Masih tentang upacara adat dan tradisi di Maluku. Beberapa upacara kini menjadi lebih populer. Namun, ada juga yang hanya menjadi cerita masa lalu semata. Meskipun bukan sepenuhnya menjadi upacara adat, tetapi di daerahnya, beberapa tradisi ini punya makna besar dalam keberlangsungan hidup di sana.
Adat Cuci Negeri Soya
Cuci Negeri Soya atau dikenal juga dengan Cuci Tanah Kedelai ini merupakan tradisi yang dilangsungkan pada minggu kedua bulan Desember di setiap tahunnya. Tradisi asli Negeri Soya mempunyai tujuan untuk gotong royong untuk membersihkan Negeri (desa) Soya dan menjalin nilai-nilai persatuan serta persaudaran masyarakat. Biasanya acara ini berlangsung 2 hari.
Pada hari pertama, beberapa warga desa akan naik Gunung Sirimau pada malam hari dan begadang. Esok paginya setelah mereka turun, akan diadakan rangkaian adat naik Baileo Samasuru.
Setelahnya, warga setempat akan membersihkan 2 mata air, yakni Waipinang dan Unuwei, yang telah menjadi situs budaya di Negeri Soya. Hingga kini, upacara adat ini masih berlangsung.
Tradisi Masoshi
Masoshi bisa diartikan sebagai kebersamaan dalam pembangunan. Ini merupakan tradisi yang dilakukan secara sukarela yang terbagi menjadi 3 upacara, di antaranya ada upacara kematian, upacara perkawinan, dan gotong royong membersihkan desa.
Namun, kini tradisi ini hanya diartikan sebagai kegiatan gotong royong membersihkan desa sebulan sekali yang masih berlangsung.
Manggubere Arumbae
Berasal dari kata Arumbae sebagai simbol daerah dari lima orang yang mendayung menghadapi tantangan lautan. Adapun Manggurebe Arumbae adalah cerita mitos turun temurun tentang leluhur suku Tanimbar tiba di Pulau Yamdena yang menempuh perjuangan sulit melintasi samudera dan kemudian tiba di Pulau Yamdena.
Kini, tradisi ini diubah menjadi sebuah ajang perlombaan balap perahu semang dan gerakan membersihkan terumbu karang di area waduk. Ini merupakan bagian dari pesta atau Festival Teluk Ambon yang biasanya diadakan di akhir Agustus. Namun, sayang acara ini terakhir diadakan pada tahun 2019 silam.
Upacara Rujena
Tradisi ini merupakan upacara adat yang cukup penting bagi suku Nuaulu di Pulau Seram zaman dulu. Upacara Rujena sendiri merupakan ritual untuk proses pendewasaan laki-laki yang terbagi menjadi beberapa tahapan.
Bagi warga setempat, upacara ini merupakan titik di mana perubahan status dari anak yang dianggap kecil atau muda menjadi dewasa yang siap menjadi pelindung desa.
Tahapannya terbagi 3, yaitu pemasangan kawat, pembunuhan hewan (Pahateri), dan pencucian di Walano yang mengharuskan laki-laki yang mengikuti upacara harus tinggal selama 6 hari di tempat suci yang berada di hutan, Walano.
Adat Hawear
Merupakan bentuk hukum adat yang lahir, tumbuh, serta hidup dalam masyarakat Kei. Adat Hawear masih menjadi bagian dari Adat Sisa. Ini merupakan salah satu rangkaian pengelolaan sumber daya dengan memberi tanda berupa janur kuning yang di mana ada ritual yang melibatkan beberapa tokoh adat di sana.
Upacara Fangnea Kidabela
Bertujuan untuk mempererat hubungan sosial di daerah itu, upacara ini merupakan tradisi banyak ditemukan di Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara. Tradisi tersebut merupakan sebuah tarian berkelompok yang biasanya merupakan bagian dari acara sambutan. Kini, Fangnea Kidabela biasa ditampilkan untuk pembelajaran di sekolah-sekolah di Maluku.
Ritual Panggil Kuskus
Masih menjadi tradisi dari warga Nuaulu, demi membangun hubungan yang erat dengan hutan dan melangsungkan ritual adat yang membutuhkan satwa dan tumbuhan tertentu dari hutan.
Tradisi yang dilakukan ialah menirukan suara kuskus. Namun kini tradisi ini terancam hilang karena intensitas hutan yang terus berkurang, kuskus juga ikut berkurang.
Keberagaman Upacara Adat di Maluku
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News