Uti Nilam Sari disebut menjadi medical illustrator pertama di Indonesa. Ia merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang berhasil mendapat beasiswa dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP).
Cerita perempuan yang kerap disapa Uti ini, yang memutuskan menjadi medical illustrator, cukup unik. Konon, Uti memang tidak berminat untuk menjadi mahasiswa kedokteran. Sebab, minat Uti ialah menggambar dan mendesain. Akan tetapi, kedua orang tuanya menghendaki Uti untuk menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran sehingga ia pun mengikuti arahan tersebut.
Menjalani perkuliahan yang kurang sesuai dengan minat, memang cukup berat bagi seseorang, termasuk Uti. Akan tetapi, Uti mencari kesenangan lain sekaligus memanfaatkan bakatnya untuk menggambar materi-materi perkuliahan di Kedokteran.
“Alhamdulillah ketemu caranya. Karena aku itu sangat passionate di design and technology, ketika menjalani kuliah, aku suka kayak mengerjakan desain itu secara for free sebenarnya, untuk menjaga kewarasan lah kira-kira seperti itu,” jelas Uti, dilansir dari laman LPDP.
Setelah menjalani perkualiahan yang cukup panjang, kini Uti telah menyandang gelar sebagai dr. Uti Nilam Sari, M.Sc., MIMI.
Jarang yang Tahu, Ternyata Indonesia Punya Alat Pendeteksi Babi pada Makanan!
Cara Uti Mengedukasi Masyarakat Lewat Visual
Berdasarkan pengalaman Uti selama menjadi asisten penelitian di Rumah Sakit Kanker Dharmais, dirinya banyak mendapat kegelisahan. Terutama perihal masyarakat yang banyak belum memahami mengenai tanda-tanda sel kanker saat masih di stadium awal.
Berangkat dari keresahan itu lah, Uti semakin kuat memutuskan untuk mencoba jalan lain dengan mengedukasi masyarakat melalui visual. Harapannya, dengan visual yang baik dan menarik, informasi terkait kesehatan, terutama kanker dapat mudah dipahami oleh masyarakat.
“Bahwasanya kita sebenarnya perlu edukasi kesehatan publik yang lebih baik, dan I think kayak secara visual itu sangat bisa ditolong,” tuturnya.
Selain itu, Uti juga merasakan keresahan saat dirinya berkuliah di kedokteran. Saat itu, buku referensi yang digunakan memiliki ilustrasi yang seadanya, bahkan kurang detil. Tidak jarang pula, buku-buku itu menggunakan ilustrasi dari luar negeri.
“Sungguh miris melihat buku-buku waktu aku kuliah di kedokteran, dengan ilustrasi seadanya ataupun mencatut dari luar dan dengan kualitas yang sangat terbatas. Dan aku tahu sebenarnya secara visual itu kita dapat memberikan informasi yang lebih daripada hanya teks,” tegasnya.
Oleh karena itu, Uti bertekad untuk mampu menjadi Frank H. Netter MD, seorang penulis “Atlas of Human Anatomy”.
“Aku bermimpi sebenarnya, gimana caranya aku menjadi Netter-nya Indonesia? Gimana caranya aku nanti create buku sebagus beliau punya?” ungkap Uti.
Cerita Dokter Misionaris yang Mengabdi untuk Kesehatan Pribumi Jawa
Jalan Menempuh Jurusan Ilustrasi Medis
Uti paham betul, bidang ilmu ilustrasi medis tidak terlalu familier di Indonesia. Bahkan, sepengetahuannya, belum ada satu pun orang Indonesia yang menempuh pendidikan formal di bidang ini.
Oleh karena itu, pelalui serangkaian proses pertimbangan, ia akhirnya menjatuhkan pilihannya di program Medical Visualisation and Human Anatomy yang merupakan kolaborasi antara University of Glasgow dan The Glasgow School of Art.
Akan tetapi, setelah menyelesaikan pendidikan di Medical Visualisation and Human Anatomy, Uti mengaku dirinya mengalami kendala, utamanya perihal karier. Sebab, bidang tersebut memang terbilang masih awam di Indonesia.
“Waktu itu responnya almost nihil, tapi aku berpikir bahwasanya tetap harus dimulai,” tambah Uti.
Bukan Dokter Biasa, Afifi Romadhoni Kembangkan Gerakan Pesantren Sehat
Uti kemudian memutuskan membangun lini bisnisnya sendiri yang dinamakan Medimedi (Medical Media). Pertama kali diinisiasi pada tahun 2015, perusahaan ini menawarkan layanan pembuatan visual media untuk kesehatan. Bersama dengan tim kecilnya, Uti mengintegrasikan keahlian dengan pengetahuan lain, seperti saintifik, visual art, dan teknologi digital.
“Kita harus (membuat) ‘medically approved’ dan harus ‘visually attracting’. Dokter yang paham juga tentang teknologi dan art, dan anak-anak art dan tech yang mau dengerin dari sisi medisnya, nah itu jadi tektokan aja kerjanya di antara mereka”, sambungnya.
Medimedi kemudian beroperasi sebagai sebuah entitas bisnis sejak tahun 2018.
Masih dengan komitmen Uti yang sedari awal dicanangkan, Medimedi hingga saat ini bertekad untuk terus berinovasi dan menebarkan manfaatnya ke cakupan yang lebih luas. Misi jangka pendek dan menengahnya ialah untuk membangun pusat pembelajaran kesehatan imersif yang didukung oleh tutor dan pasien virtual berbasis AI.
Mengenal dr. Raden Rubini Natawisastra: Dokter, Tokoh Pergerakan, dan Pahlawan Nasional
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News