Setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai, salah satunya adalah tarian tradisional.
Tarian ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi media untuk menyampaikan pesan, norma, hingga nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Dari Sabang sampai Merauke, tarian adat berperan penting dalam menggambarkan identitas suatu suku atau daerah, termasuk Kabupaten Samosir, yang dikenal sebagai tanah kelahiran budaya Batak Toba.
Di tengah keindahan alamnya yang memukau, Kabupaten Samosir menyimpan tradisi seni yang kaya, salah satunya adalah tortor.
Tortor adalah tarian tradisional masyarakat Batak Toba yang memiliki makna mendalam dan erat kaitannya dengan kehidupan spiritual serta sosial mereka.
Dalam setiap gerakannya, tortor menyampaikan cerita, doa, dan harapan, seakan menjadi jembatan antara manusia, sesama, dan Tuhan.
Salah satu jenis tortor yang sangat menarik perhatian adalah Tortor Hata Sopisik, sebuah tarian yang mengungkapkan cinta melalui simbol gerakan dan interaksi unik antara muda-mudi.
Sejarah Tari Tortor Hata Sopisik
Pada masa lalu, masyarakat Batak Toba memiliki aturan adat yang mengatur pergaulan muda-mudi.
Etika dan norma yang dijunjung tinggi tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam seni tradisional seperti Tortor Hata Sopisik.
Tarian ini menjadi wujud nyata dari nilai-nilai adat, khususnya dalam tata krama pergaulan antara pria dan wanita muda (naposo).
Tortor Hata Sopisik memiliki keunikan yang membedakannya dari tortor lainnya, yakni adanya unsur husip-husip.
Kata husip-husip sendiri berarti "berbisik," yang menggambarkan interaksi halus antara laki-laki dan perempuan saat mengungkapkan isi hati.
Tradisi husip-husip juga sering dikaitkan dengan tahap marhusip, yaitu pembicaraan pribadi sebelum proses pernikahan dalam adat Batak.
Baca Juga: Tradisi Mangulosi Pada Pernikahan Batak Toba
Dalam konteks Tortor Hata Sopisik, husip-husip digunakan oleh muda-mudi untuk menyampaikan perasaan cinta dengan cara yang simbolis namun tetap sopan, sesuai nilai-nilai adat.
Tortor Hata Sopisik tidak hanya menjadi media seni, tetapi juga sarana pendidikan budaya bagi generasi muda Batak Toba.
Tarian ini mencerminkan proses hubungan cinta dari awal perkenalan hingga tercapainya kesepakatan untuk menjalin hubungan yang lebih serius.
Lewat simbolisasi gerakannya, Tortor Hata Sopisik mengajarkan pentingnya komunikasi yang penuh penghormatan, kesabaran, dan kejujuran dalam membangun hubungan.
Empat Bagian Utama dalam Tortor Hata Sopisik
Tortor Hata Sopisik terbagi menjadi empat bagian utama yang menggambarkan tahapan pengungkapan perasaan cinta:
- Perkenalan, Tahap ini menjadi langkah awal di mana kedua belah pihak mulai saling mengenal.
- Penyampaian Isi Hati, Melalui gerakan simbolik husip-husip, pria dan wanita mengungkapkan perasaan masing-masing.
- Kesepakatan, Pada bagian ini, pasangan mencapai kesepahaman untuk melanjutkan hubungan.
- Komitmen Cinta, Tahap terakhir menandakan pengikatan hubungan dengan nilai-nilai adat yang tetap dijunjung tinggi.
Dengan latar belakang sejarah dan filosofinya, Tortor Hata Sopisik menjadi salah satu warisan budaya Batak Toba yang kaya akan nilai, seni, dan makna.
Tarian ini tidak hanya memeriahkan upacara adat, tetapi juga melestarikan etika pergaulan dan cinta yang santun bagi generasi muda.
Pemecahan Rekor Muri
Baru-baru ini, Tortor Hata Sopisik mencatatkan sejarah dengan memecahkan rekor MURI.
Sebanyak 1.375 siswa dan siswi berkumpul untuk menari tortor secara serentak di sepanjang zona 2 hingga zona 4 Waterfront City.
Rekor ini tercatat dalam ajang Aquabike Jetski World Championship 2024 Grand Prix Lake Toba Indonesia yang sukses memecahkan rekor MURI dengan kategori "Tarian Tortor Hata Sopisik Terbanyak".
Penampilan spektakuler ini menjadi bagian dari rangkaian acara pada hari kelima kejuaraan tersebut.
Rekor ini sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan Tortor Hata Sopisik ke dunia. Dengan segala makna dan nilai yang terkandung di dalamnya, tortor ini bukan sekadar tarian, melainkan cerminan jiwa masyarakat Batak Toba.
Baca Juga: Martonggo Raja, Tradisi Musyawarah Adat Batak Toba
Tortor Hata Sopisik mengajarkan kita untuk tidak melupakan akar budaya. Setiap gerakannya adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Semoga generasi muda terus belajar dan bangga dengan kekayaan budaya kita, termasuk tortor yang penuh cinta ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News