dari sarang pembalak liar jadi surga wisatawan salibutan lubuk alung berubah di tangan ritno kurniawan - News | Good News From Indonesia 2024

Dari Sarang Pembalak Liar Jadi Surga Wisatawan, Salibutan Lubuk Alung Berubah di Tangan Ritno Kurniawan

Dari Sarang Pembalak Liar Jadi Surga Wisatawan, Salibutan Lubuk Alung Berubah di Tangan Ritno Kurniawan
images info

Dari Sarang Pembalak Liar Jadi Surga Wisatawan, Salibutan Lubuk Alung Berubah di Tangan Ritno Kurniawan


Nama Desa Wisata Salibutan Lubuk Alung atau yang kini dikenal sebagai Desa Wisata Nyarai bisa dibilang cukup tersohor di Sumatra Barat. Daerah yang terletak di Kabupaten Padang Pariaman itu merupakan desa wisata nan indah dengan daya tarik yang begitu memikat.

Namun siapa sangka, Desa Wisata Nyarai ternyata punya masa lalu yang kelam. Dulu, tempat tersebut adalah sarangnya para pembalak liar. Suatu kenyataan yang ironis mengingat lokasinya berada di hutan lindung di kaki Bukit Barisan.

Kondisi itu akhirnya berubah setelah seorang pemuda setempat bernama Ritno Kurniawan turun tangan. Tak rela kampungnya terus-menerus rusak, ia melakukan sebuah hal yang kemudian mengubah wajah Salibutan Lubuk Alung: Membangun sebuah desa wisata.

Salibutan Lubuk Alung yang awalnya mengenaskan berangsur-angsur menjadi lebih baik. Aktivitas menebang pohon secara ilegal dan serampangan yang sebelumnya adalah hal biasa kini berganti menjadi kesibukan melayani wisatawan. Semua berkat Ritno dan masyarakat yang sama-sama menghendaki perubahan.

Perjuangan Mengubah Wajah Desa

Sebagai pemuda Salibutan Lubuk Alung, Ritno sempat merantau ke Yogyakarta untuk belajar pertanian di Universitas Gadjah Mada (UGM). Setelah lulus kuliah dan kembali dari perantauan, Ritno tergerak untuk membuat kampung halamannya menjadi lebih baik.

Semua bermula pada 2013. Saat itu, masyarakat masih biasa menebangi pohon di hutan sehingga membuat lingkungan Salibutan Lubuk Alung menjadi rusak dan rawan bencana.

"Dulu, aktivitas masyarakat adalah menebang kayu dan merambah hutan yang menjadikan kawasan itu rusak, mudah terjadi longsor atau galodo setiap hujan," ujar Ritno kepada GNFI saat ditemui di Menara Astra, Rabu (30/10/2024).

Terpikir untuk menjadikan Salibutan Lubuk Alung sebagai tempat wisata, Ritno mengajak masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ide tersebut. Sebuah tantangan pun muncul, yakni bagaimana membekali mereka dengan berbagai pengetahuan yang dibutuhkan di dunia pariwisata.

Maklum saja, masyarakat Salibutan Lubuk Alung yang biasa menggantungkan hidup dari penebangan liar tentu tak paham bagaimana membuat wisatawan mau datang dan betah di tempat mereka. Untuk itu, Ritno rela mengajari mereka berbagai hal penting di dunia pariwisata, mulai dari menerima tamu hingga menjadi pemandu wisata.

"Dari tahun 2013 sejak kita rintis, betul-betul dari nol. Tidak ada aktivitas wisata sama sekali dan Alhamdulilah sekarang sudah maju dan berkembang." lanjut Ritno.

Ritno mengakui masih awamnya masyarakat akan pariwisata adalah tantangan terbesarnya. Bahkan untuk hal-hal mendasar seperti menjaga kebersihan pun pada awalnya masih banyak yang belum sepenuhnya paham.

