Remise Des Palmes Académiques, sebuah penghargaan tertinggi dan tertua di Prancis, dianugerahkan pada Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., seorang Guru Besar Bidang Ilmu Sastra dan Gender Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (4/12), di Gedung Pusat UGM.
Penghargaan ini merupakan gagasan Napoleon I pada tahun 1808 sebagai bentuk apresiasi kepada anggota Universitas (dengan tiga tingkatan: pemegang, pejabat Universitas, dan pejabat Akademi) yang telah memberikan pelayanan terbaik di bidang pendidikan.
Sebagaimana dilansir dari Association Des Membres de l’Ordre Des Palmes Académiques, penghargaan ini diberikan kepada siapapun, baik orang asing ataupun warga Perancis yang tinggal di luar negeri dan secara aktif berkontribusi terhadap perluasan kebudayaan Perancis di dunia.
Guru Inspiratif dari Gresik: Kehebatan Ahmad Zubaidi Amrullah yang Raih Anugerah GTK Kemenag
Dalam hal ini, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., sebagai seorang dosen di Prodi Sastra Prancis FIB UGM yang memiliki fokus kajian terhadap Gender hingga Analisis Wacana Kritis - Sosio Humaniora, dinilai memiliki kontribusi lebih lewat kajian Sastra Prancis, termasuk Teori Sastra Prancis Kontemporer.
Fabien Penone, Duta Besar Prancis untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste mengungkapkan, karya-karya Prof. Wening, khususnya di bidang akademik dinilai layak untuk mendapatkan penghargaan tertinggi akademik Prancis.
“Selama tiga puluh tahun Prof. Wening berkarir dan mempromosikan frankofoni di Indonesia, menjadi jembatan antara hubungan Indonesia-Prancis. Anda sangat layak mendapatkan penghargaan Palmes Académiques ini,” ucap Fabien.
Kiprah Yudha Prawira Budiman, Dosen Unpad yang Jadi Penulis Utama di Jurnal Chemical Reviews Bersama Sederet Peneliti
Hubungan Bilateral Prancis – Indonesia Lewat Sastra dan Budaya
Hubungan bilateral Indonesia – Prancis telah terjalin sejak 1950. Artinya, kerja sama antarkeduanya telah terjadi selama 74 tahun. Selama itu pula, kolaborasi di berbagai bidang telah dilakukan, mulai dari ekonomi, bisnis, pendidikan, kebudayaan, hingga sastra.
Dalam hal ini hubungan bilateral Indonesia – Prancis di dunia akademik tidak kalah penting, sebagaimana kerja sama di bidang ekonomi. Fabien memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap dunia akademik di Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan prioritas bagi Prancis.
Ia menegaskan agar hubungan bilateral di berbagai sektor, termasuk akademik, budaya, ekonomi, hingga politik dapat terus terjalin. Salah satunya dengan meningkatkan kolaborasi global akademik untuk bertukar budaya serta mengapresiasi penelitian atau riset akademik.
“Prof. Wening, telah terlibat dalam kegiatan ilmiah dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Prancis. Jadi, ia sepenuhnya layak untuk mendapatkan penghargaan ini,” imbuh Fabien.
Salim Said, Tokoh Pers yang Geluti Banyak Bidang: dari Sastra hingga Militer
Dekat dengan Seni Sejak Kecil
Prof. Wening hidup dan dekat dengan seni. Sejak kecil, ia dibesarkan oleh keluarga yang kental dengan budaya dan seni. Kehidupan itulah yang mengenalkan Prof. Wening dengan seni Prancis, dalam hal ini lagu hingga film Prancis.
Ketertarikannya pada sastra dan budaya Prancis ini lantas disumbangkan lewat karya tesisnya yang membahas tentang interpretasi mitos Jawa Rara Jonggrang dan Rara Mendut menggunakan teori strukturalisme Claude Levi-Strauss.
Claude Levi-Strauss merupakan antropolog dan filsuf Prancis yang mencetuskan teori strukturalisme, sebuah kerangka teoritis untuk meneliti unit-unit dasar sistem budaya, seperti mitos. Karya Claude Levi-Strauss sangat berpengaruh di bidang sastra, tidak hanya di Prancis melainkan dunia.
“Saya termasuk orang yang beruntung. Ini sekaligus menjadi tantangan bagi saya. Harapannya saya bisa berkontribusi lebih baik dengan kajian prancis yang selama ini menjangkar kuat membentuk peradaban dunia,” tutur Prof. Wening.
Dosen IPB University Ungkap Potensi 'Menghidupkan Kembali' Tasmanian tiger
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News