berkembangnya GSS ini bisa memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat sekitar dan membantu proses pengolahan sampah secara berkelanjutan.

Tidak hanya memberikan solusi untuk pengelolaan sampah, GSS telah membuktikan diri sebagai wadah pembentukan karakter dan nilai-nilai positif dalam keluarga. 

Yang membuat berbeda, komunitas ini menumbuhkan kesadaran lingkungan melalui pendekatan keluarga. Setiap kegiatan dirancang selalu melibatkan seluruh anggota keluarga. Sehingga tercipta dinamika pembelajaran yang alami dan berkelanjutan.

Proses kaderisasi ini menjadi kunci keberlangsungan suatu pergerakan. Karena nilai diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NR
AS
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.