inilah 7 strategi jitu menuju masa depan ketahanan pangan nasional bangsa indonesia - News | Good News From Indonesia 2024

7 Strategi Jitu Menuju Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional Bangsa Indonesia

7 Strategi Jitu Menuju Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional Bangsa Indonesia
images info

Dahulu di era 1980-an, bangsa kita adalah bangsa yang mandiri dengan swasembada pangan. Sebut saja beras, gula, garam, bawang putih, dan bawang merah. Tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan saat itu negara kita dengan perkasa menjadi eksportir berbagai varian pangan, seperti beras, gula, garam, biji kakao, teh, tembakau, minyak sawit, kayu dan lain sebagainya.

Ironisnya, beberapa tahun belakangan negara kita menjadi negara doyan impor. Impor seolah tidak dapat terhindarkan. Beras, gandum, gula, kedelai dan daging sapi diimportasi dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan domestik masyarakat dan industri kita.

Khusus komoditas pangan pokok masyarakat kita yaitu beras, berdasarkan data BPS, negara kita bahkan sampai mengimpor beras sebanyak 3 juta ton selama tahun 2023! Ketergantungan impor karena produksi domestik yang tidak mencukupi hingga perubahan pola konsumsi masyarakat dan industri dalam negeri kita.

Lahan terbatas, modernisasi alat dan sistem pertanian tradisional yang belum sepenuhnya terlaksana hingga perubahan iklim menjadi awan gelap yang tak kunjung dapat mendongrak produktivitas sektor pertanian nasional kita. Pemerintah "terpaksa" mengambil langkah impor untuk menjaga ketersediaan pasokan beras untuk Nusantara.

KRKP dan BAPANAS Kompak Dorong Pangan Lokal sebagai Solusi Ketahanan Pangan

Indonesia diganjar negara urutan ke-60 dunia dalam pemeringkatankategori negara dengan keandalan ketahanan pangan berdasar The Global Food Security Index pada Tahun 2022.

Sementara untuk posisi Asia dan Pasifik, Indonesia hanya menempati peringkat-10 sebagai negara yang memiliki keandalan ketahanan pangan pada tahun yang sama.

Oleh sebab itu, Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia terlaksana untuk menggugah atensi dan perhatian kita komponen bangsa Indonesia. Kita telah tiba pada era Antroposen, suatu era yang ditandai jejak perilaku sosial manusia (social behaviour) di muka bumi.

Jika tidak dilakukan upaya mitigasi, maka bukan tidak mungkin krisis pangan akan menghantui dunia, khususnya kepunahan komoditas pangan.

Sementara, landasan konstitusi sudah cukup lengkap untuk mendukung ketahanan dan keandalan pangan di seluruh wilayah Republik Indonesia:

  • UU No 18 Tahun 2012 tentang pangan
  • Perpres No.22 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal
  • Peraturan Menteri Pertanian No.43 tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman pangan lokal
  • PP 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
  • Perpres Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal

Lantas, ke mana masa depan ketahanan pangan bangsa? Apa yang harus kita lakukan demi menciptakan sistem pangan adaptif dan tangguh?

FoodWastedan Food Estate

Dua pertanyaan diatas senantiasa kontradiktif, karena di tengah-tengah ancaman ketahanan pangan bangsa, tidak jarang praktik food waste masih sering kita dengar. Food waste, yaitu tindakan terhadap sekumpulan makanan minuman yang seharusnya dikonsumsi oleh manusia menjadi menumpuk dan terbuang sia-sia menjadi sampah

Contoh praktik food waste terjadi di berbagai katering hotel di tanah air. Lebih kurang sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 69,9 juta ton pada tahun 2023.

Rang Solok Baralek Gadang 2024: Pesona Budaya dan Ketahanan Pangan yang Lestari

Suatu kesia-siaan, sebab satu sisi masih banyak warga masyarakat yang masih kelaparan karena kurang makanan. Di sisi lain ada yang membuang makanan di hotel karena tidak sesuainya jumlah permintaan dan stok yang disiapkan dapur. Mengakibatkan sampah makanan yang mengandung gas metana dan emisi gas rumah kaca.

Di saat bersamaan, program yang sering digaungkan pemerintah, yaitu Food Estate belum memenuhi ekspektasi yang diharapkan. 12 lahan Food Estate di seantero Republik Indonesia beberapa diantaranya terkategori sebagai tindakan perusakan lingkungan yang belum juga berbuah hasil optimal.

Sejatinya, Food Estate adalah proyek lumbung pangan sebagai upaya perluasan lahan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional. Food Estate masuk dalam salah satu PSN (Program Strategis Nasional) era 2020 – 2024 dan mencakup 8 provinsi di Indonesia, yakni ada di Sumut, Jateng, Jabar, Jatim, Kalteng, NTT, Papua dan Papua Selatan.

