Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) punya alat untuk mengukur kualitas udara. Dengan alat tersebut, dapat diketahui apakah udara di suatu wilayah kondisinya bersih atau tercemar.
Salah satu pekerjaan yang biasa dilalukan BMKG adalah mengukur kualitas udara di berbagai wilayah Indonesia. Hasil pengukuran dapat dilihat masyarakat melalui situs resmi BMKG mengetahui seberapa aman wilayah tempat tinggalnya dari pencemaran udara.
Dalam mengukur kualitas udara, BMKG biasa menggunakan PM2.5 sebagai indikatornya. PM atau Particulate Matter adalah sebutan bagi partikel udara. PM2.5 berarti partikelnya berukuran partikel udara yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.5 mikrometer.
Semakin tinggi konsentrasi PM dalam udara, maka semakin tercemar udara tersebut. Oleh karena itu, BMKG menghitungnya dalam satuan µg/m³ alias mikrogram per meter kubik.
Nah, untuk mengetahui kualitas udara di suatu wilayah, BMKG menggunakan alat canggih yang mampu 'menangkap' udara dan mengukur konsentrasi PM2.5-nya. Seperti apa alatnya?
Kenali Apa Itu PM2.5, Acuan BMKG untuk Mengukur Kualitas Udara di Suatu Wilayah
Melihat Alat Pengukur Kualitas Udara BMKG
Untuk mengukur kualitas udara, BMKG menggunakan alat dengan metode penyinaran sinar Beta (Beta Attenuation Monitoring). Dengan alat bermerek MetOne BAM 1020 ini, sampel udara akan ditangkap oleh kertas filter untuk dilihat konsentrasi PM2.5-nya menggunakan komputer
"Karena kita pakai metode Beta Attenuation , jada ada semacam kertas filter yg di-analyzer. Alat ini (analyzer) yang melalukan analisis dan mengeluarkan data terkait dengan kondisi PM2.5 secara real time," ujar Kepala Sub Bidang Informasi Pencemaran Udara BMKG, Taryono, di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta, Senin (14/10/2024).
Filter yang sudah menangkap sampel udara kemudian ditembak dengan sinar beta hingga terlihat PM2.5 yang berbentuk titik-titik hitam. Dari situ, akan diketahui berapa konsentrasi PM2.5-nya, untuk selanjutnya dicatat menjadi data yang dikirim ke server untuk diolah.
"Ada proses pengolahan di server tersebut, masuk ke data pool. Lalu dari data pool, masuk lagi ke server proses, jadlah informasi yang muncul di web." lanjut Taryono.
GNFI berkesempatan melihat langsung alat pengukur kualitas udara yang dimiliki GNFI. Alat tersebut berada di halaman Kantor BMKG Kemayoran.
Alat pengukur kualitas udara milik BMKG diletakkan di dalam sebuah kabin yang mirip dengan ruangan kecil. Di dalam kabin, tampak alatnya berwujud kotak analyzer tempat filter berada. Di bagian atas, terdapat pipa udara yang mengarah ke luar kabin.
Untuk mendapatkan sampel udara sendiri, alat milik BMKG bekerja dengan cara menyedotnya melalui pipa. Oleh karena itu pula alatnya dilengkapi dengan pompa khusus di bagian bawah.
"(Pompa adalah) salah satu yang paling penting karena dia standarnya itu 16,7 liter permenit. Jadi kalau di bawah atau di atas itu datanya nggak akurat," ujar Analis Iklim BMKG, Fatih, yang mendampingi awak media termasuk GNFI saat melihat alat.
Di dalam kabin, terdapat sebuah komputer yang menampilkan beragam data hasil analisis mulai dari konsentrasi perjamnya, grafik hariannya, hingga parameter suhu dan kelembapan. Data-data inilah yang dikirim ke server untuk diolah sebelum hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat melalui situs web.
Berhubung pengukuran kualitas udara dilakukan sepanjang hari secara terus-menerus, setiap harinya selalu ada petugas piket yang memantau alat. Ini dibutuhkan guna mengantisipasi gangguan pada alat yang bisa saja muncul.
"Yang sering jadi masalah ya internet. Kalau internet bermasalah, pengiriman datanya akan bermasalah. Komputernya 24 jam hidup terus, jadi harus di-restart beberapa kali biar nggak keseringan hang." papar Fatih.
Terlepas dari potensi gangguan teknis yang bisa saja terjadi, BMKG menjamin data kualitas udaranya akurat. Taryono mengklaim bahwa alat milik BMKG sudah sesuai standar sehingga akurasinya tak perlu diragukan lagi.
"Kami pastikan alat-alat kita dan data-data kita yang keluar adalah data yang benar-benar dari kondisi kualitas udara yang ada di sekitar alat tersebut," pungkas Taryono.
Bagaimana Kelanjutan Upaya Peningkatan Kualitas Udara Jabodetabek?
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News