Bagus Putra Muljadi adalah akademisi Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sosoknya menarik, karena ia lulus telat waktu dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tidak menembus angka tiga.
Namun, Bagus membuktikan nilai akademik yang kecil bukanlah tolok ukur dalam mengejar kesuksesan. Seusai mendapat gelar sarjana, ia justru lebih tekun belajar dan sanggup menyelesaikan gelar master dan doktornya di bidang mekanika terapan di National Taiwan University (NTU).
Kini Bagus menjadi asisten profesor di Departemen Teknik Lingkungan dan Kimia Universitas Nottingham, Nottingham, Inggris. Tugasnya tidak hanya mengajar, tapi juga menjembatani dosen dan peneliti Indonesia dengan instansi luar negeri.
Sebagai akademisi, tentu Bagus memiliki minat baca yang tinggi. Saat ditanya Good News From Indonesia, ia pun memberikan enam rekomendasi buku bacaan terbaiknya.
Rekomendasi Buku Bagus
Fundamentals of Fluid Mechanics karya Bruce Roy Munson dkk adalah buku pertama yang direkomendasi Bagus. Ia berkelakar saat me-mention buku tersebut yang memang dijadikan buku teksnya ketika mengajar.
“Saya harus ngomong itu karena saya ngajar kelas,” kata Bagus kepada Good News From Indonesia dalam segmen GoodTalk.
Yang kedua, Bagus merekomendasikan Faust karya Johann Wolfgang vo Goethe. Buku ini menceritakan seorang pujangga yang mendambakan ilmu pengetahuan tak terhingga dan membuatnya rela menjual jiwanya ke iblis Mephistopheles.
Selanjutnya, buku-buku karya peneliti Amerika-Lebanon, Nassim Nicholas Taleb. Salah satu buku Taleb adalah The Black Swan yang pernah masuk dalam daftar penjualan terbaik New York Times.
Tak lupa Bagus menyarankan buku yang lebih penting dari dua buku yang sudah direkomendasikan, yaitu kitab suci.
“Kitab suci sangat penting apa pun agama Anda. Harusnya itu nomor satu,” ucap Bagus.
Buku sejarah juga disarankan Bagus. Ia pun memilih buku karya Aleksandr Solzhenitsyn yang menurutnya bisa memahami sejarah kekelaman bangsa Indonesia.
“Untuk mengetahui sejsarah kekelaman Indonesia di era nihilisme, The Ghulag Archipelago,” jelasnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News