Badan Pangan Nasional menekankan pentingnya penguatan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui perbaikan gizi khususnya pada generasi Z agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang sehat, aktif dan produktif.
Hal ini diperlukan untuk menyongsong bonus demografi 2045 yang membutuhkan kesiapan generasi emas yang andal untuk membawa Indonesia menuju negara maju. Demikian disampaikan oleh Rinna Syawal, Direktur Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan di Badan Pangan Nasional, pada sesi diskusi bertajuk “Di Balik Dapur Makan Siang Bergizi: Dari Ladang Hingga ke Piring”, Sabtu (28/9) di JCC Senayan, Jakarta.
Menilik Besarnya Potensi Sagu untuk Meningkatkan Ekonomi dan Ketahanan Pangan Indonesia
“Pola konsumsi pangan merupakan perilaku paling penting dalam mempengaruhi keadaan gizi seseorang,” kata Rinna.
Ia menjelaskan kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia yang diukur dengan indikator skor pola pangan harapan (PPH) pada tahun 2023 mencapai 94,1 dimana skor ideal berada di angka 100.
Secara umum, konsumsi beras dan terigu di Indonesia masih tinggi. Sebaliknya, konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, protein, sayur dan buah masih belum memenuhi anjuran yang ditetapkan.
“Di samping itu, konsumsi makanan dan minuman berkadar gula, garam, dan lemak masih tergolong tinggi, khususnya pada generasi muda,” jelasnya.
Menggerakkan ekonomi
Menurutnya, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian berbagai pihak dalam program perbaikan konsumsi pangan dan gizi masyarakat adalah pemanfaatan potensi pangan yang bersumber dari produksi lokal untuk menggerakkan ekonomi setempat.
Pilihan menu konsumsi yang memenuhi prinsip gizi seimbang (Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau B2SA) berbasis kearifan lokal, dan edukasi kepada penerima manfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku konsumsi pangan yang lebih sehat serta memerankan ekosistem setempat (kantin sekolah, tenaga didik, orang tua, dan kelompok masyarakat).
Kawasan Pangan Nusantara Diresmikan Jadi Lumbung bagi IKN
Penggerak pangan lokal Dalam diskusi tersebut, beberapa penggerak pangan lokal daerah turut membagikan pengalamannya terkait diversifikasi pangan, praktik pertanian berkelanjutan, dan perlindungan ekosistem serta membahas inisiatif pelestarian pangan lokal masing-masing dan tantangannya dalam proses distribusi.
Salah satu inisiator dari Nusantara Food Biodiversity, Ahmad Arif, mengatakan bahwa Indonesia sejatinya mempunyai sumber pangan dan makanan yang beragam dengan cara tumbuh yang berbeda-beda.
“Secara kultural dan historis, pangan di Indonesia itu beragam sekali. Namun, masyarakat di berbagai penjuru Nusantara malah dipaksakan untuk mengonsumsi pangan seragam. Nyatanya, ketergantungan daerah terhadap satu komoditas pangan sangat tinggi,” ujar Arif.
“Semakin jauh dari pusat sentral, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat daerah. Prinsip desentralisasi mendorong pemulihan pangan berdasarkan kondisi yang berbeda-beda di setiap daerah. Jika daerah tersebut kaya dengan pangan ikan, masyarakatnya jangan dipaksakan untuk konsumsi daging ayam,” tambahnya.
Negara berdaulat pangan
Sementara itu, Said Abdullah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) sekaligus mitra dari Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara yang berdaulat pangan, selama semua pihak mau berkomitmen dan mau mewujudkannya.
“Kita punya prasyarat untuk mencapainya, ada produsen pangan skala kecil yang terus berproduksi, ada sumber daya pangan yang melimpah dan beragam. Satu saja yang belum ada, yaitu kesungguhan, komitmen dan kolaborasi yang kuat untuk menjadikan negeri ini berdaulat."
Hadapi El Nino, KTT ke-43 ASEAN Prioritaskan Kerja Sama untuk Ketahanan Pangan
Dia menyebut dalam konteks negara kepulauan, kedaulatan pangan dapat terwujud dengan memperkuat sistem pangan yang didasarkan pada dua hal, yaitu diversity dan locality. Tetapi dia melihat dua hal ini dan sayangnya kita sekarang mengingkari bahkan membunuhnya.
“Jadi tidak heran jika kemudian sistem pangan kita masih jauh dari tangguh, daulat pangan makin mengawang. Dengan mengedepankan diversifikasi dan pelestarian pangan lokal, para pemangku kepentingan tidak hanya menjaga kesehatan masyarakat tetapi juga membangun ekonomi yang berkelanjutan guna merealisasikan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera bagi generasi mendatang,” paparnya.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News