"Mereka betul-betul boleh kita katakan masih awam apa itu pariwisata. Masih banyak pungli, masih kurangnya unsur kebersihan, masih banyak yang suka menghambat aktivitas pariwisata di situ. Jadi betul-betul masyarakat belum paham apa itu pariwisata," tutur Ritno.

Selain kesiapan masyarakat, ada pula tantangan lain yang dihadapi Ritno. Ia harus mendapatkan izin dari banyak orang untuk mendirikan tempat wisata. Sebab, wilayah yang akan dimanfaatkan adalah tanah ulayat yang haknya dimiliki secara komunal berdasarkan hukum adat.

"Di situ adalah kawasan ulayat yang mana satu kawasan itu dikuasai banyak orang. Jadi tentunya kalau kita memulai suatu kegiatan, kita butuh izin tidak hanya satu-dua orang, tetapi banyak orang," kata pria yang menggemari olahraga lari itu.

Tak ketinggalan, Ritno harus mendapatkan restu dari tokoh-tokoh masyarakat seperti Alim Ulama, Cadiak Pandai, dan tentunya Ninik Mamak alias pemuka adat. Di Salibutan Lubuk Alung dengan nilai-nilai Minangkabau yang kental, para tokoh ini adalah pemangku kepentingan yang jelas tak bisa diabaikan begitu saja.

"Jadi kita pendekatan ke Ninik Mamak kencang juga." papar Ritno.

Usaha Ritno tak sia-sia. Dari Salibutan Lubuk Alung dengan masyarakatnya yang akhirnya mau menerima gagasan membangun kawasan wisata, hadirlah Desa Wisata Nyarai yang siap menerima para wisatawan.

Kini, Desa Wisata Nyarai punya beragam atraksi yang siap disajikan kepada wisatawan. Bagi yang ingin menikmati alam, tersedia kegiata trekking menyusuri hutan hingga melihat burung. Lalu untuk yang ingin merasakan sentuhan budaya lokal, ada pula pertunjukkan silat hingga santapan khas yang bisa dinikmati.

Menggerakan Ekonomi, Mendulang Penghargaan

Dengan segala daya tarik wisata Desa Wisata Nyarai, roda perekonomian pun berputat kencang. "Pensiun massal" sebagai penebang liar, masyarakat dengan mata pencaharian barunya di bidang pariwisata kemudian punya rezeki yang terus mengalir.

"Masyarakat yang dulunya menjadi perusak hutan, penebang liar di kawasan hutan, (sekarang) menjadi pemandu wisata yang tentunya berdampak secara ekonomi." papar Ritno.

Suksesnya Salibutan Lubuk Alung bertransformasi menjadi Desa Wisata Nyarai seperti yang sekarang dikenal tak membuat Ritno terlena. Sebaliknya, ia ingin apa yang telah dilakukannya bisa berkelanjutan dan terus berkembang.

Ciamiknya Desa Wisata Nyarai juga telah semakin bergema ke seluruh penjuru Indonesia. Puncaknya, Desa Wisata Nyarai masuk ke dalam daftar 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.

Ritno selaku aktor utama suksesnya Desa Wisata Nyarai pun diakui sebagai sosok yang berjasa sekaligus menginspirasi. Sudah banyak penghargaan yang didapatnya, mulai dari SATU Indonesia Awards 2017 di bidang lingkingan hingga Satya Lencana Kepariwisataan dari Presiden Joko Widodo pada 2019 lalu.

Segala pencapaian dan prestasi Ritno adalah buah dari kepeduliannya terhadap hutan dan kampung halamannya. Ia telah membuktikan, dengan kondisi hutan menjadi lebih baik, maka lebih baik pula kehidupan masyarakat.

"Hutan adalah kehidupan dan sumber peradaban. Kalau kita menjaga hutan, berarti kita menjaga peradaban," pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Aulli Atmam lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Aulli Atmam.

AA
Tim Editorarrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.