Komoditasnya beraneka ragam, mulai dari komoditas jagung, sorgum, bawang, hingga singkong.

7 Strategi Rill Ketahanan Pangan

Untuk itu, penulis merumuskan tujuh strategi riil untuk mendukung ketahanan dan keanekaragaman pangan di Republik Indonesia, yakni:

  • Memperbanyak bendungan adalah kata kuncinya. Pada 2015—2024, pemerintah telah membangun 53 bendungan di seantero nusantara; tersebar di beragam pulau, mulai Pulau Sumatra, Pulau Borneo, Pulau Sulawesi, Pulau Jawa, Pulau Bali dan Pulau Nusa Tenggara Barat dan Timur. Ini merupakan strategi mewujudkan ketahanan pangan bangsa. Lalu meningkatkan kesejahteraan petani, mereduksi banjir, menampung sumber air baku dan sebagai cadangan air nasional ketika memasuki musim kemarau. Disamping itu, bendungan juga bisa berfungsi sebagai pembangkit listrik. Kedepan bendungan seyogianya diperbanyak pembangunannya di seantero wilayah Republik Indonesia
  • Menekan Food Waste; caranya dengan mengubah pola konsumsi, melakukan riset dengan lebih detail dan presisi antara pengadaan stok makanan dengan konsumsi riil. Jauhi perilaku tamak dan serakah (greedy) untuk membeli dan menimbun makanan dalam jumlah besar
  • Untuk pangan gula, dilakukan inovasi penanaman tebu varian P8T ini pada seluruh areal lahan tebu nasional, sesuai Peraturan Presiden No.40 Tahun 2023, yang menyatakan penambahan luas areal tebu sebesar 700.000 hektar dengan penambahan 30 unit pabrik gula baru. Dengan upaya ini Republik Indonesia mampu mencapai swasembada gula pada 2028 untuk swasembada gula konsumsi (3,4 juta ton), dan swasembada gula 2030 untuk gula industri (5,7 juta ton)
  • Memanfaatkan ratusan ribu spesies tanaman lain yang belum pernah dimanfaatkan sebelumnya. Seperti diutarakan dengan sangat baik oleh Said Abdullah, National Coordinator of People Coalition for Food Sovereignty, Indonesia and Fellows of CTSS dari IPB University bahwa selama ini masyarakat Indonesia hanya memanfaatkan potensi spesies tanaman yang itu-itu saja. Solusinya dengan merangkul lokalitas dan diversitas pada masing-masing daerah di Indonesia menjadi penyangga yang kuat dari potensi ancaman. Apalagi negara kita sangat kaya dengan 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota dengan 17.000 pulau yang tersebar. Memanfaatkan ratusan ribu spesies tanaman dengan tidak sembarangan konsumsi, namun dengan falsafah B2SA, yakni Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman
  • Strategi dilakukan secara bottom-up dari daerah ke pusat/ibukota, bukan top-down dari pusat ke daerah. Karena Republik Indonesia bisa maju dengan ketahanan pangan yang andal, dimulai dari daerah
  • Modernisasi Alsintan dimulai dari penggunaan alat mesin pertanian yang lebih modern untuk mempercepat proses pada tatanan hulu hingga hilirnya, yaitu mulai proses bertanam hingga panen. Utamanya untuk produksi beras, dapat dimulai dengan penggunaan hand tractor (traktor tangan), combine harvester, dan rice transplanter. Dengan kesatupaduan alsintan modern ini, maka proses menanam hingga memanen akan jauh lebih cepat dari proses umumnya. Namun modernisasi ini butuh sosialisasi dan penyuluhan yang lebih intensif dan konsisten kepada seluruh petani nusantara, mengingat sebagian petani kita masih klasik, suka menggunakan pola menanam ala kolonial yang bersifat tradisional
  • Terobosan dengan percepatan masa tanam padi yaitu Padi IP(Indeks Pertanaman)400 atau tanam 4 kali dalam setahun dan perluasan areal tanam baru
Inovasi Brownies Singkong, Alternatif Pengolahan Bumi Lokal, Perkuat Ketahanan Pangan Dusun Prayan

Dengan tujuh strategi ketahanan dan keanekaragaman pangan diatas, tentu kita optimis dapat menuju swasembada pangan nasional dan kembali menyandang predikat sebagai Macan Pangan Asia yang sempat kita raih pada era pertengahan menuju akhir Abad ke-20.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DR
KG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini

🚫 AdBlock Detected!
Please disable it to support our free content.