Halo, Kawan GNFI!
Pernahkah Kawan mendengar tentang bubur memek?
Memek nama yang mungkin terdengar asing dan kontroversial ini menyimpan sejarah dan tradisi budaya yang kaya. Di balik namanya, terdapat kuliner yang memiliki makna mendalam dan mencerminkan warisan kuliner yang unik.
Memek, sebuah hidangan berbentuk bubur yang berasal dari Kabupaten Simeulue, Aceh, bukan hanya sekadar makanan. Ia adalah simbol dari identitas budaya masyarakat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Dalam setiap suapan, tersimpan cerita nenek moyang yang mengunyah beras ketan dan pisang pada masa pendudukan Jepang, menjadikan kuliner ini tidak hanya menggugah selera, tetapi juga menyentuh jiwa.
Mari, Kawan, kita telusuri rasa dan makna yang terkandung dalam bubur memek, dan temukan keunikan serta nilai-nilai budaya yang membuatnya tak terlupakan!
Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, dikenal dengan keanekaragaman budayanya, termasuk kuliner khas yang unik bernama memek. Makanan ini berbentuk bubur dan memiliki proses pembuatan yang khas.
Menikmati Blendrang, Olahan Bubur Ala Gunung Pring Muntilan, Tak Lekang oleh Zaman
Bubur memek meskipun namanya mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang dan berkonoasi negatif, merupakan kuliner khas yang memiliki nilai budaya bagi masyarakat di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh
Memek terbuat dari pisang yang ditumbuk kasar, dicampur dengan beras yang telah disangrai, dan dimasak bersama santan serta gula untuk memberikan rasa yang lebih nikmat.
Proses memasak memek memerlukan waktu sekitar satu jam. Teknik memasaknya dirancang untuk mencapai rasa dan tekstur yang tepat, sehingga setelah matang, memek tampil dengan bentuk seperti bubur, namun memiliki cita rasa yang berbeda dari bubur pada umumnya.
Keunikan ini menjadikan memek sebagai salah satu kuliner yang diakui dalam khazanah kuliner Indonesia.
Bubur memek telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, berdasarkan pengesahan yang dilakukan oleh Kemendikbud pada 13—16 Agustus 2019 di Hotel Millenium Jakarta. Penetapan ini menunjukkan pengakuan resmi terhadap nilai budaya dan tradisi yang terkandung dalam hidangan ini.
Asal Muasal Bubur Memek
Secara etimologis, istilah "memek" berasal dari bahasa masyarakat Simeulue yang berarti mengunyah atau menggigit. Istilah ini berkaitan dengan kebiasaan nenek moyang yang sering mengunyah beras ketan yang dicampur dengan pisang, sehingga muncul istilah mamemek.
Tradisi ini menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Simeulue dan diwariskan secara turun-temurun.
Masyarakat Simeulue tidak mengetahui secara pasti kapan dan bagaimana makanan ini pertama kali muncul. Namun, ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa bubur memek telah ada sejak masa pendudukan Jepang.
Bubur Manggul, Makanan Tradisional dari Madura dengan Cita Rasa Gurih dan Pedas
Pada masa itu, warga berusaha menyembunyikan beras agar tidak disita oleh tentara Jepang. Untuk itu, mereka tidak memasak beras, melainkan mengunyahnya bersama dengan buah pisang. Suara gemeretak yang dihasilkan dari kunyahan ini dikenal dengan sebutan mamemek.
Setelah pasukan Jepang pergi, nama mamemek disingkat menjadi memek, dan cara pengolahannya pun mengalami perkembangan hingga menjadi seperti yang dikenal saat ini.
Memek dalam Acara Tertentu
Saat ini, bubur memek sering dijumpai dalam berbagai acara masyarakat, seperti menyambut tamu daerah, kenduri, dan bulan Ramadhan sebagai menu berbuka puasa. Memek memiliki peranan penting dalam memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat, terutama dalam konteks acara-acara tertentu.
Keberadaannya dalam setiap acara menggambarkan nilai kebersamaan dan tradisi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Simeulue. Selain itu, memek juga dianggap sebagai makanan yang praktis untuk dibawa bepergian antar pulau.
Dengan cara memasaknya yang sederhana, banyak masyarakat Simeulue menjadikannya sebagai bekal saat melakukan perjalanan.
Kepraktisan ini membuat memek mudah diakses dan dinikmati oleh siapa saja, baik di dalam maupun di luar daerah. Memek bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Tak heran jika banyak orang yang kembali lagi untuk menikmati hidangan ini, menjadikannya bagian dari tradisi kuliner yang terus hidup dan berkembang.
Dengan segala keunikan dan makna budaya yang terkandung di dalamnya, bubur memek terus dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat Pulau Simeulue. Melalui pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia, diharapkan kuliner ini dapat terus dikenal dan dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Memek bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol dari identitas dan tradisi masyarakat Simeulue yang kaya akan sejarah dan budaya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News