Maluku menyimpan banyak sejarah kelam pada masa penjajahan rempah oleh Eropa. Bukan hanya Maluku, pulau sebrang di bagian utara juga menyimpan segudang sejarah dan peninggalan yang kemudian menjadi bukti kekuatan pertahanan masyarakat Maluku Utara. Hal tersebut hingga saat ini dapat dilihat dari kekuasaan Kesultanan Jailolo, kesultanan terbesar penguasa Maluku Utara.
Sejarah Berdirinya Kesultanan Jailolo
Kesultanan Jailolo merupakan salah satu kesultanan yang berpusat di Pulau Halmahera, Maluku Utara. Kesultanan ini berdiri atas Perjanjian/Persekutuan Moti (1322) yang menyepakati pembagian kerajaan di wilayah Halmahera, Maluku, Raja Ampat, dan Kepulauan Sula.
Pada abad ke-18, Maluku Utara dikuasai oleh tiga kerajaan yang masing-masing memiliki hubungan politis dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Ketiga kerajaan tersebut adalah Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, dan Kerajaan Bacan.
Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore berpusat di pulau-pulau kecil dengan daerah kekuasaan di seluruh Maluku Utara hingga Irian Barat, serta beberapa bagian di pesisir Sulawesi Timur. Sementara itu, Kerajaan Sacan berkuasa di Pulau Sacan ditambah pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Pada awal abad ke-17, Pulau Halmahera masuk ke dalam kekuasaan Kerajaan Ternate (bagian utara dan selatan) serta Kerajaan Tidore (bagian tengah). Namun, pada akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, diketahui ada satu kerajaan lain, yaitu Kerajaan Jailolo yang berpusat di Pulau Halmahera.
Kerajaan Jailolo diyakini sebagai kerajaan tertua yang telah berdiri pada abad ke-14 dan hilang akibat diambil secara paksa oleh VOC. Kemudian pada pada awal abad ke-19 dilakukan usaha untuk mengembalikan Kerajaan Jailolo yang telah lama hilang.
Penemuan kembali Kerajaan Jailolo ini bersumber dari Perjanjian Moti pada tahun 1322. Saat itu, para raja dari empat kerajaan yang disebut Moloku Kie Raha berkumpul untuk berdiskusi terkait struktur pemerintahan kerajaan, pembagian wilayah kekuasaan, hingga menentukan pemegang kekuasaan tertinggi.
Alam Ma Kolano, sebutan untuk pemegang kekuasaan tertinggi, yaitu Kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore memegang kekuasaan atas daratan dan gunung atau disebut Kie Ma Kolano. Sementara itu, Kerajaan Bacan menguasai daerah tanjung dengan sebutan Dehe Ma Kolano dan Kerajaan Jailolo menguasai daerah teluk yang disebut Jiko Ma Kolano.
Melalui perjanjian ini pula disepakati status kerajaan menjadi kerajaan Islam atau disebut dengan kesultanan yang menjaga pilar-pilar keislaman. Kesultanan Ternate menjaga ma’rifat, Kesultanan Tidore menjaga tarekat, Kesultanan bacan menjaga hakikat, dan Kesultanan Jailolo menjaga syariat.
Kembalinya Kesultanan Jailolo
Kesultanan Jailolo runtuh pada abad ke-17 dan pecah menjadi bagian dari Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore. Namun, pada tahun 1998 setelah era reformasi, Kesultanan Jailolo didirikan kembali secara adat. Komunitas adat Moloku Kie Raha juga dibentuk kembali secara bersamaan. Sepanjang 2002-2017 dipilih empat keturunan Kesultanan Jailolo untuk dijadikan pemimpin adat hingga saat ini.
Selama periode tersebut, ada dua sultan yang memimpin, yaitu Abdullah Sjah dan Ahmad Syah. Setelah Abdullah Sjah meninggal dunia pada 2017, Ia berwasiat untuk menurunkan tahta kepada Amar Ma’ruf Malamo. Namun, Amar Ma’ruf saat itu sedang menjalankan tugas leluhur di luar pulau dan kemudian digantikan oleh Ahmad Abdullah Syah yang diangkat menjadi Sultan Jailolo.
Baca juga: Legenda Legau Serdam, Kisah Bidadari Cantik di Bukit Kaba
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News