mengulas alasan indonesia jadikan nasi sebagai makanan pokok ternyata ada pengaruh politik - News | Good News From Indonesia 2025

Mengulas Alasan Indonesia Jadikan Nasi sebagai Makanan Pokok, Ternyata Ada Pengaruh Politik

Mengulas Alasan Indonesia Jadikan Nasi sebagai Makanan Pokok, Ternyata Ada Pengaruh Politik
images info

Masyarakat Indonesia mempunyai istilah belum makan kalau belum makan nasi. Hal ini menggambarkan gaya hidup mayoritas masyarakat Indonesia yang menjadikan nasi sebagai makanan pokok.

Padahal dalam sejarahnya, pada abad ke 8 hingga 9 Masehi masyarakat Jawa khususnya tidak menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Di Relief Candi Borobudur, masyarakat melahap berbagai jenis makanan seperti jewawut, pisang, sukun dan talas.

Sementara itu, berdasarkan buku Indonesia: Peoples and Histories yang ditulis oleh Jean Gelman Taylor masyarakat Indonesia sudah menanam padi sejak 3000 tahun Sebelum Masehi atau beriringan dengan sistem persawahan yang dikembangkan di China. 

Bukti penanaman padi ini diketahui dari penemuan penanaman padi di Indonesia diketahui dari penemuan sawah di Pulau Sulawesi. Karena pentingnya makanan ini, masyarakat Indonesia menjuluki beras sebagai anugerah yang diberikan Dewi Sri atau seorang dewi padi yang dipercayai oleh orang Jawa Kuno dan Bali. 

Padi memang salah satu tanaman yang cukup mudah ditanam. Kondisi itulah yang kemudian membuat Indonesia dikenal sebagai negara penghasil beras terbanyak serupa dengan negara India, Tiongkok, Bangladesh, dan Vietnam. 

Peran pemerintah

Ternyata nasi menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia bermula dari zaman kemerdekaan. Saat itu, pemerintahan Soekarno menitikberatkan pada pembangunan pertanian. 

Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, para petani didorong untuk mengedepankan swasembada pangan, termasuk beras. Hal ini terlihat dari adanya program Rencana Kasimo (1948-1950) dan rencana produksi beras yang terpusat atau Padi Sentra (1959–1961). 

Tetapi kedua program ini gagal karena kondisi negeri yang tidak stabil, di samping
di samping masalah keterbatasan anggaran, kesulitan logistik, dan strategi harga yang gagal. Hingga akhirnya pemerintahan Bung Karno jatuh pasca Gerakan 30 September (G30S)

Namun hal ini berubah ketika masa pemerintahan Orde Baru. Presiden Soeharto menerapkan kebijakan Revolusi Hijau untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya beras.

Program ini mencakup penggunaan varietas padi yang lebih unggul, penggunaan pupuk dan pestisida, serta pengembangan infrastruktur pertanian. Pemerintah juga 
menggagas program transmigrasi untuk mencetak sawah di luar Jawa. 

Melalui keputusan Presiden (Keppres) Nomor 82 Tahun 1995, ditetapkan adanya Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar yang menempatkan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, sebagai lokasi pembukaan sawah baru seluas 3.000 hektar.

Kebijakan Soeharto ini sukses menggenjot produksi beras nasional pada tahun 1984, 
Indonesia bisa memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Produksi nasional pada tahun tersebut mencapai 27 juta ton dengan konsumsi dalam negeri sebesar 25 juta ton.

Jadi budaya

Upaya untuk mengurangi konsumsi beras sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah. Sejak zaman Orde Baru, pemerintah sudah gencar mengkampanyekan diversifikasi pangan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras. 

Tetapi upaya ini terbentur dengan program swasembada beras yang menjadi fokus pemerintah saat itu. Hingga akhirnya makan nasi menjadi sebuah budaya yang tak bisa dilepaskan.

Dijelaskan oleh Nurdin (2007) istilah “belum makan kalau belum makan nasi” sudah tertanam dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Hal ini merupakan budaya yang memang sudah lama diwariskan serta ada dalam keyakinan masyarakat.

“Bahwa makanan merupakan persoalan yang terkait dengan selera serta kebiasaan, di mana untuk mengubah kebiasaan makan seseorang bukanlah hal yang mudah, bahkan dapat dikatakan bahwa kebiasaan makan adalah inti kebudayaan, dan inti kebudayaan merupakan hal yang sulit untuk diubah,” paparnya.

Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.