Bambu, tanaman yang telah lama dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi dan kerajinan, kini disoroti sebagai sumber energi terbarukan yang potensial.
Penelitian menunjukkan bahwa bambu memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan, baik sebagai bahan bakar padat maupun sebagai bahan baku untuk bioenergi cair dan gas.
Hal ini didukung oleh sifat alami bambu yang tumbuh cepat, ketersediaannya yang melimpah, dan kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida.
Keunggulan Bambu sebagai Biomassa Energi
Salah satu keunggulan bambu adalah kecepatan tumbuhnya yang luar biasa. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga 91 cm per hari, menjadikannya tanaman yang mudah dipanen dalam waktu singkat.
Selain itu, bambu memiliki nilai kalor yang tinggi, yaitu sekitar 4.100 Kkal/kg pada kadar air 16%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan banyak jenis biomassa lainnya, seperti jerami atau kayu biasa, sehingga lebih efisien untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Bambu juga dikenal sebagai tanaman ramah lingkungan. Selama masa pertumbuhannya, bambu dapat menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar, membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Penanaman bambu di lahan terdegradasi juga tidak mengganggu lahan produktif untuk pertanian, sehingga tidak menimbulkan konflik dengan ketahanan pangan.
Baca juga RI Gandeng Kerja Sama Fiji, Bikin Produk Bambu Berkelanjutan
Proses Konversi Bambu menjadi Energi Terbarukan
Bambu dapat dikonversi menjadi energi terbarukan melalui beberapa metode:
- Fermentasi
Proses fermentasi memanfaatkan kandungan gula dalam bambu untuk menghasilkan bioetanol. Gula ini dipecah oleh mikroorganisme seperti ragi menjadi etanol, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar cair. - Pirolisis
Dalam pirolisis, bambu dipanaskan pada suhu tinggi tanpa oksigen. Proses ini menghasilkan tiga produk utama: biochar, bio oil, dan gas sintetis. Biochar dapat digunakan sebagai bahan bakar padat atau pupuk, sedangkan bio oil dan gas sintetis dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan energi. - Pembuatan Biopellet
Bambu dikeringkan dan dikompresi menjadi biopellet, bahan bakar padat dengan kepadatan tinggi dan nilai kalor yang signifikan. Biopellet bambu cocok untuk pembangkit listrik tenaga biomassa.
Mengurangi emisi karbon
Penelitian yang diterbitkan di Journal of Renewable Energy (2022) menyebutkan bahwa penggunaan bambu sebagai bahan bioenergi dapat mengurangi emisi karbon hingga 30% dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Selain itu, studi lain dari Universitas Teknologi Surabaya mengungkapkan bahwa bambu memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi dibandingkan biomassa lain, menjadikannya kandidat unggul untuk energi terbarukan di masa depan.
Baca juga Mengenal Berbagai Sumber Energi Terbarukan di Indonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News