Masyarakat Indonesia terkhusus kaum wanita memiliki budaya tersendiri bernama arisan. Kegiatan ini biasa dilakukan baik dari kaum menengah atas hingga masyarakat di pedesaan.
Tetapi berbeda dengan arisan yang identik dengan uang, di Pacitan malah menggunakan media beras. Setiap awal bulan, puluhan perempuan dari beberapa lingkungan di Desa Jetak, Tulakan, Pacitan berbondong-bondong membawa beras.
Rontek, Festival Musik Pacitan Menjelang Ramadan
Dimuat dari Detik, Sinto (70), salah satunya yang rela datang lebih awal ke lokasi. Tangan kanan wanita sepuh ini menjinjing tas kecil berisi beras 2 kg.
Sesuai kesepakatan tiap peserta arisan memang wajib menyetorkan beras sebanyak itu. Dengan langkah setengah gontai, Sinto menuju ke depan meja petugas arisan.
Ajang silaturahmi
Sinto dan wanita-wanita lain dari desa itu berkumpul di bangunan sederhana yang menempel di dinding masjid. Mereka adalah emak-emak dari beragam usia.
Tiap awal bulan, bangunan yang disebut Balai RT itu selalu ramai. Puluhan perempuan dari beberapa lingkungan itu berbondong-bondong membawa bahan pangan beras.
Petugas berhijab merah jambu itu pun bergegas membuka buku dan mencatat nama Sinto. Tidak itu saja, sebelum beras setoran peserta dijadikan satu di suatu wadah, harus dilakukan penimbangan terlebih dahulu.
Ini Oleh-Oleh Khas Pacitan yang Wajib Dibeli!
Prosedur serupa juga berlaku bagi seluruh peserta yang datang dan mencatatkan diri. Usai proses pendaftaran, peserta lantas menunggu pengundian.
Penantian selama setengah jam pun tak terasa lama. Untuk mengisi waktu para emak berbincang tentang kehidupan sehari-hari. Sesekali gelak tawa terdengar di antara mereka.
Suara riuh rendah sontak terhenti begitu petugas menyampaikan pengumuman jika undian akan segera dilakukan. Semua diam menyimak hasil pengundian.
"Nyuwun kawigatosan nggih. Pengundian enggal badhe dipun wiwiti (Mohon perhatian ya. Pengundian akan segera dimulai)," kata si petugas.
Solusi harga mahal
Ketika momen pengumuman, Sinto tak bisa menutupi rasa ketegangan. Saat namanya diumumkan, Sinto yang wajahnya tegang lalu mendadak cerah.
Wanita berusia 70 tahun itu senang karena bakal membawa pulang beras sebanyak 31 kilogram. Tiap putaran arisan memang diambil 2 orang pemenang dengan jumlah beras sebanyak itu.
“Ya senang lah. Alhamdulillah. Pas beras mahal, dapat rezeki sebanyak ini. Bisa untuk bertahan beberapa bulan," ucap Sinto kegirangan.
Berkunjung ke Pantai Khas Pacitan, Pantai Klayar
Diceritakan, tradisi arisan beras sudah ada sejak lama. Bahkan secara turun temurun kebiasaan itu juga dijadikan sarana berkumpul. Tentu saja, dorongan menjalin silaturahmi antarwarga menjadi alasan nilai kebersamaan di kawasan tepi Samudera Indonesia itu tetap terjaga. Di sisi lain, warga juga tak ingin melewatkan kesempatan menjadi pemenang.
“Pokoknya selama ndak ada kepentingan lain saya usahakan datang," kata Seni, perempuan lain yang juga beruntung membawa pulang beras.
Seni salah satu emak-emak yang hadir mengaku perubahan zaman tengah banyak mengubah tradisi arisan ini. Salah satunya intensitas kebiasaan berkumpul yang kian menurun.
Itu diduga terjadi seiring pemanfaatan gawai sebagai sarana komunikasi. Di sisi lain dia bersyukur, warga desanya tetap mempertahankan arisan beras. Itu wujud kearifan lokal sekaligus bentuk nilai kekerabatan.
“Pokoknya jangan sampai punah atau hilang,’’ harapnya, sembari menyebut arisan beras bisa menjadi solusi saat harga beras mahal seperti saat ini.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News