Indonesia saat ini telah memiliki teknologi canggih berupa alat untuk mendeteksi adanya kandungan babi pada makanan. Teknologi pendeteksi babi yang terkandung dalam makanan ini merupakan hasil inovasi dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging, Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Seperti yang diketahui, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, babi merupakan salah satu makanan yang sangat dihindari. Tidak hanya daging, masyarakat Indonesia juga turut menjaga diri dari kontaminasi hal-hal yang berkaitan dengan babi, termasuk minyak babi atau lemak babi. Oleh karena itu, kehatian-hatian dalam memilih makanan sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia.
Menanggapi kekhawatiran masyarakat, Christina Yuni Admantin, S.T.P., M.Sc., seorang peneliti dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Daging, Fakultas Peternakan UGM berhasil membuat alat yang dapat mendeteksi babi pada makanan. Alat yang disebut Porcine Detection Kit ini dinilai mampu mendeteksi kandungan babi pada makanan secara cepat.
Melihat Alat Pengukur Kualitas Udara Milik BMKG, Seperti Apa?
Sistem Pengujian Kandungan Babi pada Alat Porcine Detection Kit
Penggunaan alat Porcine Detection Kit dinilai sangat mudah, praktis, dan cepat sehingga dapat digunakan oleh masyarakat luas. Pengujian menggunakan Porcine Detection Kit ini didasarkan pada prinsip imunokromatografi, sebuah metode pemeriksaan yang menggabungkan metode kromatografi dan reaksi imunokimia.
Metode imunokromatografi ini juga dikenal dengan istilah imunoasai aliran lateral atau uji strip. Oleh karena itu, cara penggunaan Porcine Detection Kit untuk mendeteksi kandungan babi pada makanan mirip dengan sistem penggunaan test pack kehamilan.
Kit ini akan menunjukkan dua garis merah apabila suatu produk makanan positif terindikasi mengandung babi.
Hasil pada alat pendeteksi tersebut akan didapatkan secara mudah dan cepat. Christina menyebut, alat tersebut dapat memberikan hasil hanya dalam hitungan menit.
Babi Batang, Hewan Bertubuh Gempal dan Berotot Penguni Hutan Tropis Sumatra
“Hanya sekitar 5-10 menit,” jelas Christina, Rabu (16/10), seperti dikutip dari laman resmi UGM.
Antigen dalam sampel nantinya diikat oleh antibodi yang sangat spesifik pada strip uji sehingga mampu membentuk kompleks antigen-antibodi. Strip uji ini juga mengandung pewarna untuk menandai mikropartikel antigen yang terikat oleh sampel antibodi.
“Saat antigen babi berikatan dengan antibodi pada alat, akan muncul dua garis merah yang menunjukkan hasil positif. Prinsip kerjanya serupa dengan tes kehamilan,” jelas Christina.
Tentu hal inilah yang membedakan metode kerja pada Porcine Detection Kit dengan metode deteksi menggunakan teknik biologi molekuler seperti PCR. Sebab, teknik biologi molekuler cukup rumit serta membutuhkan keahlian khusus.
Ribuan Ternak Mati Terserang Wabah Flu Babi Afrika, Apa Tindakan Pemerintah?
Rencana Produksi Mandiri
Menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, Christina mengungkapkan, bersama dengan timnya, mereka akan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap Porcine Detection Kit. Kedepannya, Christina dan tim berencana akan memproduksi alat tersebut secara mandiri.
Dengan itu, harapannya, alat pendeteksi kandungan babi pada makanan yang dicetuskan UGM ini dapat diproduksi secara massal sehingga harga yang ditawarkan lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat.
“Kami berharap pengembangan alat ini dapat memberikan solusi cepat bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk memastikan kehalalan produk makanan yang dikonsumsi,” tegas Christina.
Bisa Dihargai Rp30 Juta, Babi Jadi Hewan yang Disakralkan di Papua
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News