antara bahasa cia cia dan aksara korea - News | Good News From Indonesia 2024

Antara Bahasa Cia-Cia dan Aksara Korea

Antara Bahasa Cia-Cia dan Aksara Korea
images info

Antara bahasa Cia-Cia dan aksara Korea, apa hubungannya?

“잘란 꼼쁠렉스 뻰디디깐”

Tahukah Kawan, dalam bahasa apa kalimat tersebut dituliskan? Jika menjawab “bahasa Korea”, Kawan salah besar. Memang hurufnya berupa aksara Korea atau dikenal sebagai Hangeul, tapi kalimat tersebut merujuk pada salah satu nama jalan di Sulawesi Tenggara, lho

Aksara Hangeul atau huruf Korea sudah tidak asing lagi ditemukan di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kampung Karya Baru yang berlokasi di Pulau Buton. Sebuah perkampungan yang berada di Kota Baubau tersebut dihuni oleh 80.000 penduduk bersuku Cia-Cia. 

Dalam keseharian mereka, suku Cia-Cia menggunakan bahasanya sendiri, yaitu bahasa Cia-Cia. Bahasa ini termasuk ke dalam salah satu rumpun bahasa Austronesia. Tidak seperti bahasa daerah Indonesia yang memiliki sistem penulisan aksaranya masing-masing, bahasa ini justru mengadopsi aksara Hangeul sebagai bentuk komunikasi tertulis mereka. Mengapa demikian? 

Aksara Hangeul dan Pertukaran Perjanjian

Penggunaan aksara Hangeul pada bahasa Cia-Cia baru dicetuskan pada tahun 2009. Keputusan ini berawal dari peristiwa Simposium Naskah Internasional IX yang diadakan pada tahun 2005, dihadiri oleh sejumlah ahli linguistik dari berbagai macam negara, salah satunya adalah peneliti bahasa dari Lembaga Penelitian Humnim Jeongeum yang bernama Prof. Chun Tai Hyun.

Dalam perjalanannya mengelilingi Kota Baubau, beliau mengamati cara berbicara suku Cia-Cia. Menurutnya, pelafalan bahasa mereka yang unik mirip seperti cara orang Korea berbincang. Hal ini pun menjadi bahasan dalam acara simposium tersebut. 

Tentu kesepakatan tidak serta-merta langsung dicetuskan. Pihak pemerintah Korea Selatan diharuskan untuk mendiskusikannya lebih lanjut bersama berbagai pihak organisasi suku Cia-Cia, terutama kepala sukunya.

Setelah melalui banyak diskusi dan perbincangan panjang, maka ditandatanganilah perjanjian kerjasama antara pemerintah Kota Baubau dan pemerintah Korea Selatan pada 22 Desember 2009. 

Perjanjian tersebut didasari oleh pertukaran pada aspek kebudayaan kedua belah pihak. Pemerintah Baubau diizinkan mengadopsi aksara Hangeul untuk bahasa tulis dan sebagai gantinya, pemerintah Korea Selatan akan mempromosikan kebudayaan Kota Baubau, terutama suku Cia-Cia, ke masyarakat mereka dengan gencar.

Mempertimbangkan usulan yang cukup menguntungkan dalam mengangkat reputasi Kota Baubau dan suku Cia-Cia ke mata internasional, maka walikota Baubau saat itu, Mz. Amirul Tamim, pun akhirnya setuju. 

Baca Juga: Sejarah Hari Ini (21 Juni 2001) - Status Kota Baubau

Selain karena dianggap dapat menarik perhatian kancah dunia, pengadopsian aksara Hangeul ini juga dinilai mencakup hampir sebagian besar bahasa Cia-Cia. Sebelumnya, mereka mencoba menerapkan aksara Arab gundul sebagaimana bahasa Wolio yang mayoritas digunakan oleh masyarakat Buton.

Sayangnya, tidak semua bahasa Cia-Cia dapat dituliskan dengan tepat oleh aksara tersebut. Karena itu, setelah diadakannya simposium dan diskusi lebih lanjut, akhirnya dipilihlah aksara Korea sebagai bahasa tulis mereka. 

Pro dan Kontra Aksara Hangeul

Tentu mengadopsi aksara negara lain sebagai bentuk komunikasi tertulis suatu suku di Indonesia menimbulkan banyak pro dan kontra. Keduanya sama-sama berlandaskan tujuan untuk melestarikan bahasa daerah Indonesia. 

Kelompok yang berpandangan pro sebagian besar berasal dari kalangan tokoh adat Cia-Cia Laporo dan Cia-Cia Kaisabu, guru, serta murid yang mengalami dampaknya secara langsung. Mereka berpendapat, bahwa seiring berjalannya waktu, budaya akan mengalami penyesuaian dengan zaman.

Artinya, budaya tidak berjalan secara statis, melainkan dinamis. Hal tersebut merujuk pada penggunaan aksara Arab gundul sebelumnya yang tidak membuat kebudayaan Cia-Cia berubah menjadi kearab-araban sehingga mengadopsi aksara Hangeul tak akan membuat mereka semakin kekorea-koreaan. 

Ditambah dengan pengaruh Hallyu Wave, penggunaan aksara Hangeul memotivasi generasi muda Cia-Cia untuk melestarikan bahasa mereka. Mereka juga berkesempatan belajar langsung budaya Korea di Korea Selatan dan sekolah-sekolah setempat menerima bantuan komputer.

Sementara itu, para ahli linguistik berada dalam pihak kontra. Hal ini karena adanya kekhawatiran kosakata Korea akan bercampur, membuat bahasa Cia-Cia semakin terkikis. Aksara Korea pun dinilai tidak ada sangkut-pautnya dengan sejarah dan budaya masyarakat Cia-Cia.

Terlebih lagi, proses penerapan aksara Hangeul bukan terjadi secara alamiah, melainkan karena kebijakan dari petinggi daerah setempat. Karena itu, penutur bahasa Cia-Cia di wilayah lainnya merasa tidak dilibatkan dalam keputusan tersebut. 

Terlepas dari berbagai pro dan kontra, penggunaan aksara Hangeul dapat menjadi langkah strategis untuk mencegah bahasa Cia-Cia dari kepunahan. Namun, upaya ini tetap memerlukan komitmen dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Indonesia agar pelestarian budaya lokal dapat berjalan optimal tanpa harus bergantung pada adopsi identitas budaya negara lain.

Sumber Referensi:

Nurrochsya, M. W. (2015). Persoalan pelestarian bahasa Ciacia: Refleksi atas etika diskursus. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 21(2), 153-166.

Paramita, W., & Saeri, S. (2018). Study of Application of Korean Alphabet Among Cia-cia Tribe in Baubau City (Doctoral dissertation, Riau University).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.