tari kain kromong sebuah ekspresi atas rasa syukur - News | Good News From Indonesia 2024

Tari Kain Kromong, Sebuah Ekspresi Atas Rasa Syukur

Tari Kain Kromong, Sebuah Ekspresi Atas Rasa Syukur
images info

Pada tahun 2016 lalu, dengan No SK: 244/P/2016 akhirnya tari kain kromong menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari desa Mandiangin Tuo, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Sebenarnya keberadan tari ini tak bisa lepas dari Legenda Satisa yang merayakan dan mensyukuri pencapaiannya dengan menari.

Dalam penuturan masyarakat atau cerita rakyat (folklore) yang beredar, disebutkan bahwa Satisa (orang yang pertama kali menarikan tari kain kromong) awalnya bukanlah seorang manusia, melainkan tirau, yakni mahluk ghaib atau mahluk jadi-jadian dalam mitologisetempat.

Mahluk bernama tirau ini bisa hidup di dua alam yang berbeda (alam ghaib dan alam manusia) dan sering kali muncul di tengah hutan, sehingga keberadaannya kerap membuat orang yang menambang kayu di hutan merasa terganggu oleh keberadaan mahluk ghaib ini. Akhirnya dibuatlah sebuah ritual untuk menangkap tirau.

Ketika tirau ditangkap dan menjalani proses ritual, tirau ini berubah wujud menjadi seorang gadis cantik atau Cindo dalam bahasa lokal masyarakat Mandiangin. Setelah selesai menjalani ritual dan memiliki wujud manusia, ia sudah tidak bisa kembali ke alamnya dan akhirnya hidup di tengah masyarakat seperti manusia pada umumnya.

Tari Maengket, Tarian Rasa Syukur dan Gotong Royong Masyarakat Suku Minahasa

Saat menjadi manusia inilah ia diberikan nama Satisa oleh masyarakat setempat. Keseharian Satisa setelah itu, dihabiskan dengan menenun dan setiap kali menyelesaikan tenunan menjadi sebuah kain, ia selalu bersuka cita dan mengekspresikan atau merayakannya dengan menari.

Gerakannya ini menurut cerita masyarakat, didapat oleh Satisa saat mengamati lingkungan sekitar, seperti gerakan burung-burung saat terbang di angkasa. Ada pula gerakan badan berputar dan tangan mengayun-ngayun dengan gemulai.

Salah satu ciri khas tarian ini adalah langkah kaki yang hanya berpijak di satu titik, tidak berpindah-pindah.

Ketika Satisa sedang menarikan dan mengekspresikan kebahagiaan karena menyelesaikan sebuah kain tenunannya inilah, ternyata ada salah seorang gadis di desa Mandiangin Tuo, yang melihat dan memperhatikan apa yang telah dilakukan oleh Satisa.

Gadis tersebut lalu mencoba menirukan gerakan dan mengingat-ingatnya. Saat selesai menarikan dan menghafalkan gerakannya, ia lalu mengajarkan tarian yang ditarikan oleh Satisa tersebut kepada orang-orang desa.

Tarian itu kini dipercaya oleh masyarakat Mandiangin sudah ada sejak 200 tahun lalu, yakni pada tahun 1800-an. Tarian legendaris ini sudah mencapai generasi keempat bila mengacu pada sosok maestro tari kain kromong, yakni Ayu Manit, yang sudah berusia 82 tahun. Tentunya, dari sini ia sudah mencapai generasi kelima jika mengacu kepada anaknya, Sri Sudewi, ataupun generasi keenam buat anak-anak Gen Z dan Gen Alfa.

Adapun salah satu identitas yang seringkali ditonjolkan sekaligus menjadi properti utama pada tari kain kromong, ialah kain tenun atau biasanya disebut dengan nama Selendang Pelangi.

Tentu ini merupakan penanda atau identitas awal yang dibawakan oleh Satisa ketika mengungkapkan perasaan bahagia dan suka cita setelah sekian lama berproses, hingga akhirnya bisa menghasilkan sebuah kain.

Legenda Gajah Putih dan Tari Guel dari Aceh yang Dipercaya Menjadi Cikal Bakal Tarian Tradisional Tersebut

Selain itu, dalam perkembangannya, tarian awalnya diduga hanya menggunakan kostum berupa Dodot atau kemben dengan hiasan teratai di dada.

Akan tetapi, saat masuknya ajaran Islam, kostum para penari pun mengalami penyesuaian, seperti menggunakan baju kurung melayu, kain songket serta perhiasan di kepala dan diiringi oleh alunan alat musik tradisional, seperti kromong, gendang, dan gong (yang ditabuhkan mengikuti bunyi gumaman atau senandung dari Satisa saat menari).

Pada masa sekarang, tari kain kromong biasanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu kehormatan. Selain itu juga seringkali dipentaskan dalam acara pernikahan, peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI), hingga gelaran festival kebudayaan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RI
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.