Pohon akasia terkenal dengan ketangguhannya untuk tumbuh di berbagai kondisi. Tanaman ini berpotensi invasif di beberapa wilayah, termasuk di Indonesia.
Menariknya, pohon akasia ternyata mengandung racun yang berfungsi sebagai bentuk perlindungan diri.
“Senjata” untuk allelopathy
Pohon akasia berkompetisi dengan tanaman lain untuk memperoleh air, sinar matahari, dan nutrisi di dalam tanah. Racun yang dimilikinya berfungsi sebagai “senjata”, yang membantunya memenangkan kompetisi ini.
Proses itu dikenal sebagai allelopathy, di mana suatu tanaman mengeluarkan senyawa kimia yang menghambat pertumbuhan atau merugikan spesies tanaman lain di sekitarnya.
Racun pada akasia juga melindungi dirinya dari herbivora atau hewan pemakan tumbuhan. Racun ini membuat daun dan kulit pohon terasa pahit atau bahkan beracun bagi hewan, sehingga mengurangi risiko tanaman ini dimakan oleh satwa liar.
Dari mana asal racun pohon akasia?
Racun pohon akasia berasal dari senyawa kimia alami yang disebut tanin dan senyawa lainnya seperti flavonoid dan alkaloid.
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa fenolik yang banyak terdapat pada daun, kulit, dan batang pohon akasia. Senyawa ini bertindak sebagai racun dan bersifat merusak bagi beberapa organisme, baik tanaman maupun hewan.
Tanin juga bisa memperlambat pertumbuhan dan menyebabkan dekomposisi daun tanaman lain yang berada di sekitar pohon akasia.
Tanin dan senyawa lainnya diproduksi secara alami oleh pohon akasia melalui proses metabolisme sekunder, yang berfungsi melindungi tanaman dari stres lingkungan, hama, dan penyakit.
Baca juga Kepuh atau Kelumpang, Pohon Berbau Tak Sedap yang Menyimpan Banyak Manfaat
Efek racun akasia
Racun yang dihasilkan oleh akasia menimbulkan beberapa dampak. Pada tingkat ekosistem, racun ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitar pohon akasia.
Hal ini bisa merusak keragaman hayati, karena spesies asli bisa terancam oleh dominasi akasia. Selain itu, beberapa hewan yang tidak tahan terhadap racun tanin bisa mati jika memakan daun akasia.
Racun akasia juga berdampak pada tanah. Akasia menghasilkan senyawa yang bersifat toksik bagi mikroorganisme tanah tertentu—yang sebenarnya memiliki peran penting dalam siklus nutrisi.
Ciri morfologi pohon akasia
Pohon akasia memiliki karakteristik morfologi yang khas, yang membuatnya mudah dikenali. Pohon ini biasanya memiliki daun majemuk kecil yang membentuk susunan seperti bulu.
Sebagian spesies akasia memiliki duri pada batang atau cabangnya, yang juga berfungsi sebagai pertahanan dari hewan herbivora.
Bunganya berwarna kuning atau putih, biasanya berbentuk bola atau malai yang tersusun dari banyak benang sari kecil. Akasia juga menghasilkan polong berisi biji, yang bisa tersebar melalui angin atau hewan.
Batangnya biasanya berwarna cokelat hingga abu-abu, dan kayunya keras serta tahan lama.
Habitat akasia di Indonesia
Di Indonesia, pohon akasia banyak ditemukan di hutan-hutan dataran rendah dan daerah terbuka. Pohon ini juga banyak ditanam di lahan-lahan bekas kebakaran hutan atau lahan yang rusak sebagai upaya reboisasi.
Namun, sifat invasifnya membuat pohon akasia bisa menguasai area tersebut dan menekan pertumbuhan tanaman asli.
Beberapa spesies akasia di Indonesia, seperti Acacia mangium, banyak ditanam dalam program reboisasi atau untuk kebutuhan industri kehutanan, terutama sebagai bahan baku pulp dan kertas.
Akasia dapat bertahan di tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan, dan memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Keberadaannya juga perlu dikendalikan agar tidak merusak ekosistem asli Indonesia.
Baca juga Pohon Gaharu, “Harta Karun” Asli Indonesia yang Beraroma Wangi
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News